- Home>
- Angel Tears Wasted 8
Posted by : Yuuki
Selasa, 09 Desember 2014
Yang Selamat.
Sehari kemudian, di wilayah Hutan Timur.
Seorang
perajurit memacu kuda tunggangannya dengan kencang menembus lebatnya hutan
wilayah timur. Dapat di pastikan arah yang di tujunya adalah perkemahan tempat
Pangeran Claude berada. Tak beberapa lama kemudian akhirnya ia tiba di
perkemahan itu, dengan segera ia turun dari kuda tungganganya dan berlari menghampiri Pangeran Claude yang
tengah bersantai di bawah rerimbunan pohon di temani Alois di sampingnya yang
sedang sibuk membaca buku yang entah apa itu.
“Pangeran
Calude, hamba perajurit dari Ibu Kota datang kemari untuk menyerahkan pesan
yang di titipkan Yang Mulia Baginda Ratu.”ucap perajurit itu sambil berlutut
dan menyerahkan sebuah gulungan pesan.
“Hemm,
baiklah.” -ucap Claude sambil mengambil gulungan pesan yang di berikan
perajurit itu.- “kau boleh pergi”lanjutnya kemudian. Setelah perajurit itu
menyingkir dari hadapannya Calude lalu membuka pesan itu perlahan.
“Apa yang di
katakan Ratu, Calude?”tanya Alois penasaran.
“Ngg~ Ibu Kota
saat ini di serang, kita di minta untuk segera kembali sesegera mungkin.”
“Lalu apa yang
akan kita lakukan? Apakah kita akan meninggal tempat ini tanpa penjagaan atau
kita bagi pasukan kita?”saran Alois.
“Kita bagi
pasukan 60% tinggalkan di sini sementara sisanya ikut ke Ibu Kota. Kau atur
saja pasukan yang mana yang akan ikut, aku mau beres-beres dulu.”
“Baiklah.”ucap
Alois lalu meninggalkan Claude untuk mengatur pasukan yang akan di bawanya.
────•••────
“Pasukan 3,4
dan 5 segera bersiap-siap untuk kembali ke Ibu Kota bersama Pangeran. Sementara
sisanya tetap bersiaga di sini hingga pemberitahuan lebih lanjut. Kita akan berangkat
satu jam lagi jadi jangan lama.”kata Alois memberi pengarahan kepada
pasukan-pasukannya.
“Yer Sir.”ucap
seluruh pasukan serempak.
“Bagaimana?
Sudah kau umumkan?”tanya Claude yang baru saja keluar dari tendanya.
“Ya, sudah. Aku
katakana bahwa kita akan berangkat satu jam lagi, pasukan yang akan kita bawa
adalah pasukan 3,4 dan 5.”
“Baiklah, ayo
kita ambil kudanya.”
“Ya.”
Satu jam kemudian sesuai dengan
pengumuman yang di sampaikan oleh Alois seluruh pasukan yang dipilih telah siap
berangkat menuju Ibu Kota sambil membawa beberapa bekal untuk di perjalanan
karena jarak yang perlu di tempuh dari tempatnya berada hingga ke Ibu Kota
adala satu hari penuh.**jarak ke utara lebih lama dan jauh**
“Baiklah. Kita berangkat sekarang.”ucap Claude
memberi aba-aba kepada pasukannya. Ia lalu memacu kuda coklat tunggangannya
dengan kencang di ikuti Alois dan pasukannya di belakang.
Sementara
itu di Wilayah Utara.
Satu hari
telah berlalu sejak penyerangan yang di lakukan oleh pasukan kerajaan Leviath
kepada pasukan kerajaan Filiann. Banyak korban jiwa yang berjatuhan, darah menggenang
mengubah salju yang awalnya putih suci menjadi merah darah, tangisan jiwa-jiwa
yang bergentayangan memohon bantuan dan belaskasihan para lawan.
Tak jauh dari tempat mayat-mayat itu
berserakan, di tepi tebing curam yang dalam dan gelap. Tampak dua orang pemuda
yang sedang bertarung dan seorang gadis *setidaknya
dari jauh terlihat begitu* yang tengah melawan seorang perajurit dari
kerajaan Leviath. Pakaian mereka penuh dengan bercak dan noda darah, bagian
tubuh mereka terluka, tersayat mengalirkan darah merah mewarnai salju yang
putih.
Ciel. Orang yang berpenampilan layaknya seorang gadis itu terus melakukan
manuver-manuver serangan kearah perajurit yang menjadi lawannya. Tangan
mungilnya yang kurus memegang sebilah pedang hitam berhiaskan batu ruby yang
entah kenapa menyala saat pedang itu bermandikan darah. Gaun hitam sutranya
yang panjang berkibar-kibar seiring dengan pergerakannya, tak terlihat keraguan
ataupun ketakutan di mata sapphire
gadis –pemuda- itu, yang ada hanya
keinginan kuat untuk tetap hidup dan membunuh setiap orang yang hendak
menyakitinya.
Tak jauh dari tempat Ciel, di dekat
bibir jurang tampak dua orang pemuda sedang mengayunkan pedang mereka untuk
saling menghancurkan satu sama lain. Keinginan bertahan hidup memenuhi pikiran
mereka. tak sedikitpun mereka gentar akan kondisi sekitar mereka yang penuh
mayat-mayat bergelimpangan. Sebastian, nama pangeran kerajaan Filiann itu harus
bertahan dan berusaha mati-matian untuk bertahan dan mengalahkan Charles Grey,
panglima dari kerajaan Leviath. Pakaian putih yang di kenalan oleh Grey terlihat kontras dengan
bercak-bercak darah yang menghiasi hampir seluruh tubuhnya.
Perlahan-lahan salju mulai turun
kembali menyiramkan benda putih seringan kapas ke permukaan tanah merah
tergenang darah. Hawa dingin menusuk tulang menjalar di tubuh para petarung
kerajaan yang mengharapkan kemenangan. Tubuh yang sudah di gerakkan sejak 24
jam yang lalu tanpa henti mulai kehilangan kekuatannya, serangan-serangan yang
di lontarkan mulai memelan, tangkisan-tangkisan yang di lalukannya mulai
menghilanng ketahanannya. Kekuatan untuk menggerakkan kaki dan mengayun pedang
yang berat mulai menghilang bersamaan dengan turunnya salju dan menurunnya suhu
di wilayah utara itu.
“Kenapa
pangeran Sebastian? Kenapa kekuatanmu menurun? Apa karena suhu tubuh yang
menurun dan daya tahan tubuhmu terhadap wilayah utara yang lemah?”
“Hah..
tu-tup.. mulutmu hahh…. Grey hahhh…”kata Sebastian dengan nafas yang jauh dari
kata normal, ia kembali melancarkan serangannya kearah Charles Grey tapi berhasil
di tangkisnya sehingga membuat ia terlempar beberapa meter dari pinggir tebing.
“Kau yang
tinggal di wilayah yang hangat takkan bisa bertarung dengan gesit di wilayah
utara yang dingin walaupun kau adalah petarung yang handal di sana tapi disini
kau tak lebih terlihat seperti seorang amatiran.”ucap Grey sambil melancarkan
serangan balik.
Di tempat Ciel
TTRRRAAANNGGGGGG
Dua pedang saling berbenturan dengan
keinginan bertahan dan menyerang. Sebilah pedang hitam milik Ciel berhasil
menembus pertahanan milik lawannya dan menorehkan luka dalam di dada lawan,
darah merah hangat mengucur deras menyirami salju putih memunculkan aroma amis
yang menyengat hidung.
“Mati kau
manusia rendahan.” Ujar Ciel sembari menusukkan pedang hitamnya ke kepala
lawannya yang sudah sekarat di tanah. Mata sapphire-nya
yang indah terlihat kosong, aura kegelapan menyelimuti tubuhnya membuat ia
tampak sangat mengerikan.
Ciel P.O.V
TTRRRAAANNNGGGGGG
DEG…
Perasaan
apa ini?
Tadi itu
terdengar dari arah Sebastian berada. Jangan-jangan akan terjadi sesuatu
padanya. Aku harus segera menolongnya!
END Ciel P.O.V
TTRRRAAANNNNGGGGG
Pedang Sebastian bertemu dengan pedang
Grey, namun kekuatan Charles Grey jauh di atas Sebastian sehingga lagi-lagi ia
terlontar kebelakang membuatnya tersungkur di tanah.
“Mati kau
pangeran lemah!”ujar Grey menendang Sebastian lalu menebasnya dengan pedang.
Sebastian P.O.V
Akh!
Sial
kekuatanku menurun, apa tak ada cara untuk mengalahkannya? Sial. Andaikan aku
bisa lebih kuat darinya.
“Mati kau
pangeran lemah!”
Ga-gawat
dia akan membunuhku.
“Akh!”
Sial.
Habislah sudah hidupku.
“SEBASTIAAAANNNNNNN!!!!!!!!!!”
DEG.
“CI-CIEL!
Jangan kemari!!!”
Terlambat,
pedang itu sudah tak bisa di hindari lagi.
────•••────
Hangat.
Rasanya hangat. Bukankah di utara itu
dingin? Atau jangan-jangan aku benar-benar sudah mati? Ku buka mataku perlahan.
Hal yang pertama ku lihat adalah hitam. Lalu aku rasa ada seseorang yang
merangkulku dari depan dan aku merasa tubuhku tak berpijak lagi di permukaan
tanah. Tangan putih bak porselin ini, gaun sutra hitam yang lembut ini.
Jangan-jangan…
“Ci-ciel!”
“Aku….
pasti akan selalu berasamamu Sebastian!”
Tersenyum,
dia tersenyum.
Senyuman
yang indah itu kenapa terlihat sangat menyedihkan? Dan seperti menahan pedih di
hati?
END Sebastian P.O.V
Ciel P.O.V
“Aku….
pasti akan selalu bersamamu Sebastian!”ucapku lirih sambil tersenyum.
Senyum
lembut pertama yang ku perlihatkan padanya, tapi sepertinya ia bisa menangkap
rasa sakit yang tersirat dalam senyumku itu. Yah! Wajar saja ia bisa
melihatnya, karena setelah ini kemunginan aku bertahan hidup tidaklah besar.
Perlahan
sembari terus memeluk Sebastian agar tak lepas, aku memusatkan seluruh kekuatan
yang ku miliki ke punggungku.
Sakit!
Rasanya
sakit sekali. Seperti tercabik-cabik, dapat kurasakan luka cambukan yang dulu
ku dapatkan terbuka lagi, meneteskan darah hitam yang merembes mewarnai
punggungku.
BBRREEETTTTT…..
SRREEETTT……
SRREEETTTT
Sayap
hitam ku muncul dengan mencabik-cabik punggungku, menorehkan luka baru pada
punggungku yang sudah penuh dengan goresan luka.
Nyeri.
Nyeri
sekali dan juga sakit.
Setelah
seluruh sayap hitamku terbentang sempurna, aku mulai mengepakkannya secara
perlahan, walau aku harus menahan rasa sakit yang tak dapat ku ucapkan. Bibirku
terkatup rapat menghalangi setiap teriakan dan rintihan kesakitan yang ingin ku
keluarkan.
“Ukh.”
END Ciel P.O.V
Sebastian P.O.V
BBRREEETTTTT…..
SRREEETTT……
SRREEETTTT
Hitam.
Sayap
hitam berlumuran darah itu muncul dari punggung putih Ciel. Darah hitam menetes
pada beberapa bagian sayap hitam itu beberapa di antaranya berhasil mengenai
wajahku. Setelah terbentang sepenuhnya sayap itu mulai bergerak perlahan lahan,
darah hitam yang mengalir di permukaannya menetes terjatuh ke permukaan tanah
yang berada jauh di bawahku.
Di
bawahku?
Ahh~
benarjuga, aku saat ini sedang terbang.
Tunggu?
Terbang?
HUUAAAAA-AAA
TERBANG.
AKU SEDANG TERBANG! BAGAI MANA INIIIIII!!!!!
“Ukh”
kudengar Ciel mengeluarkan rintihan kecil dari bibir mungilnya, pasti sakit
rasanya, walau aku tak bisa melihat bagaimana ekspresi wajahnya saat ini tapi
aku yakin sekali bahwa dia sedang kesakitan.
“Ci-ciel.
Kau tidah apa-apa?”
“…”tak
ada jawaban, ku tengadahkan kepalaku perlahan sambil sesekali mengucapkan
namanya.
“Ciel?
Ci-“
Merah.
Mata sappire Ciel berwarna merah
menyala. Ada apa ini sebenarnya?
Gyuutt
?. ku
rasakan dekapan Ciel semakin erat. Apakah dia baik-baik saja? Apa ini salah
satu kekuatan yang di milikinya?
“Mati!
Kalian semua harus mati.”bisik Ciel di telingaku. Perlahan aku merasakn aura
dingin mencekam di susul dengan tekanan angin yang semakin meninggi.
“Iblis!
Jadi kau seorang IBLIS!”
Suara
itu? Suara Charles Grey. Sial aku tidak bisa melihat apa-apa. Ciel mendekap
tubuhku dengan erat hingga aku tak bisa melihat apa-apa selain hitam dari gaun
yang di kenakannya.
WUUSSSSSS
Lagi-lagi
aku merasakan tekanan angin di sekelilingku, tekanan yang sangat kuat hingga
bisa membuatku merinding ketakutan.
“AARRGGGG!!!”
Itu
erangan Grey. Ada apa sebenarnya ini?
“Daara
(Angin Topan).”bisik Ciel pelan tapi masih dapat ku dengar di telingaku.
“HHUUUAAAAAA”terdengar
lagi teriakan-teriakan kesakitan dari orang-orang yang ada di bawah sana, tak
lama kemudian semuanya menjadi hening samar-samar ku cium bau amis yang
menyengat indra penciumanku tak bisa ku bayangkan seberapa banyak darah yang
tertumpah di bawah sana.
Perlahan-lahan
kurasakan Ciel mulai menurunkan ketinggiannya hingga akhirnya ku rasakan kakiku
berhasil menyentuh permukaan tanah.
Setelah
aku berdiri dengan mantap di atas kakiku, ku pandangi ekspresi wajah Ciel yang
telah melepaskan pelukannya.
“Maaf,
Sebas. Aku tak bisa menolong yang lain selain dirimu.”lirihnya, ekspresi
wajahnya sangat tersiksa, air mata mengalir di pipinya menetes dan jatuh ke
permukaan salju yang merah.
“Ciel?
Kau ti-“
BRUUKKK
“Ci-ciel?
Hei kau taka pa-apa? Bertahanlah!”
Lagi-lagi
Ciel terluka untuk melindungiku. Dia jatuh tengkurap, sayap hitamnya tertutup
masih meneteskan darah hitam,
SSREETTTTTTT
SSYYYUUUUTTTTT
Sayap
hitam itu perlahan-lahan masuk kembali kedalam tubuh Ciel, erangan dan rintihan
terucap di bibirnya yang mungil walaupun ia sudah kehilangan kesadarannya. Luka
lagi-lagi tertoreh di kulit punggungnya yang mulus menambah deretan luka-luka
yang tak ku ketahui penyebabnya.
Perlahan-lahan
setelah aku menutupi(membalut) lukanya dengan kain seadanya aku lalu menggendongnya
ala pengantin dan membawanya pergi dari tanah utara yang dingin dan penuh akan
darah merah, tak jauh dari tempatku saat ini dapatku lihat banyak mayat-mayat
bergelimpangan tak perduli itu dari pasukan kerajaan Filiann ataupun kerajaan
Leviath, di antara mayat-mayat itu kulihat tubuh orang yang beberapa waktu lalu
hampir membunuhku,, Earl Charles Grey.
END Sebastian P.O.V
────•••────
Ibu Kota kerajaan Filiann.
Sehari setelah penyerangan yang di
lakukan oleh pasukan Leviath yang di pimpin oleh Pangeran Edward kondisi Ibu
Kota sangat jauh dari kata baik. Banyak rumah-rumah penduduk yang hancur dan
terbakar. Di sepanjang jalan-jalan kerajaan terdapat banyak mayat-mayat dari
penduduk yang tak berdosa. Tak jauh dari pintu masuk Ibu Kota terlihat asap
tebal yang membumbung tinggi ke angkasa. Mayat-mayat bergelimpangan dan darah
merah berceceran di permukaan tanah.
TRAAAANNNGGGG
Suara dua
bilah pedang berbenturan mengisi kesunyian yang mencekam di sekitar tempat itu.
Seorang lelaki tua mengenakan lambang kerajaan Filiann tengah berhadapan dengan
seorang pemuda yang mengenakan lambang kerajaan Leviath, mereka tak lain dan
tak bukan adalah Raja Kerajaan Filiann dan Pangeran Edward dari kerajaan
Leviath. Dapat di lihat siapa yang selama ini memimpin pertempuran ini dari
kondisi fisik mereka.
“Sebaiknya
kau menyerah saja Raja tua.”ucap Edward sambil melancarkan serangan kepada Raja
Filiann.
“hahh….
Tak semudah itu…. kau akan bisa mengalah….kanku Pangeran Edward. Butuh lebih
dari 1.000 tahun….untuk kau melakukan….itu semu ukh.. uhuk…uhuk….”
“Benarkah?
Padahal tak lama lagi kau akan mati di tanganku. Kau sombong juga ya Raja tua!”
“Ukh…. Berisik
kau!”geram raja sembari melancarkan serangannya kearah Pangeran Edward yang
tentunya berhasil di tangkisnya.
“Huuhhh
Lemah kau. Hiaaahhhhhh……”sebuah sabetan pedang di lancarkan oleh Pangeran
Edward dan berhasil melukai dada Raja Filiann.
“Akh.
Uhukk…. Ohok…. Ohok….”luka yang di dapat oleh Raja Filiann cukup dalam hingga
ia tersungkur ke tanah dan memuntahkan darah.
“Kau
benar-benar lemah. MATILAH KAUUUUUU!!!!!!”sekali lagi pedanng melayang kearah
kepala Raja Filiann tak butuh banyak waktu untuk dapat memutuskan kepala itu
dari badannya.
SYYUUUTTTTT
“AKH!!!”
sebuah anak panah menancap di pergelangan tangan Pangeran Edward membuat pedang
yang awalnya di genggamnya dengan kuat menjadi jatuh ke tanah.
“Cepat.
Selamatkan Raja dan bunuh Pangeran itu!!” teriak laki-laki yang memanah
pergelangan tangan Pangeran Edward yang ternyata adalah Pangeran Claude yang
sudah kembali dari Wilayah Timur.
Calude P.O.V
“Cla-Claude!?
Kenapa- kau bisa a-da disini?”ucap Raja terpotong-potong.
“Ayah!
Aku datang untuk menolongmu, bertahanlah!”ucapku begitu sampai di hadapan ayah,
akupun langsung memangku tubuhnya yang terbaring di tanah sementara Alois ku
perintahkan untuk melawan si Brengsek Edward yang telah melukai ayahku.
“Cla-claude?
Kau- di-mana? Diman-a Seba-stian?”lirih ayah dalam dekapanku.
DEG.
“A-aku
tak tahu! belum ada kabar apapun dari prajurit di Utara. Ayah harus bertahan
bila ayah ingin mengetahui keadaanya.”
“Ti-dak.
Aku sud-ah tak kuat la-gihh. Ka-u haru-us menja-ga kaka-akmu.”
“Ayah!
Bertahanlah!”
“Ukh Aa-
ohok… ohok…hhhh Cla-ude lin-dungi kera-jaan i-ni~~”
Hilang.
Hembusan
nafas ayah hilang, denyut jantungnya…..
“A-ayah?
Ayah!”ku panggil ayah terus menerus sambil mengguncang-guncangkan tubuhnya tapi
tak ada respon apapun. Ayah sudah MATI.
“A-ayah! AYYAAAHHHHHHHHH!!!!!!!!!”teriakku
seperti orang kerasukan. Walaupun ayah tak pernah memberikan perhatiannya
padaku tapi aku tetap sangat menyayangi ayah. Dia ayahku satu-satunya yang ku
miliki. Takkan ku maafkan. TAKKAN KU MAAFKAAANNNN!!
“BUNUHHH!!
BUNUH MEREKA SEMUAAAA!!!!!”
END Claude P.O.V
Normal P.O.V
“BUNUHHH!!
BUNUH MEREKA SEMUAAAA!!!!!”teriak Calude geram. Serempak seluruh pasukan
kerajaan Filiann yang masih selamat langsung melakukan serangan kepada pasukan
kerajaan Leviath.
“Sial!
MUNDURR!! Semua kita MUNDUURRRR!!”teriak Edward memerintahkan seluuuh pasukan
mereka untuk kembali ke kerajaan Leviath.
────•••────
Beberapa hari setelah Penyerangan di Ibu Kota.
Keadaan Kota hari ini masih sepi,
seperti Kota mati, beberapa fasilitas kerajaan dan rumah-rumah penduduk yang
rusak di biarkan terbengkalai begitu saja, tubuh-tubuh yang kehilangan nyawa
telah di evakuasi tapi khusus untuk pasukan Leviath mayat-mayat mereka telah di
buang ke sungai, laut dan jurang.
Istana Kerajaan.
Para Mentri
tengah berkumpul di Aula Istan membicarakan langkah-langkah yang akan di ambil
untuk menghadapi Kerajaan Leviath dan menentukan siapa penerus kerajaan
berikutnya. Para Mentri itu terlihat cukup gelisah duduk di hadapan Sang Ratu
yang tengah termenung di singgasananya di smapingnya terlihat Pangeran Calude
yang berdiri di damping seorang anak lelaki manis beramut pirang (Alois).
“Menurutku
satu-satunya yang pantas menggantikan posisi baginda Raja adalah Pangeran
Claude.”ucap seorang mentri.
“Tapi,
Pangeran Sebastian adalah putra pertama dan sesuai tradisi putra pertama lah
yang pantas menggantikan posisi Baginda Raja!”ucap Mentri di sisi lain.
“Tapi,
sampai saat ini posisi keberadaan Pangeran Sebastian belum di ketahui, kita tak
mungkin terus menunggunya kembali. Sekretaris Kerajaan apa Baginda Raja tak ada
memberikan wasiat apapun?”tanya mentri yang lain kepada seorang wanita yang
mengenakan pakaian serba merah.
“Ada.
Tapi itu rahasia. Yangmulia Baginda Raja tak ingin seorangpun tahu sebelum
perang benar-benar berakhir.”ucap wanita merah itu.
“Tapi
siapa yang akan memerintah untuk saat ini? Sampai saat ini perang terus terjadi
dan belum ada jalan pemecahannya.”ucap mentri di samping baginda Ratu.
“Untuk
sementara Baginda Ratu lah yang akan memerintah hingga perang selesai, sesuai
dengan teradisi sebelum-sebelumnya.”ucap mentri merah itu lagi.
“Baginda
Ratu, sudikah anda memerintah kerajaan untuk sementara sampai perang ini
berakhir?”tanya mrntri tua di dekat sana.
“Bila itu
keputusan kalian maka aku bersedia.”ucap Ratu padahal aslinya dia sudah sangat
senang.
‘Dengan begini, kemungkinan Putra ku Claude menjadi Raja
sangatlah besar.”
☆”♥-Bab 8 selesai-♥”☆
