• Posted by : Yuuki Selasa, 09 Desember 2014


    Bab 3;

    Istana  


    Di dalam perjalanan menuju istana Sebastian terus menerus menggandeng tangan Ciel sambil bersikap protektif. Setibanya di istana Sebastian dan Ciel langsung di bawa menemui Baginda Raja.

    “Yangmulia Baginda Raja, kami telah membawa Pangeran kembali.” Kata seorang pengawal memberi hormat kepada seorang lelaki tua yang berdiri membelakangi mereka.
    “Ya, kalian boleh pergi.” Semua perajurit itu lalu memberi hormat dan meninggalkan Sebastian dan Ciel. Hening beberapa saat, baik Sebastian maupun ayahnya tak ada yang memulai pembicaraan. Sebastian tahu benar bahwa ayahnya saat ini sedang marah, jadi daripada suasana makin dingin kayak di kutub utara mendingan dia mulai bicara.
    “Ayah, maafkan ak…..”
    PLLAAAKKKK……
    Laki-laki tua itu menampar Sebastian dengan kencang hingga wajah Sebastian memerah.
    “Dasar anak tak berguna! Kau tinggalkan adikmu di hutan saat berburu lalu kau pergi bermain-main dengan wanita rendahan ini! Di mana harga dirimu sebagai seorang anggota kerajaan!” kata laki-laki itu murka. Ciel yang mendengar perkataan itu mulai kesal lagi-lagi ia di anggap sebagai wanita, tapi yang lebih membuatnya kesal adalah kelakuan laki-laki tua yang tidak tahu mana yang benar dan salah itu, wajahnya memerah menahan emosi hampir meledak bahkan warna merahnya melebihi tomat. **plakkkk**-di gampar Ciel-
     “Ayah tahu apa megenai kajadian saat itu! Ayah tak tahu kejadian mengerikan apa yang telah ku alami!”
    “A…. apa?”
    “Ayah tak tahukan kalau sebenarnya aku tersesat! Ayah tak tahu kalau aku terlunta-lunta di hutan tak tahu jalan pulang! Ayah tak tahu kalau aku hampir di makan oleh harimau! Ayah tak tahu kalau aku mungkin saja sudah mati kalau Ciel tidak menolongku! Tapi sekarang ayah malah menghina orang yang telah menyelamatkan nyawaku! Apa itu sikap seorang Raja!!” kata Sebastian penuh amarah membabat habis Ayahnya.**nah lo Sebby jadi anak durhaka**
    “Se…. Sebastian, sudah hentikan.” Ciel berusaha menenangkan Sebastian, padahal dirinya juga ingin sekali menonjok muka tua laki-laki di hadapannya ini. Sementara itu Baginda Raja hanya terdiam tak menjawab.
    “Ukhh…. Kau hanya percaya apa yang dikatakan olehnya, tapi tak pernah mau mempercayaiku. Kau tahu. Kau memperlakukanku seperti anak tiri.” Kata Sebastian kesal lalu menggandeng tangan Ciel dan pergi keluar ruangan menuju arah sebuah kediaman megah di sebelah barat istana itu.

    “Kau tidak apa-apa?”tanya Ciel ketika memasuki halaman kediaman itu. Halaman yang indah di penuhi dengan berbagai macam pohon dan juga bunga.
    Sebastian berhenti di tempat dan duduk di tanah, sementara Ciel mengikutinya duduk di samping.
    “Aku tidak percaya Ayah telah menamparku! Dia lebih percaya perkataan Ibu dan adik tiriku di bandingkan aku putra pertamanya. Padahal ia sudah berjanji kepada mendiang ibu bahwa takkan menyakitiku apaun yang terjadi. Tapi…. Ukhhh….” Sebastian sangat sedih dan terpukul atas tindakan yang dilakukan oleh ayahnya, ia menangis dalam diam hanya memandangi rerumputan. **Sebby; kok disini gua cengeng banget ya??, Autor; bodok, suka-suka ku dunn. Pasrah aj dah lu tak buat OOC. Wkwkwkwkwkwkw,.,.,.,.,.##TABOOXXXZZZ## mental jauh gara-gara Sebby**
    Ciel memegang wajah Sebastian dengan kedua tangannya yang lembut dan dingin dengan sangat pelan.
    “Apapun yang terjadi aku akan selalu mempercayaimu.” Kata Ciel sambil mengusap air mata di wajah Sebastian dengan kedua ibu jarinya.“Aku….. akan  selalu ada untuk membelamu! Apapun yang terjadi!” sambungnya sambil memeluk Sebastian dengan lembut.
    “Ya… terimakasih Ciel.” jawab Sebastian menyambut pelukan lembut Ciel.
    ────•••────
    Sebastian dan Ciel berjalan melewati lorong panjang dan besar, di samping kiri dan kanan tampak beberapa lukisan dan potret-potret anggota keluarga kerjaan yang tertata rapi. Setelah berjalan beberapa lama akhirnya Sebastian berhenti di sebuah pintu putih besar yang bergagang perak, di pintu itu terlihat ukiran sulur-sulur tumbihan yang menambah keindahan pintu tersebut.
    Sebastian membuka pintu itu dan mengajak Ciel memasukinya.
    “Mulai sekarang ini adalah kamarmu. Lalu kamarku ada di sebelah sana.”kata Sebastian sambil menunjuk sebuah pintu hitam besar tak jauh dari tempat mereka berdiri.
    “Apa kamar ini tidak terlalu luas untukku? Aku cukup tinggal di kamar pelayan kok.”
    “Aku takkan pernah membiarkanmu tinggal di kamar seperti itu. Kau ku bawa kemari bukan untuk menjadi seorang pelayan. Pokoknya mulai hari ini kau tinggal di sini.”
    “Ukh…. Terserah kau sajalah.”
    “Ya-Yangmulia Pangeran. Ma-Makan malam bersama keluarga akan segera di mulai ha-harap anda segera menuju Istana tengah.”kata seorang maid berkacamata yang terlihat sangat bodoh –Meirin- yang muncul di belakang Sebastian dan Ciel.
    “Sudah waktunya makan malam ya. Aku tidak mau makan malam di Istana Tengah, kalian siapkan makan malam untukku dan Ciel di ruang makan segera.”
    “Ba-Baik Pangeran.”kata pelayan itu lalu pergi meninggalkan Sebastian dan Ciel.
    “Nah, kau ganti pakaian mu dulu. Kau boleh memakai yang manapun kau suka, semua yang ada di kamar ini adalah milikmu. Nanti akan ku perintahkan pelayan untuk menjemputmu.”
    “Baiklah Sebastian.”kata Ciel mamasuki kamar dan menutup pintu.

    Beberapa saat kemudian Sebastian sedang duduk di meja makan menunggu kedatangan Ciel dengan tak sabaran, ia sudah memerintahkan saorang pelayan unuk menjemputnya tapi ia tak kunjung datang. Sudah hampir 5 menit ia menunggu tapi Ciel tak juga menunjukkan batang hidungnya.**awas lo jadi jamuran Sebby**
    Lalu perlahan-lahan dari seberang meja Ciel muncul mengenakan gaun hitam indah dan rambut panjang yang tertata rapi, tubuhnya yang mungil di balut pas dengan gaun sutra, wajahnya yang memang dari sanannya cantik bertambah kecantikannya karena polesan alat make up yang tak begitu tebal tapi manis, untuk kesekian kalinya Sebastian terpesona oleh kecantikan yang di miliki Ciel dan tak mempercayai kenyataan bahwa sosok cantik nan menawan yang ada di depannya saat itu adalah laki-laki. Dengan sikap sopan Sebastian berjalan mendekati Ciel dan menggenggam  tangannya, menuntun Ciel dengan pelan kearah meja makan lalu mempersilakan Ciel duduk.
    “Kau tampak sangat cantik dengan gaun itu.”goda Sebastian saat ia telah duduk di kursinya, yang dibalas dengan tatapan tak suka dari Ciel. “Ada apa?”
    “Bisa tidak jangan berikan aku pakaian perempuan lagi, aku ini laki-laki Sebastian LAKI-LAKI.”kata ciel memberi tekanan pada kata terakhirnya.
    “Tapi aku suka penampilanmu ini. Apa semua malaikat itu ‘cantik’ya? Tak perduli baik itu laki-laki maupun perempuan.”godanya iseng.
    “Sebenarnya tak ada perbedaan gender diantara kaum malaikat. Semua malaikat itu indah, cantik dan menawan hanya saja saat mereka memasuki masa ‘kedewasaan’ mereka akan memilih gender mereka dan mulia bersikap sesuai gender mereka masing-masing walau wajah cantiknya tetap tak dapat di ubah.”
    “Lalu apakah kau sudak memasuki ‘masa’ itu?”tanya Sebastian tanpa ragu. Tak ada jawaban yang di dengarnya, samar-samar terlihat rona merah di wajah mulus Ciel dan di susul dengan gelengan pelan, Sebastian hanya bisa tersenyum melihat pemandangan itu yang menurutnya terlihat –sangat- ‘manis’.
    “I-itu tak ada hubungannya denganmu!”kata Ciel gugup dengan wajah merona merah membuat siapapun yang melihat menjadi tak sadarkan diri, sedangkan Sebastian hanya tersenyum, ‘manis’ batinnya.
    ────•••────
    Setelah makan malam usai Sebastian mangajak Ciel berjalan-jalan berkeliling wilayah Istana Barat. Mereka berjalan-jalan di taman bungan yang indah di hiasi kolam air mancur yang memantulkan cahaya bulan, di dalam kolam itu terdapat beberapa tumbuhan bunga lotus yang sedang mekar dengan sangat indahnya juga beberapa kunang-kunang yang menari di atas pantulan air kolam.
    Setelah beberapa lama berjalan-jalan di taman perhatian Ciel tertuju pada sebuah paviliun kecil di pojok taman. Paviliun itu memang sangat indah tapi ada beberapa bagiannya yang sudah usang dan tak terawat. Di dalam paviliun itu terdapat sebuah meja dan tiga kursi disampingnya. Di sekitar paviliun itu terdapat banyak bunga-bunga yang tumbuh tak beraturan bahkan ada yang sampai sulurnya merambat hingga ke atap paviliun itu.
    “Sebastian, ada apa dengan paviliun itu?”tunjuk Ciel.
    “Itu paviliun yang sudah tua. Dulu saat ibu masih hidup aku sering bermain-main di sana. Ibuku dulu sangat suka bunga, semua bunga di Istana ini ibuku yang menananmnya. Dulu aku, ibu dan ayah selalu melihat bulan dan bintang serta menghabiskan waktu luang bersama di paviliun itu. Tapi setelah ibu meninggal ayah takmau mendekati paviliun itu lagi, lalu setelah ia menikah lagi ia tak pernah mau mendatangi wilayah Istana Barat ini, ia selalu saja mendatangi kediaman Ibu dan Adik tiriku di Istana Timur. Oleh karana itu entah sejak kapan aku juga jadi jarang datang ke paviliun itu.”
    “Oh begitu. Kasihan sekali nasib paviliun itu.”
    “Ya, aku juga baru sadar kalau paviliun itu selama ini tak pernah terawat. Padahal itu tempat yang sangat di sukai oleh ibu.” Setelah berbincang-bincang dan malam sudah cukup larut Sebastian dan Ciel memutuskan kembali ke kamar dan tidur.

    ☆”♥-Bab 3 selesai-♥”☆

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan