- Home>
- Angel Tears Wasted 6
Posted by : Yuuki
Selasa, 09 Desember 2014
Bab 6;
Utara.
Keesokan
harinnya.
Pagi-pagi
sekali Sebastian dan Ciel telah siap di depan gerbang istana bersama pasukannya
begitu pula dengan Claude dan juga Alois. Setelah Baginda Raja menyampaikan
pesan-pesannya mereka pun berangkat menuju tujuan masing-masing.
Jujur saja perjalanan menuju Timur jauh
lebih mudah dari pada menuju Utara karena medan yang di tempuh di utara sangat
sulit dan berliku-liku. Mereka harus melewati lembah, ngarai perbukitan dan
juga sebuah gunung tinggi barulah mereka akan tiba di perbatasan utara
kerajaan.
Dalam perjalanan ke sana pasukan Sebastian
harus berusaha dengan sangat keras, bukan hanya karena medannya yang sulit tapi
juga karena di wilayah utara pemukimannya sangat sedikit hanya saja binatang
buas di wilayah utara tak sebanyak di wilayah timur.
Setelah beberapa lama berjalan akhirnya
pada malam ke lima mereka pun tiba di wilayah utara yang dingin dan segera
mendirikan tenda. Seluruh permukaan tanah berwarna putih, tak ada warna lain
selain warna putih itu. Pepohonan yang menjulang tinggi di tutupi salju,
permukaan tanah yang biasanya dilihat berwarna coklat hangat kini terasa dingin
menusu tulang. Sejauh mata memandang hanya ada warna putih saja.
Sebastian berada di sebuah tenda besar yang
berwarna putih dengan lambang singa kerajaan berwarna hitam, di dalam sana juga
ada Ciel yang sedang berdiskusi dengan Sebastian. Sedangkan para pengawal sibuk
mendirikan tenda untuk dirinya masing-masing di luar dan juga menyalakan api
unggun.
Setelah semua persiapan bermalam selesai di
siapkan Sebastian pun memerintahkan seluruh pasukan (kecuali yang sedang
berjaga) berkumpul mengelilingi api unggun yang berada di tengah perkemahan.
“Baiklah, kita akan atur setrategi untuk
bertahan dari serangan lawan. Kalian tentu sudah tahu bahwa perbatasan utara
ini sangat jauh dari ibu kota sampai-sampai di wilayah ini sering kekurangan
pasukan untuk bertahan. Karena kalian belum terbiasa dengan wilayah utara ini
maka dalam satu regu akan berisi 30 samapi 40 orang yang akan berjaga di
sekitar tempat perkemahan ini. Lalu besok pagi-pagi sekali aku ingin 20
diantara kalian mencari pohon tertinnggi di wilayah dekat perbatasan dan
mendirikan menara pengawasan disana. Aku sudah membagi kalian menjadi beberapa
kelompok dan sudah menentukan pos-pos berjaga kalian dan jumlah dari seluruh
kelompok ada 10 dan 2 kelompok menara pemhawas yang akan berjaga bergantian.”
Ciel lalu maju mendekati barisan dan menyerahkan daftar nama dan kelompok itu.
“Harap kalian segera berbaris menurut
kelompok, kelompok 1 di sisi kanan Pangeran di ikuti kelompok 2 dan seterusnya
kelompok menara pengawas berbaris di ujung sebelah kiri.”kata Ciel setelah
membagikan daftar kelompok dan kembali kesisi Sebastian.
“Yes. Ma’am!”semua prajurit lalu berbaris
dengan rapi sesuai intruksi yang di berikan Ciel, Ciel sedikit bergidik waktu
di panggil ‘Ma’am’, mau gimana lagi, tampangnya yang rada -sangat- imut, cantik bin menggemaskan membuat semua mahluk
di bumi ini bertekuk lutut.**PPLLAAAKKKKKK**di gampar Ciel.
“Mulai malam ini semua berjaga di posisi masing-masing secara
bergantian dan untuk kelompok menara pengawas kalian mulai persiankan
perlengakapan untuk besok. Ada yang kurang jelas?”
Seorang prajurit dari barisan no 3
mengangkat tangannya tanpa ragu.
“Ya?”
“Apakah kelompok menara pengawas akan mulai
berjaga besok pangeran?”
“Ya! Apakah kau ada keluhan dengan
itu?”tanya Sebastian memperlihatkan ekspresi dinginnya.
“Tapi itu berarti mereka bisa mendapat
intirahat sedangkan kami sudah mulai berjaga malam ini, sama sekali belum
mendapat istiraha.”
“Kelompok menara pengawas malam ini akan
membantu menyipkan makan malam untuk kalian semua dan memberitahukan giliran
jam makan kepada kalian yang sedang mengawas malam ini. Apakah kau masih
keberatan?”jawab Ciel dengan ketus dan raut muka datar.
“Tidak Ma’am. Maaf atas kelancangan hamba!”
“Kalau begitu sekarang semua boleh bubar
dan jalankan tugas kalian masing-masing.”kata Sebastian member intruksi kepada
para prajurit.
“Yes. My Lord.” Prajurit membubarkan diri
setelah memberi hormat, sedangkan Sebastian dan Ciel kembali memasuki tenda
mereka.
Di dalam tenda Sebastian sedang
mengeluarkan barang bawaannya. Beberapa baju, selimut dan kasur lipat yang ia
rentangkan di dasar tenda sedangkan Ciel hanya diam dan melihat.
“Kenapa kau tak mengeluarkan barang-barangmu?”
“Aku tak membawa barang apapun.”
“Apa! Kenapa? Kau mau mati kedinginan di
sini ya!”
“Suhu di sini tak terlalu dingin kok. Di
duniaku suhunya jauh lebuh rendah dari pada ini sampai-sampai kaumku tak pernah
mengeluarkan keringat saking dinginnya.”
“Bagaimana dengan kasur untuk tidur. Kau
juga tak membawanya?”
“Aku tak butuh tidur.”
“Kenapa?”
“Kalau aku tertidur siapa yang akan
membangunkan mu saat musuh menyerang?”kata Ciel dengan nada menyindir.
“Aku serius tahu.”
“Ehm, aku tak butuh tidur, lebih tepatnya
tak bisa tidur.”
“Kenapa?”
“Aku tak tahu. Itu terjadi sejak aku datang
kedunia ini, dan aku sama sekali tak merasa lelah.”
“Lalu bagaimana dengan saat kau berada di
dalam patung itu?”
“Oh. Saat itu aku sadar hanya saja tak
bergerak. Begitu juga dengan malam-malam sebelumnya di istanamu. Aku hanya
berdiam diri dikamar tak mengerjakan apapun. Hanya mengingat-ngingat kembali
isi dari buku-buku yang dulu pernah kubaca. Jadi kau tak perlu khawatir, aku
akan baik-baik saja tanpa tidur.”
“Yah, kalau memang begitu ya sudahlah.”
Setelah makan malam bersama para prajurit
Sebastian pun berdiam diri di tenda sambil membaca nenerapa peta pegunungan
wilayah utara sementara Ciel membaca buku yang kebetulan di bawa oleh
Sebastian, setelah cukup lelah akhirnya Sebastian tertidur masih dalam keadaan
membawa peta. Ciel yang melihatnya lalu menidurkan Sebastian di atas tempat
tidur dan menyelimutinya, ia juga merapikan barang-barang milik Sebastian yang
masih berserakan dan belum sempat di rapikan saking lelahnya.
☆”♥-Bab 6
selesai-♥”☆
