• Posted by : Yuuki Jumat, 05 Juni 2015




    “Kenapa anak iblis seperti dia harus ada di sini?”
    “Kenapa keluarga Hokage-sama harus memiliki anak semerti dia?”
    “Pasti anak itu telah di rasuki Monster Kyuubi.”
    “Harusnya anak seperti itu di bunuh saja sejak ia lahir.”
    “Buang saja dia keluar desa.”
    “Bunuh saja.”
    “Bunuh”
    “Bunuh”
    “Naruto!”

    Senja hari di Konoha tampak indah dengan langit merah keorangeannya. Lelaki bersurai pirang itu berdiri di atas atap gedung Hokage menatap dari kejauhan sesosok pemuda yang berjalan menjauhinya menuju arah perumahan kumuh di pojok desa Konoha, dari tempatnya berdiri ia bisa melihat beberapa warga yang menatap anak itu dengan tatapan benci bahkan ada yang sampai melemparinya dengan batu tepat mengenai kepala anak itu. Lelaki pirang itu tak tahu apa yang di lakukan pemuda jauh didepannya itu namun dia melihat pelaku pelemparan terkejut dan bergetar lalu jatuh terduduk ke tanah.
    Menghela nafas pelan lelaki pirang itu menutup matanya. Merasakan hembusan angin yang meniupi rambut pirangnya yang lembut. Jujur saja melihat penampilan anak lelaki tadi ia merasa seperti melihat cermin. Rambut pirang jabrik yang lembut dan mata sapphire yang indah, wajah anak itu sangat mirip dengan wanita yang ia cintai yang telah direngut dari pelukannya. ‘Maaf, Naruto.’
    Kingitsune
    †††
    By : Ayuni Yukinojo
    †††
    Naruto © Masashi Kishimoto
    †††
    Pair : ?/Naruto
    Warning :
    Typo, OOC, EYD berantakan, menjurus Shonen-ai,

    Flashback
    “Minato-kun! Sebentar lagi aku akan menjadi ibu!” wanita cantik bersurai merah itu berlari kencang menuju pelukan suaminya, mata beriris violetnya tampak berbinar bahagia,
    “Eh? EHH! Aku... akan menjadi Ayah?” lelaki pirang yang mendekap istrinya itu terbata. Yang di jawab dengan anggukan penuh semangat oleh sang istri. “Haha! Aku akan menjadi Ayah! AKU AKAN MENJADI AYAH!!” dengan penuh semangat lelaki bersurai pirang itu mengangkat sangistri dalam gendongannya. “Anakku akan menjadi orang yang hebat! Haha...”
    “Bukan Anak tebane~ Tapi anak-anak datebanee~” sang istri mengoreksi sambil memeluk erat leher suaminya.
    “Kembar? Anakku Kembar? YES! Keberuntungan datang ke Konoha! Kesialan pergilah ke Oto! Hahahah~”
    “Hihi~”
    End Flashback
    ‘Padahal kami telah menunggu begitu lama. Tapi kenapa berakhir dengan menyedihkan seperti ini.’
    “Begitulah laporan saya Hokage-sama.” Lelaki bersurai abu-abu itu membungkuk dibelakang sang Hokage, kepelanya di tundukkan dengan penuh hormat.
    “Dulu. Hokage Ke-Tiga pernah memerintahkan seseorang untuk menjaga anak itu. Tak ada yang tahu siapa yang diperintahkan oleh beliau bahkan para tetua lainnyapun tak tahu begitu pula aku.” Lelaki penyandang gelar Hokage Ke-Empat itu membalikkan badannya menghadap sang bawahan. “Aku ingin kau mengawasi anak itu dan cari tahu siapa yang telah menerima perintah Hokage Ke-Tiga untuk menjaganya. Dan lindungi Menma sebaik mungkin.”
    “Baik. Hokage-sama.”
    “Kau boleh pergi.” Dalam hitungan detik lelaki bersurai abu-abu itu telah lenyap dengan sunshinnya.
    ‘Naruto.’ Sang Hokage kembali memandang anak yang berjalan sendirian di kejauhan sana dengan sorot sendu di matanya, hingga akhirnya sang objek lenyap dalam himpitan gedung perumahan.
    .
    “Tadaima.” Naruto tiba di rumah-apartemennya saat langit sudah hampir gelap. Setelah ujian genin yang tak jelas maksudnya itu dia memutuskan untuk latihan di tempat biasa-hutan kematian- hingga sore tiba, beruntung didalam hutan sana ia juga sempat berbru kelinci dan memetik beberapa buah. Setidaknya ia bisa meminimalisir pengeluaran uang bulannya.
    Setelah menutup pintu dan menguncinya Naruto membuang nafas lega. Sebenarnya sejak tadi ia sadar bahwa ia telah di perhatikan oleh seseorang yang sialnya orang itu adalah ‘dia’. Ditambah dengan seorang remaja yang dengan kurang ajarnya melemparkan batu ke kepalanya membuat ia makin badmood ,lihat saja dahinya yang ternoda oleh darah itu.
    Tubuh Naruto bergetar pelan lalu ia jatuh terduduk di ruang depan. Kedua kakinya ia tekuk dan kepalanya ia benamkan. Seekor rubah orange besar tiba-tiba muncul dan berjalan mendekati anak itu. Dengan perlahan si rubah menjilat aliran darah yang belum mengering dan menyalurkan aliran cahaya merah hangat menyelimuti tubuh anak itu. “TENANGLAH GAKI.”
    “Nii-chan. Dia memandangku dengan penuh benci. Di-dia meninggalkanku ditengah kerumunan orang asing. Di-dia-hiks...” tubuh Naruto yang bergetar dengan refleks memeluk rubah didepannya diiringi dengan isak tangis.
    “STTT~ JANGAN MENANGIS. KAU TIDAK BOLEH LEMAH. KAU TAK BOLEH MENANGIS GAKI.”
    .
    Flashback
    “Ayah, kita akan kemana?” suara cadel terdengar dari anak berambut pirang itu, ia menatap sosok ayah yang sedari tadi berjalan didepannya, di samping sang ayah dapat ia lihat kembarannya yang menggandeng tangan sang ayah dengan erat. Ia juga ingin di gandeng seperti itu. Namun jangankan menggandeng, ayahnya saja tak mau menjawab pertanyaannya.
    “Naruto, kita akan pergi ke festival kembang api, kau bisa lihat didepan sana, orang-orang sudah berkumpul.” Suara lembut terdengar dari depannya. Ayahnya menatap dengan senyum lembut membuah hatinya menghangat. Saat diberitahu bahwa mereka akan pergi menonton festival kembang api, Naruto mearasa sangat senang, ini pertama kalinya ia menonton festival bersama ayah dan saudaranya.
    Saat mereka tiba dilokasi festival, tempat itu sudah sangat penuh, orang-orang yang mengantre berbelanja di kios disamping jalan membuat jalan menjadi macet. Berkali-kali Naruto hampir tertinggal oleh ayah dan saudaranya, berkali-kali juga dia hampir jatuh tertabrak orang-orang yang berdesakan.
    Saat ia tiba di ujung jalan yang merupakan tanah lapang, Naruto merasa sangat senang. Akhirnya ia bisa terbebas dari himpitan orang-orang itu. Namun yang menunggunya di ujung jalan itu bukanlah ayah dan saudaranya. Namun hanya kekosongan dan kegelapan. Tak ada siapapun. “A-ayah!? Menma!?” suara parau sang anak sedikit tercekat karena kelelahan berdesakan. “AYAH!? MENMA?” suaranya mulai menguat, memanggil-manggil keluarganya dalam kekosongan.
    Firasat buruk mulai menghinggapi hatinya. Bagaimana bila dia ternyata tersesat? Bagaimana bila sebenarnya ayah dan kembarannya tidaklah menuju arah sini? Bagaimana bila ternyata dia ditinggal?
    Tidak. Naruto tidak ingin sendirian, Naruto tidak ingin di tinggal.
    Dengan tergesa-gesa anak bersurai pirang itu berlari menuju arah dia datang. Sambil memanggil ayah dan saudaranya dengan suara yang parau ia berkeliling membelah kerumunan orang, membuat orang-orang yang tak sengaja ia tabrak marah dan mendorongnya hingga jatuh.
    Suara teriaknnya yang makin meninggi membuat orang-orang yang awalnya berdesakan mulai teralihkan. Mereka memandang anak bersurai pirang yang sedang kebinngungan itu dengan pandangan mata menghina. “Kau dibuang ya?”, “Kasihan~” , “Hahaha Rasakan itu.” “Kahirnya kau di buang juga.” , “Akhirnya Hokage-sama membuang mosnter itu.” “Sukurin kau.”
    Berbagai macam kata-kata hinaan dilontarkan oleh orang-orang di sana membuat ia kehilangan harapan. Ia terus berlari mengelilingi tempat festival hingga akhirnya ia tiba di sebuah bukit yang dipenuhi oleh orang-orang. Di atas bukit itulah ia menemukan ayahnya bersama saudaranya yang tengah digendong diatas pundak tengah menunggu kembang api diluncurkan. “Ayah!”
    DUARR! DUAR! DUAR! DUAAARRR!
    Kembang api meluncur dengan indah menghiasi langit malam. Suaranya yang keras menyamarkan suara Naruto yang parau. “Ayah!” bahkan kini sang ayah tampak mulai menjauh, namun sekilas ia dapat melihat Menma yang tampak meliriknya. “Menma! MENMA!” namun yang di dapatkannya hanya seringai mengejek dari sang kembaran yang mulai berjalan menjauhinya. Ketika ia hendak mengejar segerombolan remaja menghalangi jalan dan pandangannya. Dengan susah payah ia menembus kumpulan orang-orang itu namun saat ia berhasil keluar sang ayah dan saudaranya sudah tak ada disana.
    End Flashback
    Naruto masih ingat, setelah malam itu ia tak pernah lagi mendapat perhatian dari sang ayah. Seolah-olah sang ayah telah menganggap ia tak ada di dunia ini. Menma pun semkin sering mengerjai dan menjebaknya, membuatnya berada di kerumunan orang-orang yang membencinya.
    .
    Tok tok tok
    Pintu depan apartemen Naruto berbunyi malam itu. Si pemilik yang baru saja selesai mendi dengan ragu berjalan kearah pintu masuk. “Si-siapa?” tanyanya gugup, belajar dari pengalaman. Ia harus berhati-hati setiap akan membukakan pintu jika ada tamu. Siapa tahu tamu yang datang itu adalah orang yang tak ia kenal dan datang untuk memporak porandakan kediaman sederhananya.
    “Ini aku Naruto.” Suara berat dari sosok yang dikenalnya terdengar dari balik pintu membuat ia merasa sedikit rileks.
    “Ada apa sensei kemari?” hanya sebuah cela kecil yang terbuka dengan Naruto yang mengintip diantaranya. Jelas sekali ia tak ingin menemui siapapun malam ini.
    “Tidakkah kau ingin mengajakku masuk terlebih dahulu?” sang sensei tersenyum lembut dengan tangan kanan yang menggaruk kepala dan tangan kiri yang membawa buku pusakanya.
    “Tidak. Aku ingin segera tidur. Jadi cepat katakan apa mau sensei datang kemari?” Naruto memandang senyum sang sensei dengan malas. Ia tahu senyum yang dipasang senseinya itu adalah senyum palsu, ia sudah berkali-kali melihat senyum seperti itu ditunjukkan padanya yang jika ia percaya hanya akan berakhir dengan penghianatan.
    “Baiklah. Besok pagi datanglah ke kantor Hokage. Kita akan mengambil misi pertama kita” sang sensei menghela nafas dan menghilangkan senyum diwajahnya.
    “Kita eh? Jadi aku masih tetap dalam Tim itu? Padalah aku sangat berharap agar bisa keluar. Baiklah. Besok aku akan datang, itupun kalau aku tidak lupa dan sibuk.” Tanpa membiarkan sang sensei membalas perkataannya Naruto dengan keras membanting pintu dan menguncinya.
    “Hahh~ mendokusai~” setelah meminjam slogan favorit calon penerus keluarga Nara itu Kakashi menghilang dengan sunshinnya.
    .
    Pagi itu di depan pintu masuk kantor Hokage telah berdiri tiga orang ninja muda dengan aktifitas mereka masing-masing. Mereka kini tengah menunggu sensei pembimbing serta seorang lagi anggota Tim mereka. Gadis satu-satunya di Tim itu tampak yang menjadi paling frustasi karena telah menunggu lerlalu lama. “ARRGGGHHH!! INI SUDAH 3 JAM KITA MENUNGGU!! KEMANA PERGINYA SENSEI ITU!!??”
    “Bisakah kau tidak berteriak Sakura?” kata Menma yang tengah menyender di samping pintu masuk gedung.
    “Ta-tapi Menma-kun sense-”
    “Kau berisik sekali Haruno!” kini Sasuke yang berkata, tampak sekali dia sedang kesal dengan keadaannya saat ini. Menunggu di depan gedung Hokage dan mendapat perhatian dari banyak orang, rasanya seperti sedang di hukum mengelilingi desa dengan tulisan ‘Aku Uchiha sedang mencari Jodoh.’ Bisa-bisa kakeknya menangis guling-guing didalam kuburan sana.
    Andai saja Menma tidak menjemputnya terlalu awal tadi pagi pasti saat ini dia masih memiliki waktu untuk berlatih di doujo kediamannya. “Apa kau lihat-lihat? Kau tahu aku juga terpaksa datang awal seperti ini. Salahkan saja perempuan itu yang dengan tak tahu malunya berlagak menjemputku.” Ucap Menma saat merasakan tatapan membununh dari si bungsu Uchiha.
    Saat kedua pemuda itu sedang adu deathglare sebuah kepulan asap menarik perhatian mereka. Dari kepulan asap yang mulai menipis itu tampak sang guru yang telah dinanti-nanti kedatangannya bersama dengan seorang pemuda pirang yang memasang raut kesal.
    “Jadi alasan Sensei telat karena menjemut anak ini!? Dasar menyusahkan!” rutuk Sakura saat melihat sang sensei datang dengan membawa Naruto yang tengah diikat dengan tambang.
    “Kau memungut anak ini dimana Sensei? Di tempat sampah? Dia bau sekali.” Sindir Menma meluapkan kekesalan yang selama ini dia tahan pada kembarannya.
    “Maa~ Maa~ sudah, jangan berdebat. Kita akan segera manuju ruang Hokage jadi jaga sikap kalian.” Kakashi menduluiu keempat muridnya memasuki gedung Hokage, tak memperdulikan Naruto yang masih terikat di belakangnya.
    ‘Sial. Harusnya hari ini aku berburu di hutan tapi kenapa malah bisa bertemu dengan sensei mesum itu.’ Dengan hati dongkol Naruto berusaha melepaskan ikatan tali yang mengikatnya. Setelah ia berhasil bebas dari kekangan dengan memotong tali itu dengan kunai yang ia sembunyikan di kantong belakang celannya Narutp segera bangkit dan hendak berjalan kembali menuju hutan. Namun belum sampai ia melewati halaman gedung Hokage, suara sang guru kembali terdengar. “Kalau sampai kau tak segera menyusul kami. Kau akan ku hukum.”
    Henghela nafas kesal akhirnya Naruto mengurungkan niatnya dan memilih untuk menuruti kata sang sensei. ‘Untuk kali ini saja’ begitu batinnya.
    Di dalam ruang Hokage tampak Menma yang tengah memandang sang Hokage Ke-empat dengan sengit. Saat Naruto dan Kakashi memasuki ruangan semua mata memandang mereka tepatnya memandang Naruto dengan sorot negatif. “Kenapa ayah masih memasukkan anak tak berguna ini dalam tim ku? Ayah ingin kami semua kena sial dan mati di misi pertama kami?”
    “Ini adalah perintah langsung dari Hokage Ke-tiga. Ayah tak bisa mengubahnya.” Dengan kedua tangan terkatup di bawah dagu Minato memandang Naruto dengan tajam. “Lagipula kalian tak perlu cemas. Misi pertama kalian bukanlah misi yang merbahayakan. Ini misi Rank D : Menangkap kucing milik istri Daimyou (Tora) yang kabur.”
    .
    .
    Kesal. Hari ini tim 7 benar-benar merasa di permainkan. Ini sudah misi ke lima dengan tugas yang sama ‘Menangkap Tora, kucing peliharaan Nyonya Daimyo yang selalu kabur.’ Kucing itu selalu berhasil berkelit dari segala jebakan yang dipasang tim 7, membuat repot dan mengacaukan desa dengan aksi loncat sana loncat sininya. Yah mungkin hanya Naruto satu-satunya yang tampak santai mengikuti kemana kelompoknya itu pergi guna mengejar si kucing. Sikap santainya itu tak urung membuat anggota tim terutama si gadis Haruno menjadi kesal, sering ia memandang si pirang dengan mata penuh benci dan kadang tak segan untuk menghina dan mencemooh namun hal itu tampak tak diperdulikan oleh si pirang.
    Saat matahari telah bersinar terik dan Naruto merasa perutnya perlu diisi, barulah dia mulai bergerak. Dengan langkah yang dipercepat ia mendekati si kucing yang kini tengah bersantai di tengah gang sempit. Saat Naruto mendekat mata kucing itu memandang sapphire didepannya dengan intens tanpa berkedip setelah beberapa detik ia pun mengeong dan beranjak mendekati Naruto dengan manja. ‘dia memang disukai semua binatang’ batin jounin pembimbing tim 7 yang sedari tadi hanya mengawasi dari atas atap.
    .
    “Aku sudah muak! Aku ingin misi yang lebih menantang!” keluhan dari Menma di ruang Hokage menarik perhatian seluruh staf yang sedang bertugas di ruangan itu. Mata sapphire pemuda bersurai hitam itu memandang sang Hokage ke-Empat sekaligus ayahnya dengan garang.
    “Tapi kau dan timmu belum cukup kuat untuk mengambil misi yang lebih tinggi dari Rank D Menma.” Hokage termuda di Konoha itu berusaha membujuk anaknya dengan lembut, ia sangat hawatir jika anaknya yang ceroboh ini terluka apalagi celaka.
    “Bohong! Tim ini harusnya sudah bisa mengambil misi Rank C sejak seminggu lalu. Kenapa sampai sekarang masih tak diizinkan juga? Oh! Apa ini semua karena keberadaan anak tak berguna pembawa sial itu!?” tunjuk Menma dengan sinis pada Naruto yang kini tengah duduk bersila dibelakangnya dengan mata yang terpejam.
    “Bisakah ini dipercepat? Perutku mulai lapar.” Kelopak mata yang menyembungikan iris seindah biru lautan itu terbuka. Memandang sosok pirang dewasa didepannya dengan pancaran mata yang kosong tak memperdulikan pemuda dengan wajah yang mapir sama dengannya itu menatapnya dengan kesal.
    “Kau itu menghalangi perkembangan tim ini! Lebih baik kau mengundurkan diri saja menjadi ninja dari pada menyusahkan orang lain. Dasar anak yatim piatu!”
    “MENMA!” geraman Sasuke yang ada tepat disamping bocah Namikaze itu.
    Sasuke bukam protes atau marah masalah Menma yang menghina Naruto. Tidak. Dia memang kesal dan muak akan tanggapan orang-orang pada satu-satunya Uzumaki itu tapi tak sampai membuatnya harus menegur. Hal yang mengganggunya adalah ketika Menma membawa-bawa masalah yatim piatu. Tidakkah anak itu sadar bahwa Sasuke juga anak yatim piatu?
    “Maa~ maaa~ saya rasa tim ini cukup kuat untuk mengambil misi Rank C. Mereka sudah memiliki kemampuan untuk melindungi.” Dengan santai Hatake Kakashi menghentikan pertikaian yang hampir terjadi. Memberi saran yang cukup membuat Hokage ke-empat yang memang sangat memepercayainya itu menghela nafas.
    “Baiklah. Jika kalian bersikeras maka aku akan memeberikan kalian misi Rank C. Iruka bawa masuk laki-laki itu.” Perintah Hokage pada Iruka yang berjaga didekat pintu masuk ruangan.
    Sesosok lelaki tua dengan botol sake ditangannya memasuki ruangan tersebut. Bau sake yang keras langsung tercium di hidung para ninja Konoha yang tajam dan terlatih.  Menma hanya bisa mengerutkan dahi melihat lelaki itu memasuki ruangan dengan wajah mabuknya. “eng~ jadi kalian yang akan menerima misiku!? Yang benar saja! Bocah seperti mereka tak pantas menerima misiku. Aku menginginkan ninja yang lebih kuat! Bukan bocah lemah tak berdaya seperti mereka.” Lelaki tua itu protes dengan wajah yang memerah entak karena marah atau mabuk.
    “Anda tak bisa protes Tazuna-san. Bayaran yang anda berikan adalah untuk misi Rank C dan mereka sudah cukup kompeten untuk mengambil misi ini. Jika anda menginginkan ninja yang lebih kuat maka anda harus menambah uang bayarannya.” Lelaki dengan luka melintang dihidungnya membaca detail permintaan bantuan yang sebelumnya diajukan oleh lelaki pemabuk itu. Pandangannya menatap Tazuna tajam, tak suka akan sikap lelaki itu yang mabuk di sinang bolong dan dihadapan anak kecil.
    “Ck, baiklah. Aku terima saja. Tapi aku tak bertanggung jawab jika sampai salah satu diantara bocah lemah ini yang mati dalam misi.” Ancam lelaki itu menuju arah pintu keluar.
    “Tenang saja. Misi yang anda berikan adalah misi Rank C, jadi pasti takkan ada hal yang membahayakan. Benarkan Tazuna-can.” Kali ini sang Hokage lah yang angkat bicara, mata birunya memandang lelaki tua itu dengan tajam penuh kecurigaan.
    “Te-tentu saja.” Dengan gugup Tazuna menjawab dan lansung meninggalkan ruangan itu.
    “Misi kalian adalah untuk melindingi Tazuna-san kembali ke desa Nami hingga proses jembatan yang dibangunnya selesai. Ini gulungan misi kalian. Kalian bisa berangkat dua jam dari sekarang.” Iruka menyerahkan sebuah gulungan kepada Kakashi. Gulungan itu berwarna hijau dengan sebel yang terpasang dipermukaannya.
    “Baiklah kalau begitu kami undur diri Hokage-sama.” Kakashi membungkuk hormat bersama Sakura dan Sasuke, sedangkan Menma hanya menyeringai senang dan Naruto hanya menatap kosong kearah jendela. Menatap langit biru tanpa awan.

    TBC




    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan