- Home>
- KINGITSUNE
Posted by : Yuuki
Rabu, 30 Desember 2015
Kingitsune
(Rubah Emas)
†††
By
: Ayuni Yuukinojo
†††
Naruto
© Masashi Kishimoto
†††
Pair
: ?/Naruto
Warning
:
Typo,
OOC, EYD berantakan, menjurus Shonen-ai,
Malam itu bulan purnama bersinar dengan sangat terang.
Langit dipenuhi oleh bintang yang bertaburan. Disebuah kastil megah milik
keluarga keturunan dewa itu seorang wanita untuk pertama kalinya melakukan
proses yang bernama persalinan. Didekatnya ada seorang miko dengan kimono putihnya
tengah berusaha membantu peroses persalinan tersebut. “Sedikit lagi Kaguya-sama.
Hamba sudah dapat melihat rambut pirangnya.”
“Hime, berusahalah. Jangan menyerah.” Disamping wanita yang
dipanggil Kaguya tersebut tampak seorang lelaki dengan hakama khas onmyoji
tengah menggenggam erat tangan kanan wanita itu. Kesembilan ekor oranyenya
bergerak dengan gelisah tak jarang tampak cahaya kemerahan yang mengalir dari
tangan lelaki itu menuju tubuh Kaguya.
.
Dua orang pemuda bersurai putih dan merah tengah menunggu
dengan gelisah didepan sebuh ruangan. Mereka untuk pertama kalinya merasakan kecemasan
yang mendalam. Berjalan hilir mudik bak setrikaan. Tak jarang yang berambut
panjang mengacak rambut frustasi hingga rambutnya berantakan sementara pemuda
yang satunya hanya berjalan-jalan sambil membisu.
“Oekkk~ oeekk~” tangisan pertama bayi terdengar dari dalam
ruangan yang mereka tunggui. Dengan segera mereka memasuki ruangan tersebut
walaupun belum diberikan izin.
“Ibunda!?” seru mereka bersamaan. Wajah putih pucat mereka
menunjukkan warna terkejut melihat seorang bayi berlumuran darah dengan satu
ekor keemasan yang masih lemas. Bayi mungil itu masih menangis. Tapi segera
terhenti ketika seorang lelaki bersurai pirang berpakaian Onmyoji mendekapnya.
Dengan telaten lelaki itu membersihkan tubuh sang bayi sementara miko yang
membantu proses persalinan tengah merawat sang ibu. Bayi itu tertawa riang saat
ia berhasil menggenggam jari dari ayahnya. Ekor pirangnya yang semula hanya
tergeletak lemas mulai aktif bergerak.
“Kaguya. Anak kita kelak akan memberikan kebahagiaan bagi
seluruh dunia.” Lelaki itu menyerahkan sang bayi pada si ibu yang kini tengah
duduk. Wanita itu meraihnya dengan lembut, wajahnya dipenuhi oleh kebahagiaan.
Untuk pertama kalinya ia merasa beruntung diciptakan didunia ini.
“Dengan kekuatan anda yang ada padanya, anak kita akan menuntun
seluruh mahluk dunia ini kepada kebahagiaan.” Ujar wanita itu sembari mencium
kening si bayi. Anak itu mencoba meraih tanduk yang ada di atas kepala ibunya
sambil mengumandangkan tawa bahagia.
“Hagoromo, Homura perkenalkan. Adik kalian.” Ujar lelaki tersebut
menyambut kedua pemuda yang sedari tadi hanya menonton sambil berdiri.
Tak lama setelah miko yang membantu persalinan keluar dengan
segala perlengkapannya, kedua pemuda itu akhirnya mendekat. Duduk disisi sang
ibu berhadapan dengan lelaki pirang satu-satunya disana. “Namanya siapa
Onmyoji-sama?” putra tertua dari keluarga Ootsuki itu memulai pembicaraan.
Matanya tak bisa beralih dari sosok mungil didekapan ibunya, apalagi saat itu
melihat mata biru sapphire indah yang berbinar jenaka.
“Namanya Haruto Kingitsune.” Ucap lelaki pirang itu sambil
membelai surai pirang anaknya. Tak jarang anak itu tertawa geli saat telinga
rubahnya yang sensitive bersentuhan dengan tangan besar sang ayah. Mata birunya
memandang sang ayah lama sebelum beralih pada dua pemuda bersurai putih dan
merah didekatnya. Tawa jenaka sekali lagi ia berikan kepada dua orang kakak
barunya.
.
.
Bertahun-tahun berlalu, bayi yang dilahirkan dengan penuh
berkah dari sang bulan kini telah tumbuh menjadi sosok anak yang sangat manis
dan periang. Disetiap langkahnya mengumandangkan tawa bahagia yang menulari
seluruh mahluk hidup didekatnya. Dia sering berjalan-jalan dihutan. Menyusuri
pepohonan bersama teman-teman kecilnya. Terkadang dia juga mengunjungi sebuah
desa kecil untuk menjenguk nenek tua renta yang tinggal seorang diri
dipondoknya.
Dalam pertumbuhannya, semakin lama kekuatannyapun semakin
besar. Dapat dilihat dari jumlah ekornya yang kini telah mencapai empat buah.
Meski beberapa orang merasa takut kepadanya karena keberadaan ekor dan telinga
rubahnya, dia tetap saja menebar senyum dan bahagia. Seperti kata orang tuanya
dulu. Dia akan membawa kebahagiaan bagi seluruh mahluk yang ada didekatnya.
.
Siang ini dia tengah duduk diatas pohon sakura yang tengah
bermekaran. Rambut pirang keemasannya yang sudah sepanjang pinggan berkibar
pelan bersama hembusan angin. Mata biru indahnya menatap dengan tertarik
interaksi kedua kakaknya yang kini tengah berlatih di tanah lapang didekatnya.
Jujur saja, hubungannya dan kedua kakaknya akhir-akhir ini
tidak begitu baik. Bukannya ia sering bertengkar atau berkelahi. Tidak. Dia
terlalu baik hati untuk memulai sebuah pertikaian. Hanya saja sejak beberapa
tahun yang lalu kedua kakaknya mulai menjauhinya. Dia selalu bertanya pada sang
ibu kenapa kedua kakaknya bersikap dingin padanya. Tapi sang ibu hanya
memberikan senyum lembut sembari mengelus kepalanya. ‘Kedua kakakmu hanya terlalu lelah karena kesibukannya. Suatu saat
mereka pasti akan menemuimu.’ Begitu ucap ibunya setelah ia bertanya untuk
yang kesekian kalinya.
Ia juga selalu bertanya kenapa dia berbeda dari ibu dan
kakanya. Rambutnya berwarna keemasan sangat berbeda dengan kakak dan ibunya.
Matanya sebiru langit tanpa awan tidak seperti kakak dan ibunya yang bermata
tanpa pupil atau berpola riak air. Di atas kepalanya hanya ada telinga rubah
senada dengan warna rambutnya, bukannya dua tanduk seperti milik kedua saudara
dan ibunya.
Ketika ia bertanya ibunya berkata bahwa dia special. Semua
yang ada pada dirinya adalah turunan dari sang ayah. Lalu ketika dia bertanya
seperti apa dan dimana ayahnya, sang ibu hanya tersenyum kecut dan menjawab ‘jika kau ingin mengetahui seperti apa wajah
ayahmu, maka saat kau telah menginjak dewasa berkacalah pada air dibawah bulan
purnama, seperti itulah rupa ayahmu. Jika kau ingin menemui ayahmu maka
tumbuhlah hingga ekormu lengkap. Saat itu kau akan bisa bertemu dengan ayahmu.’
.
Ketika menginjak usia remaja, penampilan dari Haruto tak
banyak berubah, hanya jumlah ekornya yang kini menjadi enam dan rambutnya yang
sudah mencapai mata kaki. Ibunya selalu melarangnya memotong rambutnya.
Memotong rambut adalah hal tabu bagi sosok Kitsune seperti dirinya. Kitsune?
Ya, dia kini sudah tahu siapa atau apa sebenarnya dirinya.
Dia adalah sosok Kitsune, siluman rubah yang belum sempura mengingat jumlah
ekornya yang belum mencapai sembilan.
Disuatu siang, kediamanya kedatangan tamu tak diundang.
Seekor rubah hitam berekor dua dengan mata merahnya tengah terduduk tepat
didepan pintu masuk kastil. Ketika diusir dengan teriakan, mahluk itu tak
bergeming, ketika dilempari bebatuan, hewan itu hanya menghindar lalu
setelahnya akan berdiam diri kembali ditempat yang sama.
Kelakuan rubah itu tentunya akhirnya terdengar hingga
ketelinga Kaguya dan anak-anaknya. Berbondong-bondong mereka mendatani hewan
itu. Ketika mereka berempat telah ada didepan pintu masuk, rubah hitam itu
berjalan mendekati sang kepala keluarga.
“Putri Kaguya. Hamba Yoru diperintahkan oleh Madara-sama
untuk menjemput Putra Onmyoji-sama guna melatihnya menjadi sosok ‘Rubah’ yang
sesungguhnya.” Ujar rubah yang mengaku bernama Yoru itu dengan menatap lurus
pada sosok Haruto yang berada di barisan belakang.
Mendengar perkataan rubah itu, Kaguya tak dapat menahan air
matanya. Putra kesayangannya telah dijemput dan akan pergi meninggalkannya. Ia
tak bisa menghalangi mengingat kepergian Haruto adalah salah satu wasiat dari
sang suami tercinta. Dalam kesedihannya Kaguya hanya bisa menyetujui. Tak
memerlukan waktu yang lama. Tepat pada malam harinya Haruto Kingitsune meninggalkan
Kastil Ootsuki menuju Gunung Kurama, tempat para siluman, roh dan ayakasi rubah
berada.
.
.
Ketika tiba di Gunung Kurama, yang pertama kali dilihatnya
adalah jajaran pohon tinggi dan besar. Ini pertama kalinya ia melihat sebuah
hutan dengan pohon raksasa. Tingginya bahkan sampai menyentuh awan. Selain
pohon-pohon raksasa, ia juga melihat banyak sekali rubah berkeliaran. Bukan
hanya rubah biasa, tapi ada juga roh-roh dan siluman rubah yang hilir mudik. Selama
menyusuri hutan, matanya birunya tak pernah berhenti memancarkan kekaguman. Ia
seperti merasa disinilah rumahnya yang sesungguhnya.
Yoru menuntun Haruto hingga memasuki sebuah desa. Desa yang
asri dengan rumah-tumah tradisional berjejer rapi lengkap dengan halaman yang
dipenuhi pohon buah dan bunga. Jika dihutan tadi yang dilihatnya hanya sosok
roh dan ayakasi berbentuk rubah. Maka didesa ini dia melihat ada banyak sosok
Kitsune dari yang baru berekor satu hingga lima. Kebanyakan dari mereka
berwarna keorangean, hitam dan putih. Sesekai Yoru membalas sapaan dari Kitsune
yan menyapanya.
Pemberhentian Haruto ternyata bukan pada desa tersebut. Yoru
masih terus mengajaknya berjalan melewati hutan hingga tiba disebuah air terjun
yang besar. Haruto cukup terkejut saat melihat yoru memasuki air terjun dan tak
muncul kembali. Tapi tak lama kemudian ia bisa mendengar suara Yoru yang
memanggilnya untuk segera menyusul memasuki air terjun besar itu.
.
Yang membuat Haruto terkejut ketika membuka mata adalah
sosok rubah-rubah besar tengah tertidur disela-sela pohon raksasa. Tak jarang
diatara rubah-rubah yang tertidur itu membuka mata dan memandang Haruto penuh
minat.
Rubah besar didal gua? Tidak. Didalam gua itu ternyata ada
hutan lagi dengan pohon raksasa memenhi disetiap penglihatan Haruto.
“Selamat datang di Gunung Kurama.” Suara berat dan tegas
mengintrupsi pengamatan Haruto. Didepannya berdiri seekor rubah besar-sangat
besar berbulu perak dengan mata merah darah, Haruto dapat melihat kesembilan
ekor rubah besar itu yang bergerak lembut dibelakangnya. “Aku Madara, pemimpin
di Gunung Kurama ini. Wahai engkau Putra sang Onmyoji, sudikah engkau
memperkenalkan diri?”
“Nama saya Haruto Kingitsune.” Jawab Haruto tegas. Matanya
memandang sosok Madara dengan berani, tak ada sedikitpun rasa takut walau
tengah dipandang dengan penuh intimidasi oleh seluruh rubah raksasa disana.
“Hahahahahah… Cukup basa basinya. ” tawa Madara menghentikan
tatapan intimidasi dari seluruh rubah raksasa disana. Mendengus pelan,
rubah-rubah besar itu kembali menutup matanya, tapi Haruto yakin telinga mereka
tetap mengikkuti pembicaraan. “nak, aku mengundangmu kemari untuk melatihmu
sesuai dengan wasiat yang diberikan oleh ayahmu.” Lanjut Madara kemudian.
“Wasiat? Maksuda anda Chichi-ue sudah-”
“Benar. Dia sudah menuju langit saat kau meinginjak usia
empat tahun.”
“Tapi, Haha-ue berkata bahwa saya masih bisa menemuinya
ketika saya telah menumbuhkan seluruh ekor saya. ”
“Itu benar. Kau bisa bertemu dengannya setelah kau menjadi
kitsune berekor sembilan yang sempurna. Oleh karena itu aku memanggilmu kemari
untuk melatihmu.“
.
.
Bertahun-tahun berlalu sosok bocah pirang itu kini telah
beranjak dewasa. Dengan latihan yang itensif ia telah berkembang sebagaimana mestinya
seorang Kitsune. Wajah kekanakannya kini telah menunjukkan tanda-tanda
kedewasaan walau tetap saja terlihat manis, ekornya kini telah berjumlah
Sembilan bergerak-gerak sesuai dengan kondisi hatinya. Rambut pirang emasnya
telah melebihi tigginya sendiri, tak jarang ia menjalin rambutnya kesamping,
atau mengikatnya tinggi tapi Haruto lebih senang menggerainya apalagi setelah
ia bisa mengendalikan rambutnya untuk menyerang dan bertahan.
Mata sapphirenya yang dulu bulat berbinar imut kini telah
menajam dengan pupilnya yang seperti rubah, dibagian kelopak matanya terhias
warna oranye kemerahan mempercantik mata birunya. Kimono yang biru dengan corak
bunga sakura dan bulannya membalut tubuh berisi Haruto dengan baik.
Setelah bertahun-tahun terpisah dari sang ibu akhirnya kini
dia bisa pulang, menemui kedua kakak dan ibunya. Ia juga sudah bertemu dengan
sang ayah saat ia mendapatkan ekor kesembilannya. Saat itu ia melihat ayahnya
tengah terduduk di atas dahan pohon sakura yang besar, tengah menatapnya dengan
senyum lembut dan bangga akan keberhasilan putra satu-satunya.
Ayahnya begitu tampan, rambut pirang ayahnya menjuntai
panjang hingga menyentuh air kolam yang ada dibawah pohon sakura itu. Sinar
bulan terpantul indah lewat rambut keemasannya. Mata biru ayahnya yang berpupil
tajam menatapnya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kesembilan ekor
oranyenya bergerak dengan riang. ‘Akhirnya
kau sampai juga ke tingkat ini anakku.’ Itu adalah kalimat pertama yang ia
dengar dari sang ayah. Kalimat yang penuh akan kerinduan.
Didahan pohon sakura itu Haruto diberikan banyak sekali
ilmu, wejangan dan nasehat serta tugas-tugas yang kelak akan dia emban. Walau
sebelumnya ia sempat tak yakin akan bisa menuntaskan semua tugas-tugasnya tapi
dengan seluruh kepercayaan yang telah ayahnya berikan ia berhail meyakinkan
diri dan hatinya bahwa ketika ia kembali kelingkungan manusia maka saat itulah
tugasnya sebagai Kingitsune sang Rubah Emas pembawa kebahagiaan akan dimulai.
.
.
.
Dunia tempat Haruto dilahirkan tak lagi sama seperti saat
terakhir kali ia pergi. Entah sejak kapan kedukaan dan kesengsaraan melanda
seluruh negeri. Keberadaan sang ibu pun tak dapat ia rasakan. Ketika ia
memasuki pintu kastil Ootsuki ia hanya disambut dengan kedua kakaknya yang
sudah tampak menua. Berbeda sekali dengan dirinya yang masih sangat terlihat
muda. “Hagoromo-ani-ue, dimana Haha-ue berada?” pertanyaan pertama yang ia
ucapkan setelah mendapat salam ‘Tadaima’ dari sang kakak tertua hanya digantung
bersamaan dengan ekspresi keduaan yang mendalam.
Dalam satu hari itu Haruto mendapat kabar yang sangat menyakitkan
hati. Ibundanya menghilang setelah meledakkan sebuah desa di sebelah barat
kastil. Energy yang ibunya gunakan dipenuhi dengan kegelapan yang besal dari
Pohon Shinju. Besar kemungkinan sebentar lagi ibundanya akan membangkitkan
iblis Juubi saat bulan purnama merah.
Selama kepergian sang ibu kedua kakanya sudah mencari
berbagai macam cara untuk menyelamatkan dan membinasakan Juubi tapi tak ada
cara lain selain menyegel mahluk itu. Tetapi menyegel mahluk sebesar dan sekuat
itu tentunya memerlukan kekuatan yang besar pula.
Pengekstrakan adalah cara satu-satunya untuk memecah masalah
tersebut. Haruto mengajukan dirinya sebagai pelaku dalam pengekstrakan tersebut
sedangkan kedua kakaknya yang akan mengahadapi Juubi dan menyegelnya.
Pengekstrakan sangatlah berbahaya bila dilakukan pada mahluk
kuat sekelas Juubi, nyawa bisa saja jadi taruhannya. Tapi Haruto tidak
mencemaskan hal itu. Seperti yang telah ia katakana kepada Ayahnya. Tugasnya
dimulai ketika ia menginjakkan kakinya di tempat kelahirannya. Maka ini adalah
tugas pertamanya. Menolong seluruh dunia dan menyelamatkan Ibundanya dari
kegelapan pohon Shinju.
.
Bulan merah telah bersinar terang. Diahadapan ketiga
bersaudara itu berdiri Juubi dengan kesepuluh ekoranya yang bergerak liar menghacurkan
daratan. Hagoromo dan Homura mulai melakukan penyerangan sementara Haruto telah
mempersiapkan kesembilan wadah untuk pengekstrakan Juubi. Dalam sebuah lingkaran
yang terbentuk dari deretan magatama hitam dan putih Haruto berdiri di
tengah-tengah. Di hadapannya terdapat angka satu hingga sembilan dimana
disetiap angka terdapat hewan-hewan yang berbeda.
Diangka pertama terdapat tanuki kecil yang Haruto temukan tengah
menangisi kepergian ibunya karena serangan Juubi. Di tubuh tanuki tersebut
terdapat tulisan yang di baca ‘Shukaku’.
Diangka kedua terdapat seekor kucing liar dengan tulisnan
‘Matatabi’ yang hampir sekarat karena kelaparan.
Diangka ketiga seekor kura-kura yang tubuhnya terselimuti
minyak Haruto temukan di sebuah pantai yang menghitam. ‘Isonade’
Diangka keempat seekor kera yang hampir gosong terbakar Haruto
temukan sekarat di sebuah hutan yang mengalami kebakaran berkempanjangan. ‘Son
Goku
Diangka kelima ‘Kokuou’, seekor kuda putih yang mati
terpenggal akibat peperangan.
Diangka keenam ‘Saiken’, dia adalah siput kecil yang Haruto
temukan disebuah hutan yang masih asri.
Diangka ketujuh ‘Chomei’, ulat ini Haruto temukan setelah
selama berbulan-bulan tidak bisa menjadi Pupa.
Diangka kedelapan ’Gyuuki’, banteng yang sekarat karena
kehilangan bagian bawah tubuhnya akibat ledakan.
Diangka sembilan ‘Kurama’. Haruto menemukan tubuh rubah
kecil ini tergeletak dipintu masuk Gunung Kurama.
Kesembilan hewan itu Haruto kumpulkan beberapa hari sebelum
malam bulan merah. Haruto iba akan penderitaan mereka bersembilan. Dengan
kekuatan Haruto ia akan mengekstrak Juubi dan memindahkannya ke sembilan tubuh
binatang tersebut.
Dengan berdiri ditengah lingkaran Haruto membacakan
mantra-mantra sementara tangannya terus menerus aktif membuat segel. Seluruh
magatama yang berada disekitarnya bersinar kebiruan, angin berhembus meniupkan
rambut panjang Haruto yang tergerai menyentuh tanah, kesembilan ekornya
bergerak aktif melindungi diri dari serangan yang mungkin saja tiba-tiba
datang.
Tak berselang lama, mata yang terpejam itu terbuka
menunjukkan mata biru sapphire yang menyorot tajam pada Juubi yang mengamuk
didepannya. Pupil verticalnya bergerak-gerak mengikuti posisi sang Juubi.
Kedua tangan yang sedari tadi membentuk segel itu tapakan ke
tanah dibawahnya bersamaan dengan kesembilan tubuh hewan didepannya bercahaya
dan terangkat diudara. Magatama-magatama yang bersinar disana bergerak
membentuk tali dan melesat mengikat Juubi didepan sana. “Fuinjutsu : Magatama no Shinseina” ucap Haruto bersamaan dengan
sebuah cahaya yang melesat dari arah masing-masing tubuh hewan menuju tubuh
Juubi.
Tubuh Juubi yang diikat dengan magatama-magatama itu tak
bisa bergerak banyak. Cahaya yang berasal dari masing-masing tubuh hewan
ditempat Haruto menarik paksa kekuatan Juubi dan memindahkannya ketubuh hewan
itu masing-masing. Hewan besar berekor sepuluh itu meraung marah, tetapi Hagoromo
dan Homura yang berada didekat Juubi dapat mendengar umpatan dan kutukan dari
sang Ibu yang berada di tubuh Juubi.
“Sungguh rendahan!
Berani-beraninya kalian mengorbankan adik kalian sendiri! Dosa kalian akan
dibawa hingga ke keturunan terakhir kalian!”
.
Haruto dapat merasakan tubuhnya melemah. Satu-persatu secara
perlahan ekornya mulai berkurang. Bila sampai seluruh ekornya lenyap maka Haruto
akan mati.
Secara perlahan tubuh kesembilan hewan itu mulai berubah dan
membesar. Walau tak sebesar ukuran Juubi. Saat cahaya yang menjembatani Juubi
dengan kesembilan hewan itu menghilang, tubuh hewan itu kembali menginjak
tanah. Masing-masing dari mereka telah memiliki ekor sesuai dengan nomer
mereka. “Selamat datang kesembilan Bijuu.” Ujar Haruto sebelum akhirnya
terjatuh kelelahan. Magatama-magatama yang sebelumnya mengikat Juubi mulai
mengendur dan bergerak kembali kearah Haruto. Membentuk gelang di tangan, kaki
dan kalung di leher. Menggunakan kesempatan dengan baik. Hagoromo dan Homura
mulai membentuk segel untuk menyegel tubuh Juubi di bulan.
Juubi berhasil disegel di bulan dan kekuatannya telah dibagi
kepada kesembilan Bijuu. Namun kondisi Haruto tak kunjung membaik. Akibat
mengekstrakan tersebut ia telah kehilangan kedelapan ekornya. Tubuhnya mulai
melemah saat kedua kakanya datang untuk menolong. Namun sayang sekali kekuatan
dari kedua kakaknya tak dapat memulihkan kondisi Haruto. Semakin lama tubuh Haruto
mulai meredup dan transparan, kesembilan ekor hewan penyegel itu mulai
menangis.
Tepat sebelum tubuh Haruto lenyap sepenuhnya, sesosok
manusia bersayap gagak muncul dari langit. Wajahnya tertutup topeng Tengu dan
rambut panjanganya diikat satu longgar. Dipinggangnya terdapat sebuah pedang
bergagang hitam dengan lonceng yang menggantung di pegangannya. “Aku datang
menjemput putra dari Onmyoji-sama.”
“Siapa kau?”
“Namaku Shinjirou. Putra pertama Raja Tengu di Gunung
Kurama. Madara-sama memintaku untuk membawa kembali Haruto-sama.” Ucap tengu
tersebut. Mata merahnya memandang kedua kakak beradik itu dengan tajam lalu
beralih pada kesembilan Bijuu yang menangis. Menghela nafas pelan.”Dengan
konsidi tubuh seperti itu dia takkan bisa bertahan di tempat ini. Sebelum
tubuhnya menghilang sepenuhnya dia harus dibawa kembali ke Gunung Kurama.”
“Kami sendiri yang akan membawanya.” Homura berkata dengan
tegas menatap tajam. “Takkan aku biarkan kau menyentuh adik kami.”
“Kalian yang terkontaminasi kekuatan pohon Shinju takkan
bisa memasuki Gunung Kurama. Dan butuh waktu berminggu-minggu untuk memasukinya
secara normal. Cepat serahkan dia sebelum dia menghilang sepenuhnya!” seru
Tengu itu tegas. Dia tak bisa membiarkan tubuh lemah Haruto semakin lama berada
di dunia ini.
Dengan berat hati kedua bersaudara Ootsuki itu menyerahkan
adiknya untuk dibawa. Dengan lembut Tengu tersebut menggendong Haruto. Membawa
tubuh hampir transparan itu terbang diangkasa. “Hei Kau yang diberkahi nama
Gunung Kurama. Datanglah jika kau ingin semakin sempurna.” Ujar Shinjirou
sebelum menghilang dalam hembusan angin.
Malam itu adalah malam terakhir Hagoromo dan Homura bertemu
dengan sang adik bungsu. Juga malam terakhir sang adik menjejakkan kaki di
dunia manusia. Selama abad-abad tubuh lemah Haruto bersemayam di Gunung Kurama
sementara jiwa berkelana dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Terkada dia muncul
sebagai seorang manusia, terkadang sebagai seekor rubah emas kecil yang meminta
makanan dan membalas budi dengan sekantung emas.
Dan saat ini tubuh yang tertidur itu akhirnya membuka mata.
Setelah berabad-abad kekuatannya telah pulih dan sekali lagi ia harus
berhadapan dengan Juubi atau mungkin ibunya sendiri.
