- Home>
- Boneka Untuk Sang Hime 2
Posted by : Yuuki
Kamis, 15 September 2016
Boneka
Untuk Sang Hime
By
: Ayuni Yuukinojo
Naruto © Masashi Kishimoto
.,.
WARNING:
UPDATE LAMA. OOC, EYD berantakan Typo, HVMV
.,.
.,.
Pagi hari itu
desa di gemparkan dengan berita dari pihak kuil bahwa mereka mengijinkan Sasori
si pembuat boneka untuk memasuki kediaman Hime. Mereka heran. Sangat jarang,
bahkan tidak pernah hal seperti ini terjadi. Jangankan mengijinkan seorang
pemuda memasuki kediaman, para dayang yang dijinkan untuk mengabdi di kediaman Hime
saja harus di uji dalam berbagai bidang. Para wanita yang di pilih harus
cantik. Sabar dan ramah. Mahir dalam segala bidang seni dan yang paling penting
mereka bersih baik hati maupun tubuh.
Saat berususia
10 tahun mereka dipilih dikumpulkan di kuil Inari. Mereka di ajari berbagai
macam keahlian yang kelak akan berguna bagi mereka saat melayani sang Hime.
Saat memasui usia 17 tahun yang terbaik di atantara yang terbaik akan di pilih
dan bi bawa ke kediaman Hime. Sementara yang tidak terpilih akan di kembalikan
ke orang tua mereka atau di pekerjakan sebagai miko di kuil.
Para penjaga di
kediaman Hime pun merupakan pemuda-pemuda tampan dan terkuat. Mereka petarung
terkuat di desa dan tentunya hanya loyal pada sang Hime, bukan kepada para
warga ataupun kepala desa. Mereka adalah para pemuda yang sudah menetapkan hati
akan menyerahkan segala milik mereka untuk melindungi dan melayani sang Hime.
Mereka tidak ikut campur dalam masalah penjagaan desa. Desa memiliki para
penjaga lain yang jumlahnya lebih banyak walau tak sekuat mereka.
Kedatangan Sasori
untuk pertamakali ke dalam kediaman Hime disambut dengan tatapan waspada para
penjaga dan bisikan para pelayan. Dia diantar sang kepala desa menuju ruang
tahu dimaan sang Hime sudah menunggu. Namun sepertinya sang Hime sedang tidak
ingin menunggu mereka. Jadi begitu sampai di ruang tahu, sang Hime sudah
menghilang. Seorang pelayan bernama Sakuya berkata bahwa sang Hime menunggu
mereka di pavilion di halaman belakang. Kepala Desa tidak diijinkan masuk lebih
dalam ke dalam kediaman Hime. Ia menyerahkan Sasori kepada Sakuya untuk
mengantar pemuda itu ke hadapan sang Hime.
Setelah si
kepala desa pergi, Sasori di antar menyusuri lorong kediaman yang panjang, ia
dapat melihat halaman samping kediaman sangat asri dan indah. Tak jarang ia
bertemu para penjaga yang menatapnya tajam. Seorang penjaga bernama Tobio
memutuskan membantu Sakuya untuk mengantar Sasori. Penjaga berambut dan bermata
hitam legam itu sesekali melirik Sasori dengan tajam dan waspada. “Aku harap
kehadiran anda tidak akan mengusik ketenangan Hime-sama.” ujar Tobio dengan
mata yang menatap angkuh ke depan.
Sasori tidak
menjawab. Tidak ingin berbicara. Ia sibuk menenangkan hatinya yang berdetak
dengan kencang. Mimpinya untuk bisa membuat replika wajah sang Hime akhirnya
terwujud. Walau dengan syarat yang belum dia ketahui.
.
Naruto sang Hime
menatap halaman belakang kediamannya dalam diam. Halaman itu bersebelahan
dengan hutan lebat di belakang kediaman. Sudah lama sekali dia tidak mendekati
hutan itu. Dulu saat usianya masih sekitar 8 tahun ia sering menyelinap ke
dalam hutan. Menjelajah sesuka hati. Namun tak sampai sebulan kegiatan itu ia
lakukan, para penjaga telah menemukannya dan melarangnya untuk mendekati hutan.
Takut kejadian seperti Hime sebelumnya terulang kembali.
“Hime-sama.
Pemuda itu sudah datang.” Yuuya bersimpuh di samping Naruto, kepalanya
tertunduk begitupula dengan Tobio. Sementara Sasori hanya bisa berdiri mematung
melihat kecantikan dari sosok Hime yang sangat ia kagumi. Dengan pelan Naruto
menyapukan tangannya di udara, memberi kode kepada pelayannya bahwa mereka bisa
pergi.
Naruto mengubah
posisi duduknya, kini ia berhadapan langsung dengan Sasori yang telah duduk
bersila. Mata Sasori tak pernah bisa lepas dari wajah sang Hime. Dengan lihai
jemari lentik berkulit tan itu menggoreskan kuas di kertas putih yang
disediakan pelayan sebelumnya.
“Namamu Sasori, bukan? Aku mengijinkamu untuk
membuat boneka diriku. Tapi boneka itu kecantikannya harus melebihi diriku atau
menyamai ku. Jika kau berhasil, aku akan mengabulkan satu permintaanmu. Itu
syarat dariku.” Begitulah isi tulisan sang Hime. Sasori menatap tulisan Naruto yang
indah dan rapi.
Kepala Sasori
menunduk menyentuh tatami. Bersujud di hadapan sang Hime, menerima syarat yang
di berikan. “Hamba bersedia.”
.
Hari pertama Sasori
habiskan dengan membuat sketsa kasar dari boneka yang akan ia buat. Sketsa
wajah yang sesuai dan seindah yang ia mampu. Berkali-kali ia mengulang,
berkali-kali pula ia gagal. Tapi Sasori tidak menyerah. Tujuannya mempelajari
seni patung adalah untuk membuat replika wajah cantik sang Hime. Setelah sekian
lama belajar dan berlatih, berkali-kali melupakan tujuan dan hampir di kuasai
rasa serakah akan harta. Akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk mewujudkan
impiannya. Ia akan memberikan patung terindah dan tercantik kepada sang Hime.
Hari keduda Sasori
mulai membuat model bentuk dasar dari badan boneka dengan terpisah pisah. Dua
tangan, dua kaki serta kepala yang menyatu dengan madan. Model dasar itu
berukuran besar, sama besarnya dengan ukuran sang Hime. Ia tidak ingin membuat
boneka kecil yang mudah di bawa dan di curi. Ia ingin membuat boneka yang
benar-benar menyerupai sang Hime. Baik penampilan maupun ukurannya.
Pada hari ketiga
Sasori mulia mencetak model dengan gips.
Cetakan yang dibuat ada dua buah. Cetakan bagian depan dan belakang. Model
kasar di posisikan tertidur diatas tumpukan gips,
tak lupa melapisinya dengan vaselin
agar mudah melepas model cetakan ketika gips
sudah mengeras. Setelah gips
mengeras, model cetakan di lepas dan dikeringkan.
Dihari keempat Sasori
mulai memasukkan ‘slip ‘ kedalam
cetakan yang telah kering dan diikat. Cetakan gips akan menyerap air didalam slip
hingga terbentuk lapisan tanah liat yang lebih padat disetiap sisi dalam
cetakan. Sasori membuat sangat banyak cetakan karena ia yakin pasti sangat
sulit membuat replika wajah sang Hime. Terbukti saat ia mulai melukis wajah
sang Hime pada tubuh boneka yang sudah jadi ia mengalami kesulitan.
Berkali-kali ia gagal, berkali-kali ia mengulang. Semua boneka yang gagal ia
buang. Ia mengurung diri berhari-hari di kamar yang disediakan pihak kuil.
Keluar hanya untuk mandi dan makan. Sisanya ia mengurung diri dikamarnya.
Terkadang ketika ia sangat frustasi ia akan melempar boneka gagalnya hingga
retak. Ia tidak membutuhkan produk gagal. Himenya tidka membutuhkan produk
gagal.
Disuatu pagi
sebelum sarapan, Naruto berjalan menyusuri kediamannya seorang diri. Walau tak
diijinkan berbicara, bukan berarti ia tidak diijinkan untuk berjalan-jalan di
kediamannya sendiri. Menyusuri setiap lorong, ia berhenti ketika berada didepan
kamar sang pembuat boneka. Penasaran ia membuka pantu kamar itu. Pandangannya
disambut dengan berbagaimacam tubuh boneka yang sudah retak dan beberapa ada
yang masih belum terbentuk. Sementara Sasori sendiri tampak tertidur diatas meja
kerjanya. Terlihat pemuda bersurai merah itu sangat kelelahan.
Naruto memungut
satu buah tubuh boneka yang ada didekatnya. Jujur saja, boneka itu sudah bagus,
sangat bagus malah. Hanya saja tak bisa menyaingi kecantikannya. Mata biru
Naruto menatap nanar semua boneka gagal itu. ‘apakah syaratnya terlalu sulit?’ pikirnya. Naruto juga melihat
bayang hitam di bawah mata Sasori. Pemuda itu sudah tidak tidur berhari-hari.
Naruto
meletakkan kembali boneka gagal itu di lantai. Ia berjalan menuju dua cetakan
yang tersisa. Menatap dua cetakan itu dengan tajam. ‘Satu diantara dua cetakan ini akan menjadi boneka yang indah’ batinnya.
Tangan berjemari lentik itu mengelus satu cetakan didekatnya. Satu elusan pelan
yang dapat mengubah masa depannya.
“Hime-sama,
waktunya sarapan.” Sakuya menantinya didepan pintu kamar. Kepalanya menunduk
seperti biasa. Meninggalkan kamar sepi itu dengan pelan. Naruto berjalan menuju
ruang makan. Sepertinya hari ini dia akan makan sendiri lagi.
.
.
Hari kelima
belas sejak Sasori menginjakkan kaki di kediaman sang Hime, akhirnya boneka
impiannya selesai. Ia sudah meminta para miko untuk menyiapkan pakaian yang
bagus untuk bonekanya. Ia menggunakan benang emas yang banyak untuk rambut
pirang sang Hime. Menggunakan warna merah terang untuk bibir Hime yang mungil
dan biru laut dalam untuk mata sang Hime yang indah. Kini boneka itu telah
berdiri dihadapan sang Hime, sementara Sasori berlutut di sampingnya dengan
was-was. Takut bonekanya tidak disukai oleh Naruto.
Diruangan itu
hanya ada Naruto, Sasori dan bonekanya. Naruto menatap setiap detail dari
boneka di hadapannya. Mata biru indah yang tak seindah matanya, bibir merah
terang seperti merah gincu yang sering Naruto kenakan ketika menghadiri
upacara. Helaian benang emas yang menyerupai rambut pirang panjangnya. Boneka
ini sempurna, sangat sempurna dan ia menyukainya. Dengan lembut Naruto menyibak
kimono dua belas lapis yang dikenakan boneka itu. Mengelus bagian tengkuk
kirinya. Tampat yang pas untuk menanamkan tandanya. Jari telunjuk kanannya ia
gigit hingga berdarah, dengan darah itu ia mengukir lambang bulu burung merak.
Darah itu menyerap dan meningglakan tanda merah seperti yang di ukir oleh
Naruto.
“Mulai malam ini…” bisikan pelan
Naruto bergema keseluruh penjuru desa. Mengagetkan para warga. “Hime yang baru akan menggantikanku.
Layanilah, sembahlah dan pujalah seperti kalian memujaku, menyembahku,
melayaniku.” Cahaya kekuningan menyinari tubuh Naruto dan boneka
didepannya. Menyilaukan Sasori dan terpancar hingga kepelosok desa.
“Sesuai janji.
Kau berhasil membuat boneka yang sangat indah. Boneka ini aksn menjadi
penggantiku. Dan satu keinginanmu akan terkabul. Wahai anak muda, katakanlah
permintaanmu.” Sasori hanya bsia menatap dengan takjub sosok NAruto yang ada di
depannya saat ini. Rambut pirang panjang yang tergerai indah, mata biru yang
bersinar sedup dan senyum lembut yang terlukis di wajah yang ayu, tak lupa
sembilan buah ekor rubah yang bergerak lembut dibelakangnya. “Hi-hime?”
“Aku bukan Hime
lagi, Sasori. Kau bisa memanggilku Naruto. Sesuai janji aku akan mewujudkan
satu permintaanmu. Katakanlah apa yang kau inginkan.”
Dengan gugup
Sasori berdiri, padangannya tak lepas dari sosok baru sang mantan Hime,
sembilan buah ekor, sepasang telinga pirang dan yukata biru muda bermotif merak
emas. “Hamba hanya ingin membuat boneka diri anda Hime, impian hamba sudah terwujud.
Tak ada hal lain yang kuinginkan.”
“Kalaubegitu aku
akan memberkatimu dengan kebahagiaan dan kemakmuran selama tujuh generasimu.
Tapi ingat! Barkahku ini hanya berlaku selama tujuh generasi dan selama
generasimu menjalankan ajaran kebenaran.”
“Hamba menerimah
berkah anda.” Sasori bersujud sebanyak tiga kali. “Setelah ini anda akan kemana
Hime-Naruto-sama?”
“Mengelilingi
dunia mungkin. Ada seseorang yang ingin aku temui.” Setelah mengucapkan hal
tersebut, cahaya kekuningan sekali lagi bersinar terang membutakan penglihatan.
Ketika cahaya itu meredup Sasori telah berada didalam kamarnya di kota. Taklupa
sekotak besar emas dan permata berada di atas meja kerjanya.
.
.
Sejak hari itu
sosok Hime digantikan oleh sebuah boneka porselin cantik. Tak ada yang
keberatan. Karena nyatanya lambang yang ada di bahu sang boneka adalah asli.
Boneka itu menggantikan posisi sang hime. Tak ada lagi anak yang harus berpisah
dengan keluarganya untuk menunaikan kewajiban sebagai Hime, tak adalagi anak
yang harus kehilangan haknya untuk berekspresi dan berbicara.
.
Naruto
menyelusuri hutan di wilayah Konoha yang lebat. Sudah lama sekali ia tidak
mengunjungi tempat ini. Terakhir kali ia datang kemari, ia masih dalam wujud
rubah berekor sembilan besar. Ia bertemu dengan tamannya Indra Uchiha, pendiri
desa Konoha. Dan ia pergi ketika Indra dimakamkan. Ia sudah terlahir sebanyak
tiga kali. Sebagai Hashirama sang Pentapa Rubah, Minato sang Dewa Rubah Kurama
dan kini sebagai Naruto sang Putri Rubah. Ia senang bisa bertemu dengan Sasori.
Bertahun-tahun ia membuat perjanjian dengan sang Onmyouji, ia telah melihat
kesedihan yang dialami keluarga Hime, ia ingin mengakhiri kesedihan itu. Dengan
lahirnya ia kedunia, ia bisa menjadi Hime itu sendiri. Menghentikan rantai
penderitaan bagi para Hime dan keluarganya. Tapi itu tak bisa berlangsung lama.
Ia harus menepati janjinya untuk bertemu dengan Indra, oleh karena itu ia
meminta Sasori untuk membuat boneka menyerupai dirinya. Ia sebagai pembuat
perjanjian bisa dengan leluasa memilih boneka itu akan menjadi Hime yang baru.
Perjalanan
Naruto berhenti didepan sebuah kuil Uchiha yang sudah sanagt tua. Konoha telah
berubah banyak sejak terakhirkali ia kunjungi. Dulu desa itu sangat makmur dan
asri, namun kini desa itu telah kenjadi desa yang sepi. Para warganya telah
memilih pindah ke kota untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. meninggalkan
desa yang hanya dihuni oleh para lansia. Kuil Uchiha ini juga sepertinya sudah
lama tak dikunjungi.
Naruto ragu,
apakah Indra akan datang. Apakah indra akan menyadari keberadaannya. Apakah
Indra akan mengetahui wujudnya. Sekian tahun berlalu, wujudnya telah berubah
banyak dari sosok rubah merah kehitaman yang di panggil Ashura menjadi pemuda
berambut pirang panjang. Ia sudah berubah sangat jauh dari penampilannya yang
dulu. Ia sendiri juga tidak tahu apakah Indra akan tetap terlihat seperti dulu
atau tidak. Rambut ravennya, kulit putihnya, mata sehitam malamnya, wajah kaku
dan aura dingin yang selalu mengelilinginya. Apakah Naruto-Ashura- masih bisa
nmengenali Indranya?
“Kau datang lama
sekali Ashura. Aku sudah menunggumu sebukan disini.” Seorang pemuda berambut
raven melawan gravitasi keluar dari hutan disamping kuil. Mata onix nya menatap
Naruto dengan tajam penuh kekesalan. Jangan lupakan aura dingin yang menyebar
dari tubuhnya.
“Kau tidak
berubah sedikitpun Indra.” Senang. Naruto sangat senang Indranya masih
mengingat dirinya. Walau dengan segala perubahan yang telah terjadi pada
dirinya.
“Jangan panggil
aku Indra,dobe. Panggil aku Sasuke.
Sasuke Uchiha”
“Namaku juga
bukan dobe, Teme! Namaku Naruto. Uzumaki
Naruto.” Dengan sekuat tenaga NAruto menerjang sosok pemuda raven yang
menantinya dibibir hutan.
‘Terimakasih Sasori. Kau telah membantuku menepati
janjiku.’
“Tadaima.
Indra.”
“Okaeri.
Ashura.”
END
.
A/N:
Untuk pembuatan
boneka porselene saya ambil dari internet dan k =arena bingung jadi saya bikin
seadana.
Terimakasih
sudah mau membaca ffn gaje dariku.
Salam dari
Denpasar. 9/8/16
Ayuni
Yuukinojo
