• Posted by : Yuuki Selasa, 09 Desember 2014





    Bab 5;
    Perang
              Sebastian dan Ciel menyusuri jalan didamping dua orang pengawal, mereka berjalan menuju tempat Baginda Raja berada. Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan meja panjang dan lima kursi di sampingnya. Diujung meja telah duduk Baginda Raja dan di sebelah kanannya ada seorang wanita dan di samping wanita itu ada seorang pemuda yang hampir sebaya dengan Sebastian.
              “Wanita di samping ayahku adalah Ibu tiriku namanya Elizabeth dan itu putranya Claude.”kata Sebastian pelan sambil menyusuri ruangan menuju kursi disebelah kiri Raja.
              “Bukankah rapat ini dihadiri keluarga kerajaan saja, kenapa orang luar ini malah ikut juga?”kata Elizabeth.
              “Mungkin dia ketakutan karena tidak ada yang membelanya Ibu.”jawab Claude mengejek.
              “Sebastian, aku hanya memanggilmu kenapa wanita ini juga ikut kau bawa.”kata Raja kemudian.
              “Memangnya salah? Mereka berdua, sementara aku sendiri apakah itu tidak adil? Lagipula aku juga butuh pendampingkan. Ayah takbisa ikut campur masalah pribadiku terus menerus.”
              “Terserah kau saja lah. Cepat duduk!”
              Sebastian lalu mempersilakan Ciel duduk di kursi yang sejajar dengan Claude sementara ia sendiri duduk di samping Raja sejajar dengan ibu tirinya. Sempat terlihat raut wajah tak suka dari kedua orang yang duduk di depan Ciel itu tapi Ciel tak begitu memperdulikannya. Sementara Claude yang bermata gold itu terus memandangi Ciel dari balik kaca mata yang di kenakannya.
              “Baiklah. Aku akan mulai rapat kali ini. Kalian pasti sudah tahu bahwa kerajaan Leviath kita sedang mengalami serangan dari kerajaan tetangga tepatnya dari Kerajaan Filiann. Masalahnya kita belum tahu rencana apa yang akan mereka gunakan untuk menyerang kita. Tugas kalian adalah untuk mencari tahu hal itu. Apa kalian bisa?”
              “Sebenarnya aku sudah menyuruh orang untuk mencari tahu hal itu sejak beberapa minggu yang lalu. Kebetulan orang itu sudah kembali hari ini. Boleh aku memanggilnya Ayah?”kata Claude sedikit menyindir Sebastian.
              “Silakan Claude.”
              “Hei kamu pengawal yang disana. Cepat bawa orang itu kemari.” Kata Claude memerintah seorang pengawal yang berjaga di depan pintu. Dengan sigap pengawa itu melaksanakan perintahnya.
    Taklama kemudian pengawal itu datang bersama seorang yang memakai tudung putih. Orang itu berjalan dengan perlahan menuju arah Claude, rambut orang itu pirang pendek bergerak-gerak setiap ia melangkahkan kakinya, kulitnya yang putih tertutup jubah panjang hingga semata kaki.
    “Ayah, perkenalkan. Orang ini adalah orang yang kuperintahkan untuk mencari informasi itu. Namanya Alois!”
    Orang itu membuka tudungnya. Wajah yang sudah lama tak dilihat oleh Ciel, lebih tepatnya wajah yang takpernah ingin ia lihat lagi. Amarah berkecambuk di dalam hati Ciel, ia berusaha menahanya sambil mengepalkan tangannya dengan erat.
    “Yangmulia Baginda. Hamba Alois memberihormat.” Katanya sambil membungkuk dengan sopan.
    “Informasi apa yang kau miliki anak muda?”
    “Setelah hamba melakukan penyelidikan selama beberapa hari hamba mendapatkan kesimpulan bahwa Kerajaan Filiann akan melakukan penyerangan dari dua tempat.”
    “Apa kau tahu dari mana mereka akan melakukan serangan?”
    “Maaf baginda. Hamba kurang tahu.”
    “Hemm, begitu rupanya. Terimakasih banyak informasimu sangat berguna.”
    “Ini bukanlah apa-apa Yangmulia.”
    “Bukankah Claude anak yang cerdas suamiku. Dia bisa mencari tahu informasi yang kita butuhkan bahkan tanpa kita memintanya. Beda sekali dengan seseorang.” Kata Elizabeth menyindir Sebastian.
    “Ya, kau benar Elizabeth.”kata baginda terusterang. Sebastian yang mendengarnya tampak sangat sedih hingga kesedihanya tampak di wajahnya yang biasanya terlihat tenang, Ciel yang mengetahuinyapun akhirnya bicara.
    “Yangmulia Baginda Raja. Kalao boleh hamba berbicar hamba akan menyampaikan sebuah pendapat yang hamba pikirkan mengenai peperangan ini.”
    “Orang luar tidak perlu ikut campur.”kata Elizabeth ketus.
    “Apakah orang luar sepertiku tidak boleh membantu kerajaan memenangkan perang Yangmulia Ratu?”
    “Tidak. Kau boleh melakukannya.”kata Baginda Raja memberi kesempatan.
    “Yangmulia Raja. Menurut hamba Kerajaan Filiann akan melakukan penyerangan didua titik yang berjauhan. Dari keadaan geogarafi menurut hamba mereka akan menyerang dari Utara di antara celah pegunungan dan dari timur di dalam hutan yang lebat. Tapi itu semua mungkin saja adalah jebakan Karena tujuan utama mereka adalah menduduki Ibu Kota.”
    “Apa kau yakin?”
    “Hamba sangat yakin Yangmulia. Selagi kita di sibukkan oleh peperangan yang terjadi di Utara dan Timur jumlah prajurit di Ibu Kota akan berkurang dan memudahkan mereka untuk menyerangnya. Kemungkinan berhasilnya adalah hampir 60%.”
    “Kenapa kau bisa seyakin itu?”
    “Karena dari segi jumlah pasukan, apsukan milik Kerajaan Filiann dua kalipat jumlah pasukan kerajaan kita. Jadi mereka akan melakukan rencana yang memudahkan mereka untuk menang telak.”
    “Bukankah di kerajaan ini banyak pejuang yang tangguh!”
    “Setangguh apapun pejuang yang ada disini takkan mungkin mereka bisa berada di tiga tempat sekaligus Yangmulia.”
    “Apa kau punya saran tertentu?”
    “Bagaimana kalau di bagi menjadi tiga pasukan saja Ayah?”kata Sebastian dengan mantap dan tanpa keraguan.
    “Lalu seperti apa pembagiannya?”
    “Aku dan juga Claude, salah satu dari kami akan ke Utara dan satunya lagi ke Timur, sementara Ayah bisa tetap berada di Ibu Kota. Sebagai Raja ayah takboleh meninggalkan Ibu Kota.”
    “Ya. Menurutku juga masuk akal. Lalu siapa diantara kalian yang akan ke Utara?”
    “Aku tidak suka tempat yang dingin jadi biarkan aku yang ke Timur Ayah.”kata Claude mendahului Sebastian.
    “Kalau begitu biar aku saja yang ke Utara Ayah.”
    “Apa tak apa-apa. Wilayah utara terlalu jauh dari Ibu Kota.”
    “Tak apa Ayah.”
    “Kalau begitu aku akan memberikan pasukan lebih banyak padamu.”
    “Jangan! Justru itulah yang mereka harapkan Yangmulia. Mereka akan memenfaatkan kecemasan kita. Saat pasukan untuk utara lebih banyak Ibu Kota dan juga yang ke Timur akan kekurangan pasukan. Lebih baik pasukan di bagi sama rata saja.”kata Ciel dengan serius.
    “Baiklah kalau begitu. Pasukan kita bagi menjadi tiga sama rata. Sebastian ke Utara dan Claude ke Timur, sementara aku sendiri di Ibu Kota. Kalian persiapkan perbekalan pasukan kalian masing-masing dan bawa orang-orang kuat kepercayaan kalian. Besok pagi-pagi sekali kaian langsung berangkat. Kalian mengerti?”
    “Hamba mengerti Yangmulia Raja.”kata seluruh penghuni ruangan sambil berdiri dari kursinya.
    “Baiklah. Rapat kali ini kita sudahi dulu. Kalian boleh pergi.”kata Baginda Raja dengan tegas. Elizabeth, Claude dan Alois adalah yang pertama kali pergi meninggalkan ruangan dengan wajah yang kurang puas sementara Sebastian dan Ciel masih berdiri di tempat, tangan Sebastian menggandenga tangan Ciel dengan erat.
    “Oh, ya. ngomong-ngomong siapa namamu Nona?”kata Raja menyapa Ciel.
    “Nama hamba Ciella Vinc Phantohive, Yangmulia.”katanya sambil membungkuk dengan anggunnya, walau dalam hati ia ingin sekali berteriak ‘AKU INI LAKI-LAKI’ kepada si Raja tua ini, sementera Sebastian hanya tersenyim geli mlihat samua orang manganggap Ciel itu Perempuan.
    “Nama yang bagus. Aku minta maaf atas kelancanganku sebelumnya. Aku juga sangat berterimakasih atas pertolonganu karna telah menyelamatkan putraku yang bodoh ini.”
    “Itu bukanlah apa-apa Yangmulia.”
    “Kalau begitu aku pergi dulu.”
    “Ya, silakan Yangmulia.”usai Ciel berkata demikian Baginda Raja meninggalkan Sebastian dan juga Ciel di dalam ruangan sambil tetap bergandengan tangan.
    “Perang di utara ya!”kata Sebastian datar.
    “Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Bahkan kemedanperang sekalipun.”kata Ciel mempererat genggamannya. Sebastian pun melakukan hal yang sama.

    ☆”♥-Bab 5 selesai-♥”☆


    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan