• Posted by : Yuuki Selasa, 09 Desember 2014




    Bab 4;

    Kekuatan

    Pagi itu di Istana Barat para pelayan mendatangi kamar Sebastian untuk membangunkannya, tetapi pagi itu Sebastian telah bangun terlebih dahulu bahkan sebelum pelayan datang.

    “Pa-pangeran, selamat pagi. Sa-sarapan sudah di siapkan di Istana Tengah.”kata Meirin menghadap Sebastian.

    “Aku tidak sarapan di Istana Tengah, aku akan sarapan di sini.”

    “Ta-tapi, seluruh anggota kerajaan sedang berkumpul di Istana Tengah Pangeran.”

    “Aku bilang ‘tidak’ ya tidak! Oh ya, apakah Ciel sudah bangun?”

    “No-nona (para pelayan tak tahu kalau Ciel itu ‘laki-laki’ dan mengira dia itu ‘perempuan’) Ciel tidak ada di kamarnya saat pelayan yang lainnya membangunkannya Pangeran.”

    “Apa? Kemana dia?”

    “Ha-hamba kurang tahu Pangeran.”

    “Cepat cari dia sampai ketemu, lalu bawa dia keruang makan. Kau mengerti!”

    “Ha-hamba mengerti Pangeran.”

    Pagi itu hampir seluruh pelayan di kediaman Istana Barat di kerahkan untuk mencari Ciel ,bahkan si koki Bard dan si tukang kebun Finian pun ikut sibuk, tapi Ciel tidak di temukan di manapun juga. Beberapa lama kemudian para pelayan kembali menemui Sebastian yang sedang sarapan di ruang makan.

    “Maaf Pangeran. Kami belum bisa menemukan Nona Ciel di manapun.”

    “Apa saja yang kalian lakukan! Sudah berapa lama kalian bekerja di Istana Barat ini, mencari satu orang yang baru masuk kesini saja kalian tidak bisa.” Kata Sebastian marah lalu pergi meninggalkan ruang makan menuju taman bunga.

    Setibanya di taman bunga Sebastian kembali teringat dengan pembicaraannya kemarin malam dengan Ciel di taman ini. Dengan ragu Sebastian berjalan menyusuri taman bungan menuju arah paviliun kecil di pojok taman.

    Dari kejauhan tampak oleh Sebastian, Ciel sedang menari dengan indahnya. Tangannya terentang lebar mengeluarkan serpihan-serpihan debu yang berkilauan di terbangkan angin. Setiap bunga dan tempat yang tersentuh oleh debu itu berubah menjadi sangat cantik. Bunga-bunga yang awalnya layu tak terawat menjadi mekar dan segar, tempat-tempat yang awalnya di tumbuhi semak belukar kini di tumbuhi bunga-bunga yang indah dan paviliun yang awalnya tak terawat serta kusam kini menjadi indah dan seperti baru kembali. Samar-samar dilihat pula oleh Sebastian bayangan hitam sayap transparan terbentang lebar di punggung Ciel. ‘malaikat’ batinnya.

    “Disini kau rupanya.”kata Sebastian sambil mendekati Ciel.

    “Kau sudah bangun.” Jawab Ciel manghentikan tariannya.

    “Nada bicaramu seolah-olah kau tak bersalahya.”

    “Apa aku telah berbuat kesalahan?”

    “Kau tahu. Lagi-lagi kau menghilang tanpa memberitahuku terlebih dahulu, apakah itu bukan sebuah kesalahan?”

    “Kalau begitu aku minta maaf PANGERAN.”kata Ciel memberi penekanan pada kata terakhirnya.

    “Ugh, ia aku tahu aku juga salah karena berbohong padamu. Harusnya aku bilang dari awal kalau aku adalah seorang pangeran.”

    “Kenapa kau berbohong?” kata Ciel memiringkan kepalanya menambah ke’imut’tan wajahnya, membuat Sebastian harus bersusah payah menahan semburat merah di wajahnya.

    “Kalau kau tahu aku pangeran apakah kau akan tetap memperlakukanku seperti selama ini?”

    “Tidak.”

    “Nah kan. Kau pasti akan bersikap sopan padaku.”**ke ge er’n lo Seb**

    “Tidak juga.”

    “Eh, apa maksudmu?”

    “Kalau aku tahu kau seorang pangeran aku akan membiarkanmu terlunta-lunta di hutan, dan menarik uang ganti rugi dan bayaran atas makanan yang telah ku berikan.”

    “Apa! Kenapa?”

    “Karena aku ingin lihat sekuat apa seorang pangeran dapat hidup di dunia yang jauh berbeda dengan di dalam istana.”

    “Jadi kau akan membiarkanku mati di makan harimau?”

    “Menurut mu?”kata Ciel sambil tersenyum mengoda, dan Sebastian pun ikut tersenyum sambil menutup hidungnya, tacit-takut nanti ada cairan niata yang mengalir di sana dengan tidak elitnya.

    “Ngomong-ngomong apa yang kau lakukan disini?”Tanya Sebastian kemudian setelah mereka duduk di dalam paviliun.

    “Bukankah kemarin kau bilang tempat ini adalah tempat kenanganmu dengan ayah dan juga ibumu? Tempat kenangan harus di rawat dengan baik, agar kenangan yang tersimpan di dalamnya tidak hilang.”

    “Lalu, bagaimana caramu melakukan semua ini? Padahal ku lihat kau hanya menari saja.”

    “Heemmm”- Ciel tersenyum lembut –“ini bukanlah apa-apa. Kau tahukan kalau aku bukan manusia!?”

    “Emm, iya kau malaikat.”

    “Setidaknya wujudku terlihat begitu. Setiap malaikat memiliki kekuatan di dalam dirinya.”

    “Seperti sihir?”

    “Ya, sihir. Tapi biasanya malaikat hanya bisa menggunakan Sihir Suci atau Sihir Putih, nah Sihir itu lah yang kugunakan untuk melakukan hal barusan. Sihir Suci biasanya berupa perlindungan, pengobatan, penyembuhan dan perlawanan tapi khusus untuk melawan Sihir Hitam atau Kegelapan dan Sihir Suci tidak bisa digunakan untuk membunuh.”

    “Jadi yang barusan itu Sihir Putih?”

    “Ia, malaikat hanya bisa menggunakan Sihir Putih dan tidak bisa menggunakan Sihir Kegelapan, tapi….”

    “Tapi apa?”

    “Aku bisa mengunakan sihir Kegelapan.”

    “Lalu kenapa? Bukankah itu bagus, kau bisa mengunakan keduanya berarti kau kuat dan juga hebat.”

    “Bukan begitu”-raut wajah Ciel mulai sedih-“malaikat yang bisa mengunakan sihir Kegelapan adalah kaum Iblis.”

    “Apa ada hal yang seperti itu di dunia ini? Aku tidak percaya.”

    “Percaya atau tidak kenyataannya aku memang seperti itu. Itulah sebabnya aku ada di dunia ini sekarang.”

    “Memangnya…. Apa yang terjadi dengan dirimu dulu?”tanya Sebastian ragu. Ciel terdiam sejenak memikirkan pertanyaan Sebastian. “Kalau kau tak mau cerita juga taka apa, aku tak memaksa kok.” Lanjut Sebastian kemudian setelah melihat ekspresi Ciel yang berubah murung.

    “Sebenarnya aku ini kembar…” kata Ciel pelan. “Aku memiliki seorang kakak yang lebih sempurna dari pada diriku. Dia cantik, pintar, ramah bisa menggunakan Sihir Suci di usia muda dan juga kuat. Suatu hari terjadi keributan di pusat kota. Aku di minta orang tuaku untuk menjemput kakakku yang sedang bermain di rumah temannya. Ketika pulang di jalan aku mendegar teriakan dari arah sebuah gang. Aku sudah memperingatkan kakakku untuk tidak mendekati gang itu tapi dia tidak mendengarkanku. Saat aku hendak menarik kakakku menjauh dari gang aku melihat seorang malaikat terbaring di tanah aku lalu memeriksa keadaan malaikat itu. Dia terluka parah sudah tak dapat di tolong lagi, sayapnya patah dan tak bisa diggerakkan. Aku sempat mendengar orang itu menyuruhku untuk lari tapi aku dikejutkan suara teriakan kakakku yang ada di belakang. Saat mellihat kakakku kembali dia sudah tersungkur di tanah dengan ketakutan aku sempat mendengar ia mengatakan sesuatu. Kalau tidak salah ia berkata “MONSTER”. Lalu terdengar suara langkah kaki dari arah dalam gang itu saat aku melihatnya semua menjadi gelap. Ketika tersadar aku sudah ada di persidangan. Aku di hukum karena telah membunuh seorang malaikat padahal aku samasekali tidak melakukannya. Hanya karena aku bersayap hitam mereka semua menganggapku iblis. Padahal aku tidak bersalah sama sekali.” Ciel menangis menceritakan masa lalunya yang tidak adil itu. “Aku diberi hukuman cambuk serta di buang ke dunia ini dan takkan pernah bisa kembali lagi kelangit. Sejak awal keberadaanku memang tidak di harapkan, seharusnya aku tidak dilahirkan. Tak ada satu orangpun yang menginginkan keberadaanku. Bahkan ayah dan juga ibuku lebih memilih menemani kakakku daripada mengantar kepergianku. Aku memang lebih baik tidak di lahirkan. Aku…. aku…. seharusnya mati sa-.”

    “TIDAK…” Sebastian memeluk Ciel dengan lembut memotong perkataannya. “Kalau di dunia tempat asalmu kau tidak di terima, lebih baik kau tinggal disini saja bersamaku. Aku takkan membuangmu, kau akan selalu kubawa kemanapun aku pergi.”kata Sebastian mempererat pelukannya. “Oleh karena itu”- Sebastian melepas pelukannya dan memandang mata Ciel yang basah karena air mata-“jangan menangis, jangan bersedih. Aku akan selalu bersamamu.”sambil menyeka airmata di pipi Ciel dengan kedua ibujarinya.

    Dari jauh tampak dua orang prajurit datang mandekati paviliun tempar Ciel dan Sebastian berada. Sebastian yang melihat mereka datang langsung berdiri memunggungi Ciel yang saat itu masih duduk.

    “Hormat kami Pangeran. Yangmulia Raja memerintahkan kami untuk menjemput anda ke Istana Tengah.”

    “Memangnya ada urusan apa?”

    “Kami kurang tahu Pangeran. Harap anda bersedia ikut dengan kami.”

    “Baiklah. Ciel kau juga harus ikut.”

    “Apa tidak apa-apa kalau aku ikut? Nanti kau akan dapat masalah.”

    “Tak usah perdulikan aku. Aku akan baik-baik saja, ayo.”mengulurkan tanganya kepada Ciel. Dengan ragu Ciel menerima uluran tangan Sebastian.



    ☆”♥-Bab 4 selesai-♥”☆


    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan