- Home>
- Kegelapan Hatinya
Posted by : Yuuki
Senin, 27 April 2015
Kegelapan Hatinya
© Tadatoshi Fujimaki
By
: Ayuni Yukinojo
Pair
: GoM. Kuroko Tetsuya. Seirin
Warning
: OOC, Typo, alur acak-acak, EYD hancur.
Summary
:
Tekanan yang yang membuatnya berubah,
dari hanya sebuah bayangan menjadi apa yang lebih gelap dari bayangan. Tekanan
memebuatnya tenggelam, tenggelam dalam kegelapan yang memerangkap jiwanya.//
benturan di kepal itu membuat kondisi Kuroko semakin turun, namun tak ada yang
menyadarinya. Bahkan Akashi sekalipun.//
Tak ada
yang tahu bahwa sejak selesainya pertandingan antara Seirin melawan Kirisaki
Dai Ichi bahwa Kuroko telah mengalami perubahan. Bukan perubahan yang besar
memang, sehingga tak ada yang menyadarinya.
Namun
jika ditanya apa penyebab perubahan itu mungkin adalah hantaman yang di terima
oleh Kuroko dari Hanamiya pada quarter ke 3 itu penyebabnya. Walau dokter
bilang itu tidaklah parah namun benturan itu memberi efek yang cukup besar bagi
Kuroko, apalagi sebelumnya ia juga pernah mendapatkan benturan di kepala pula
yang di sebabkan oleh Kise saat latih tanding beberapa bulan lalu.
Dan
sekarang akibat dari dua benturan itu telah muncul. Ditambah dari tekanan yang
diterimanya saat pertandingan Seirin vs Rakuzan yang berujung kekalahan pada Seirin
membuat semua mimpi buruk yang selama ini ditahannya mulai merembes keluar.
Penghinaan,
penghianatan, ditinggalkan, dibuang. Selama ini ia sudah cukup bisa menahan
dirinya untuk tidak terlalu terikat dan terlihat. Agar ia tak lagi tersakiti
seperti lima tahun lalu. Agar ia tak lagi di buang seperti dua tahun lalu oleh
para anggota GoM.
Ia sudah
berusaha namun Seirin membuatnya mulai membuka hatinya kembali. Keberadaan Kagami
sebagai cahaya barunya membuatnya lupa akan sisi buruk dari pertemuan,
kehangatan yang diterimanya dari tim Seirin membuatnya lupa akan hal buruk apa
yang akan menantinya dikemudian hari. Membuatnya lupa daratan, membuatnya
terbang sangat tinggi hingga akhirnya sekarang ia terjatuh ke bumi dengan
kencanganya.
.
Disinilah
ia sekarang. Mengurung diri dalam kamanya yang gelap dan berantakan oleh
barang-barang yang menjadi objek lepas kendalinya. Meringkuk di atas tempat
tidurnya memeluk erat tubuhnya seolah-olah takut akan direbut olah seseorang.
Suara-suara hinaan dan cemoohan itu terus terngiang di dalam kepalanya.
Memberinya mimpi buruk bahkan saat ia sedang tak tertidur.
.
‘Teysuya.
Kau hanyalah prototype, model lama yang dibuang saat yang baru telah
ditemukan.’
‘Untuk
menang aku tak membutuhkan bantuan siapapun termasuk kau Tetsu. Karena yang
bisa mengalahkan diriku hanya diriku sendiri.’
‘Kuro-chin
sangatlah kecil. Saking kecilnya aku bisa dengan mudah menghancurkannya’
‘Diantara
anggota Generation of Miracle, yang paling lemah itu adaah Kuroko-nanodayo.’
‘Kurokochi
itu terlalu lemah dan rapuh-ssu. Membuatku harus selalu berhati-hati agar tak
menghancurkannya.”
.
“Ukh…”
kepala bersurai biru itu terbenam semakin dalam diantara lutut dan tubuhnya
yang tertekuk. Kata-kata itu terus menghatuinya. Semua akan meninggalkannya
kembali. Setelah GoM dan Ogiwara berikutnya pasti Kagami, lalu seluruh Seirin
dan selanjutnya ia akan sendirian dengan mimpi buruk ini. Tak akan ada yang
membantunya lepas dari jerat rantai kegelapan ini. Tak ada yang mau
membebaskanya, bahkan keluarganya sekalipun. Ia akan selalu menjadi yang
ditinggalkan.
.
.
.
.
“Yoshh~
Minnaa. Latihan untuk hari ini sampai disini dulu, besok kita lannjutkan lagi!”
ujar sang pelatih Seirin. Aida Riko. Yang dijawab dengan gumaman layaknya
zombie dari teman-temannya itu.
Yah~ mau
bagaimana lagi. Setelah Winter Cup berlalu, latihan bukannya semakin ringan
tapi malah semakin parah. Lihat saja kondisi para korban kekejama sang wanita
perkasa itu. Hyuuga dan Kiyoshi tergeletak dengan nafas putus-putus. Izuki dan
Mitobe sudah tertidur tanpa mereka sadari. Kogane beserta tiga kohai yang tak
sadarkan diri dengan sangat mengenaskan –lebih mengenaskan dari Izuki dan
Mitobe- dan terakhir Kagami yang sedang merangkak dengan tubuh bergetar hendak
menuju ruang loker.
Sang
perlatih hanya bisa menghela nafas lelah melihat para anggota tim binaannya
sedang terkapar. Sampai ia akhirnya sadar ada satu orang yang tak terlihat.
“Ada yang tahu dimana Kuroko-kun?” Tanya Aida yang di jawab serempak dengan
gumaman ‘Tidak’ dari anggotanya.
“Mu-mungkin
di-dia pulang duluan.” Suara Kagami terdengar tampak pasrah saat tubuhnya yang
bergetar hanya bisa menempuh jarak beberapa centimeter dari tempatnnya berada
semula.
“Eh?
Biasanya dia pulang bersama kita kan?” Tanya Aida lagi tampak bingung.
“Ak-akhir-akhir
ini di-dia selalu pulang le-lebih awal-“ dan tumbanglah sosok Kagami tak
sadarkan diri menyusul Izuki dan Mitobe.
“Biarkan-hah-saja-hah
hah- mungkin dia –hah- ingin beristirahat –hah- lebih cepat dirumah-hah-nya.”
Ujar Kiyoshi mulai mengambil posisi duduk setelah terbaring pasrah sebelumnya.
Ya,
mereka yang setiap hari selalu bersama sang bayangan pun tak menyadari
keberadaan sang bayangan, hanya tinggl menunggu waktu hingga sosok sang
bayangan benar-benar lenyap dari sepengetahuan mereka.
.
.
Tetsuya
Nigou. Anjing jenis Siberian Husky berbulu hitam dan putih itu kini tengah
berlari-lari kecil berusaha mencari tuannya yang tadi meninggalkannya di gym
tempat sang tuan dan timnya biasa berlatih. Mata biru langit yang sangat identik
dengan mata tuannya itu memandangan sekeliling dengan cermat berusaha untuk
tidak melewatkan setitik tanda keberadaan tuannya. Moncong hidungnya sesekali
mengendus udara mencari aroma sang tuan yang sangat manis seperti vanilla
milkshake.
Sejak
petama kali ditemukan, postur tubuh anjing kecil itu telah berubah. Tubuhnya
semakin tinggi dan mata bulatnya tidaklah terlihat imut seperti dulu melainkan
terlihat tajam tapi juga menenangkan walau terkadang ia akan selalu terlihat
imut jika sudah berada didekat sang tuan.
Anjing
itu, Nigou tahu ada yang berubah dengan sang tuan. Walau ia hanyalah seekor
anjing namun anjing memiliki kesetiaan yang sangat tinggi pada tuannya. Ia tahu
perubahan-perubahan emosi yang selalu dialami sang tuan. Namun ia tak bisa
melakukan apapun selain selalu berada disisi sang tuan.
Nigou
tahu bahwa sejak pertandingan terakhir yang
dilakukan sang tuan beserta anggota timnya keadaan sang tuan mulai melemah.
Karena itulah ia mulai berusaha memunculkan sifat liar yang selama ini ia tekan
agar selalu bisa berada disisi sang tuan. Sifat liarnya sebagai anjing pemburu
dan ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menguasainya. Semua itu agar
bisa melindungi sang tuan dari segala macam bahaya yang mengganggu sang tuan.
Tak perduli yang melakukan itu adalah sahabat sang tuan sekalipun.
Dalam
keramaian kota Nigou berjalan perlahan, sebelumnya ia telah mampir ke Maji Burger.
Bukan untuk meminta makanan. Tidak, sang tuan yang sangat manis itu selalu
memberinya makanan yang berlimpah sesuai gizi yang ia butuhkan. Ia kesana hanya
untuk mencari tanda keberadaan sang tuan. Dan ternyata sang tuan memang sempat
mendatangi tempat itu beberapa saat sebelumnya.
Dan
disinilah ia sekarang, berjalan sendiri di trotoar mengikuti jejak sang tuan
yang mengarah pada lapangan bermain didekat tempat tinggalnya. Lapangan bernain
itu memang sangatlah sepi. Jarang sekali ada orang yang mau bermain kesana
malam-malam begini. Biasanya tempat itu akan ramai sekitar pukul tiga sore dan
sepi total saat memasuki jam enam sore. Alasannya sederhana, karena saat malam
lapangan itu sangatlah gelap tanpa ada satupun penerangan, lapangan itu terlalu
rimbun oleh pohon-pohon tinggi sehingga cahaya dari rumah-rumah disampingnya
tak bisa memberikan penerang yang cukup untuk lapangan itu.
Bagi
sebagian orang memang sangatlah sulit untuk mencari keeradaan sang tuan,
apalagi dalam pencahayaan yang minim seperti ini. Namun dengan penciuman tajam
yang dimilikinya, Nigou dapat dengan mudah menemukan sosok sang tuan.
Terduduk
meringkuk diatas bangku taman sendirian dalam kegelapan malam. Tangannya
memeluk erat tubuhnya yang bergetar kecil dengan kepalanya yang menunduk dalam.
Ahh, Nigou sangat benci saat-saat seperti ini. Saat tuannya down dan melupakan
keadaan disekitarnya.
Perlahan
Nigou mendekati sang tuan yang tak sadar bahwa ia telah ada di sampingnya.
Dengan hati-hati ia menyentuh surai biru langit tuannya dengan moncongnya.
Sedikit sentakan terkejut di keluarkan sang majikan sebelum perlahan mengangkat
kepalanya memandang sang anjing.
“Nogou.
Kenapa kau bisa ada disini?” ucap Tetsuya yang dibalas dengan elusan yang Nigou
lakukan dengan kepalanya pada tangan sang majikan.
Tersenyum
lembut Kuroko mengerti bahwa anjing peliharaannya ini tengah menghawatirkan
dirinya.
“Aku tak
apa Nigou. Sekarang ayo kita pulang.” Ajak Kuroko bangkit dari bangku taman
mengajak anjingnya pulang.
.
.
“Maaf Kuroko.
Aku tak bisa menemani latihan hari ini. Karena latihan klub dinyaatakan libur
jadi aku membuat janji dengan Tatsuya untuk latihan hari ini. Jadi aku sungguh
minta maaf tak bisa menemanimu latihan hari ini. Tak apa kan?” ujar Kagami
memberi alasan mengenai ketidak sanggupannya menemani Kuroko berlatih hari ini.
“Tak apa
Kagami-kun.” Ujar Kuroko dengan wajah datar yang tak pernah berubah sejak
mereka pertama kali bertemu.
“Aku
sugguh-sungguh minta maaf Kuroko.” Ujar sang cahaya Seirin itu lagi sambil
mengatupkan kedua tangannya didepan wajah memohon maaf pada Kuroko yang di
jawab dengan anggukan pelan oleh sang bayangan. “Kalau begitu aku pergi dulu Kuroko.
Sampai jumpa besok.” Lanjut Kagami meninggalkan Kuroko yang masih berdiri sendirian
di tengah Gym yang sepi.
“Sendiri
lagi.”bisik Kuroko sepelan desahan angin.
.
Dalam
perjalanan pulangnya Kuroko seperti biasa menyempatkan diri untuk mampir ke
Maji Burger membeli minuman favoritnya. Langkah kakinya sangat pelan menikmati
keadaan di sekitarnya sampai ia tiba disepan sebuah taman yang sepi.
Di
tengah taman itu ia melihat Kiyoshi Teppei bersama Hyuuga Junpei dan Izuki Shun
tengan bermain basket sementara dipinggir lapangan terlihat Mitobe Rinnosuke
tengah menonton permainan mereka.
Menghela
nafas pelan Kuroko meninggalkan taman itu. tampaknya para senpainya tidak
menyadari kehadirannya disana. Merasa mood untuk pulangnya hilang Kuroko
memilik berjalan-jalan di kota. Melihat jejeran pertokoan yang memajang
barang-barang dagangan mereka. Sampai ia melihat Seijurou Akashi tengah keluar
dari sebuah restouran mewah bersama teman masa kecilnya Ogiwara.
“….”
Entah apa yang tengah di pikirkan Kuroko saat itu namun ia merasa sakit yang
sangat keras di kepala dan dadanya. Dipandangnya lagi sang mantan kapten dan
teman masa kecilnya yang berjalan semakin menjauh darinya. Rasanya sangat sakit
saat orang yang biasanya bisa menyadari keberadaanmu dengan mudah kini malah
tidak menyadarimu sedikitpun. Lagi-lagi ia ditinggalkan, batinnya.
.
.
“Ukh..ohok..ohok…”malam
telah menyelimuti bumi dan sudah waktunya bagi para penghuninya untuk terlelap
mengistirahatkan irinya guna menjalani kegiatan di keesokan hari, namun hal itu
tampaknya tak berlaku bagi sosok pemuda bersurai kebiruan yang tengah menahan
sakit di dalam kamar mandi rumahnya. Sosok yang biasanya menunjukkan ekspresi
datar itu kini terlihat sangat berantakan dengan wajah yang pucat dan bibir
yang sedikit membiru. Dipinggir bibir yang jarang menunjukkan senyuman itu
terlihat setitik darah merah yang terlihat kontras dengan kulit wajahnya
yang sangat pucat itu. surai biru
mudanya basah oleh keringat hingga menempel di kedua sisi wajahnya.
Sementara
di sampingnya sang anjing menatap sang majikan dengan penuh kehawatiran. Ini
sudah unuk yang kesekian kalinya si majikan batuk darah seperti itu.
“Haahh…haaahhh…
maaf membangunkamu Nigou. Kau bisa meninggalkanku dan pergi tidur kok.” Ujar Kuroko
memandang sayu Nigou yang di balas dengan sundulan lembut oleh kepala si ajing.
Melihat perilaku anjingnya itu Kuroko hanya bisa tersenyu lembut mengelus
kepala si anjing yang dipenuhi dengan bulu-bulu lembut itu. meninggalkan jejak
merah darah yang menempel pada kepala si anjing. “Maaf mengotori kepalamu
dengan darahku.” Lanjut Kuroko lalu membersihkan bulu bigou dengan handuk basah
yang ada didekatnya.
'Selama
Kagami masih bermain bersama Kuroko. Dia takkan prnah bisa menyempurnakan
kekuatannya.'
Ucapan
itu masih terngiang di telinga Kuroko. Ucapan dari ayah sang pelatih, bahwanya
kekuatan Kagami takkan pernah sempurna selama sang Ace Seirin itu masih bermain
bersama Kuroko.
Dan
bukti dari ucapan itu telah ia lihat dengan mata dan kepala sendiri saat
pertandingan Seirin melawan Touho. Kagami vs Aomine. Kekuatan Kagami berkembang
dengan sangat pesat saat Kuroko terdiam di bench. Tanpa kehadirannya, Kagami
telah berhasil meningkatkan kemampuannya bahkan hingga setara dengan Aomine.
Berarti
ia lagi-lagi akan di tinggalkan dan dibuang. Sama halnya dengan Aomine dulu.
Saat Aomine telah memiliki kekuatan yang sempurna makan dia tak membutuhkan Kuroko
lagi.
Kuroko
hanya dianggap barang yang di buang ketika sudah tak dibutuhkan lagi.
Pengghinaan.
Menyebalkan. Menjijikkan.
Jangan
salahkan Kuroko jika setelah ini ia akan menjadi sosok yang sangat berbeda.
Salahkan mereka yang mengukir luka yang sangat dalam pada hati si bayangan
bertubuh mungiil itu. Salahkan anggota GoM yang membuangnya. Salahkan Seirin
yang meinggalkannya. Salahakan Orang tuanya yang mencampakannya. Salahkan Kagami
dan Aomine juga Akashi yang mempermainkan perasaannya.
Salahkan
mereka semua atas perubahan sikap Kuroko. Salahkan mereka semua atas
penderitaan Kuroko. Salahkan mereka semua atas penghinaan yang di terima Kuroko.
Ya.
Semuanya salah mereka.
...
Ketika
sebuah bayangan kehilangan cahayanya.
Bayangan
itu bukanlah menghilang.
Namun
bayangan itu akan menjadi sosok yang lain.
Kegelapan.
Titik
akhir dari sebuah bayangan adalah Kegelapan.
Cahaya
ada untuk mengekang sebuah bayangan agar tak kehilangan kontrol dan berubah
menjadi kegelapan yang sulit diukur kedalamannya.
Cahaya
ada untuk membentuk kekuatan yang cukup pada bayangan.
Saat
cahaya hilang maka sang bayangan akan kembali ke wujud sebenarnya.
Sebuah
kegelapan yang pekat tanpa ada sinar sedikitpun.
...
Sudah
lebih dari seminggu Kuroko tidak menghadiri latihan klub basket. Kagami yang
ditanya pun tak tahu kemana perginya sang bayangan. Semenjak Winter Cup
berakhir Kagami agak sulit mengetahui dimana keberadaan sang bayangan, hawa
keberadaannya yang tipis membuatnya semakin sulit untuk dideteksi.
Aida
Riko adalah yang paling merasa bertanggung jawab atas anggota klub basket Seirin.
Memang masih ada Hyuuga Junpei yang menempati posisi Kapten, namun alasan
kenapa ia merasa bertanggung jawab adalah karena dirinyalah yang memberikan
latihan kepada mereka. Ia yang memastikan latiihan yang diberikan kepada
anggota klub basket tidak membuat tubuh para anggota klub cidera. Begitu pula
saat didalam pertandingan. Ia harus mengetahui keadaan seluruh anggotanya
apakah fit untuk turun bertanding atau tidak. Ia harus memastikan cidera yang
dialami anggotanya dalam jalannya pertandingan dan memastikan cidera itu
tidaklah membahayakan kehidupan anggotanya.
Aida
Riko tahu tugas-tugasnya. Tahu dengan baik malah. Dan ia sudah berusaha untuk
memenuhi tugas-tugasnya dengan baik. Seperti yang ia lakukan pada cidera
Kiyoshi saat bertanding melawan Kirisaki Dai Ichi. Ia telah mengambil tindakan
yang tepat dengan menarik Kiyoshi dari arena. Namun satu kesalahannya adalah ia
tidak memperhatikan kondisi anggotanya yang lain dengan baik terutama Kuroko,
bahkan hingga beberapa menit yang lalu ia belum sadar akan kondisi sang
bayangan Seirin itu. Kalau bukan karena ia kebetulan pergi keruang kesehatan
dan bertemu dengan Guru penjaga ia pasti takkan menyadari perubahan kondisi Kuroko.
Flashback
“Konichiwa, Haruto-sensei.” Salam Riko
sesaat setelah memasuki riangan beraroma obat-obatan itu.
“Ah, Konichiwa mo. Aida-san. Ada
keperluan apa?” balas sosk lelaki berjas putih dengan surai kecoklatannya yang
dipotong cepak.
“Saya datang untuk meminta perban.” Ujar
Aida meminta izin pada sang guru.
“Tunggu sebentar, akan ku ambilkan.”
Jawab Haruto-sensei lalu mengambilkan Riko tiga gulung besar perban dari lemari
didekat meja kerjanya yang ada disamping jendela.
“Arigatou Haruto-sensei. Kalau begitu
saya kembali ke kelas dulu.” Kata Riko setelah menerima perban tersebut.
Setelahnya ia meminta izin untuk meninggalkan ruangan yang sering dijadikan
tempat membolos oleh para siswa tersebut. Namun sebelum ia keluar sepenuhnya,
perkataan haruto-sensei menghentikan langkahnya. “Oh iya. Kalau tidak salah
beberapa minggu lalu aku didatangi seorang anak yang mengaku anggota klub
basket. Ia datang meminta bantuan untuk memeriksakan kepalanya.”
“Eh? Siapa dia sensei?” Tanya Riko
terkejut.
“Entahlah aku lupa namanya. Namun
penampilannya cukup aneh. Kulitnya
terlalu pucat seperti tak pernah tersentuh matahari dan badannya juga terlihat
terlalu kurus untuk seorang atlit basket. Oh ya. Mata dan rambutnya memiliki
warna yang sangat unik. Baby Blue.” Jelas aruto-sensei berusaha mengingat
kejadian beberapa miggu yang lalu.
“Ku-Kuroko-Tetsuya kah?”Tanya Riko ragu.
“Ng~ ah! Iya! Kalau tak salah namanya Kuroko
Tetsuya!”
“La-lalu bagaimana hasil
pemeriksaannya?” Riko yang awalnya akan meninggalkan ruangan kini telah berdiri
tepat di samping tempat tidur Ruang Kesehatan menginginkan penjelasan dari
Haruto-sensei.
“Benturan dikepala yang didapatnya
lumayan berakibat parah. Aku heran kenapa ia tak sadar akan sakit yang
dideriyanya. Saat aku tanya kapan ia mendapata benturan itu, ia mengatakan
mendapatkannya saat bermain basket beberapa bulan lalu. Apa itu benar
Aida-san?” jelas Haruto-sensei sembari membaca catatan kesehatan yang ia ambil
dari laci meja dimeja kerjanya.
“Kalau tak salah, ia pernah menerima
pukulan di kepala saat melawan Kaijo dan Kirisaki Dai Ichi. Tapi benturan yang
diterima dari Kirisaki Dai Ichi tidak separah benturan yang didapatnya dari
Kaijo. Sepulang dari latih tanding dengan Kaijo dulu saya sudah membawanya ke
dokter dan dokter bilang taka da masalh sedikitpun dengan kepalanya.” Jelas
Aida cemas. Ia takut terjai sesuatu dengan sang bayangan. Bagaimanapun ini
termasuk kelalaiannya dalam membina anggota klubnya.
“Memang saat itu benturan yang
diterimanya tidak membahayakan. Namun benturan yang diterima berikutnya lumayan
keras dan itu yang memicu penyebab sakitnya. Ditambah lagi sepertinya ia
sedikit merasa tertekan oleh suatu hal. Rasa tertekan itu lah yang memerparah
keadaannya. Aku takut dia akan mengalami gangguan metal.”
“…!!!”
End
Flasback
Dengan
tergesa-gesa sosok pelatih tim Seirin itu menyusuri lorong kelas menuju kelas
dimana sang cahaya dan bayangan timnya berada. Sesampainya disana dengan segera
ia menghampiri sosok pemuda tingggi bersuaru merah kehitaman yang tengah
memakan roti makan siangnya yang entah sudah ke-berapa. “Kagami-kun.” Sapanya.
“Ng?
Afa?” jawab Kagami dengan mulut yang masih penuh dengan makan. Mata merahnya
melirih Riko yang sedang berdiri disampingnya.
“Habiskan
dulu makanan dimulutmu baka!” bentak Riko sambil memukul bahu Kagami keras.
OHOK!
Tersedak
dengan sangat keras, dengan segera Kagami meminum minuman kotak yang dibelinya
di kantin sebelumnya. Suara tegukan yang sengat keras mengiringi proses minum Kagami.
“A-ada
apa senpai?” tanya Kagami kemudian setelah lepas dari maut hanya karena sebuah
roti.
“Apa kau
tahu dimana Kuroko?”
Mendengar
pertanyaan sang pelatih Kagami secara spontan menoleh kea rah blakang tempat
diaman bangku Kuroko berada. “Ng. Entah lah. Sudah hampir seminggu lebih aku
tak bertemu dengannya. Coba saja pulang sekolah nanti cari kerumahnya.” Uajar Kagami
memberikan saran.
“Kau
tahu dimana rumahnya?”
“Tidak.
Hehe. Tapi dia pernah bilang bila ia tinggal sendiri sekarang. Coba nanti aku
tanyakan pada Murasakibara lewat bantuan Tatsuya.” Ujar Kagami sambil
melanjutkan acara makan-besar- nya yang tertunda.
“Baiklah.
Nanti jika kau sidah tahu segera hubungi aku. Kau mengerti!?”
“Osshh!”
jawab Kagami seenaknya dengan mulut yang pebuh dengar roti. Setelah mendengar
jawaban asal dari Kagami, Riko pun pergi meninggalkan ruangan kelas kohainya
itu.
.
.
“nee~ Aominecchi~
apa kau tahu bagaimana keadaan Kurokocchi saat ini?”
“hn?
Tetsu? Memangnya dia kenapa?”
“Kata
anak-anak Seirin Kurokocchi akhir-akhir ini bersikap sangat aneh.”
“Aku tak
tahu. Coba saja kau tanya Akashi.”
…
Sudah
seminggu penuh kehadiran Kuroko tak dirasakan oleh para anggota Seirin. Samar
tapi ada. Dia tak pernah absen dalam kelas namun saat keberadaannya dicari,
sulit sekali menemukannya. Ia seolah-olah menghindar dan menciptakan jarak
dengan orang-orang di sekelilingnya.
Pernah, Kagami
datang ke rumah Kuroko-dengan perintah dari Riko- namun rumah itu nampak
lengang, tak ada yang menghuninya, cukup
lama ia berada didepan rumah dan menunggu kedatangaqn Kuroko sambil terus
menelpon sosok bayangannya itu namun hal itu tak membuahkan hasil apapun.
Keanehan
yang dialami Kuroko bukan hanya dirasakan oleh pihak Seirin tapi juga pada
pihak Kiseki no Sedai lainnya, terutama Kise dan juga Aomine yang memiliki
hubungan dekat dengan Kuroko.
Beberapa
hari lalu saat sedang berlatih di gym Kise dan Aomine menggeparkan seisi Seirin
dengan datang berbalut seragam sekolah mereka masing-masing. Membuat Aida Riko
murka karena acara latihan mereka terganggu.
Banyak
hal yang mereka bicarakan mengenai
keanehan Kuroko saat ini. Keberadaannya yang sulit di temukan, rumahnya yang
kosong juga seringnya Kuroko bolos latihan akhir-akhir ini. Tak ada yang tau
apa penyebab itu semua. Awalnya Kise menyarankan untuk menanyakan hal ini pada Akashi
namun ia ragu melakukannya. Takut mengganggu kegiatan sang ex-kapten dan
membuatnya harus menerima hukuman yang melebihi kejamnya neraka.
.
.
.
Disebuah
perpustakaan yang sepi nan megah, tampak seotrang pemuda bersurai merang tangah
memainkan permian sogi seorang diri. Penuh konsentrasi seolah-olah menghadapi
lawan terberatnya. Mata heterocrome-nya menatap setiap bidak dengan tajam,
memperkirakan langkah mana yang harus ia ambil.
Kegiatanya
yang memerlukan konsentrasi tinggi itu terganggu saat ponsel yang ada di saku
celan hitamnya berdering. Dengan kesal ia mengambil ponsel itu dan melihat nama
Kise tertera disana.
“Hal-“
[“AKASHICCHI!”] seruan kencang dari sang penelpon memotong perkataan Akashi.
Dengan aura membunuh ia menghembuskan nafas lelah. “Berani sekali kau memotong
perkataanku Ryota” ujar Akashi membuat Kise yang masih ada di Seirin merinding
takut.
[“Ma-maaf-ssu”]
lirih Kise.
Sekali
lagi menghela nafas lelah akan keabsurdan teman ex-team(budak) nya.”Ada apa?”
ujar Akashi to the poin.
[“Ne Akashicchi,
kau tau Kurokocchi saat ini ada dimana-ssu?]”
“Kau
pasti sedang bermimpi Ryota. Aku ada di Kyoto, bagaimaan bisa mengetahui
keberadaan Tetsuya.” Kata Akashi tampak mulai tak sabar.
[“Ma-maaf-ssu.
Hanya saja Kurokocchi akhir-akhir ini terlihat aneh-ssu.”]
“Apa
maksudmu!?”
[“Akhir-akhir
ini Kurokocchi terlihat sangat aneh-ssu. Dia jadi lebih pendiam-ssu, dia juga
sering membolos latihan dan tak tampak ada di sekolah-ssu. Kata Kagamicchi
rumahnya juga terlihat kosong-ssu. Apa Akashicchi tau dimana Kurokochi
berada-ssu?’]
“Apa kau
sudah pernah coba untuk menggubunginya?”
[“Sudah-ssu,
telponnya aktif tapi tak di angkat-ssu. Sudah sejak seminggu lalu Kurokocchi
tak mengangkat telpon dari anggota Seirin-ssu”]
“Begitu.
Baiklah. Aku akan menghubungimu lagi nanti.”
[“Eh? Akashicchi
tung-”]
Dan
sambungan telpon pun dimatikan oleh Akashi. Pandangannya kembali mengarah
kepada bidak-bidak sogi yang belum digerakkan sejak Kise menelpon, lalu ia
memandang langit lewat jendela yang ada disampingnya. ‘langitnya indah tanpa awan mendung. Tapi kenpa langitku saat ini
sedang hujan?’ batin Akashi lalu mulai beranjak meninggalkan tempatnya
biasa bermain sogi. “Tanaka, siapakan mobil
untuk menuju Tokyo” ujar Akashi menghubungi butler nya melalui telepon.
.
“Bagaimana
Kise?” tanya Aomine yang kini tengah memperhatikan anak-anak Seirin melanjutkan
latihan mereka.
“Akashicchi
mematikannya-ssu. Padahal aku sudah menjelaskan keadaannya tapi dia malah
menutupnya-ssu. Aominecchi, bagaimana ini-ssu? Kita harus bagaimana untuk
menemui Kurokocchi-ssu?” lirih Kise, terlihat sedih. Bagaimanapun ia sangat
menyayangi Kuroko yang imut dan unyu-unyu itu.
“Setidaknya
kita sudah memberii tahu Akashi. Bila dia perduli, pasti dia akan mencari cara
agar bisa menemukan Tetsu.” Ucap Aomine sambil menyandarkan dirinya ditembok
pinggiir lapangan.
“Kenapa
kau yakin sekali-ssu!?”
“Karena
dia adalah Akashi.” Ujarnya malas lalu mulia memejamkan matanya untuk tidur.
“Apa
maksudmu-ssu!? Aominecchi jangan tidur-ssu!”
…
Sinar
matahari menyusup masuk dari celah gorden yang menutupi jendela, kamar gelap
tanpa penerangan itu terlihat kosong dengan barang-brang yang berserakan.
Seekor anjing usia remaja terlihat tengah menggonggong sambil bencakar-cakar
pintu lemari pakaian, terlihat semua isi lemari itu telah terusir keluar.
Anjing
itu, Nigou. Terus menggonggong berharap tuannya memenuhi keinginanya. Bukan
keinginan untuk diberi makan atupun dimanja dan diajak jalan-jalan. Tapi keinginan
agar tuannya mau keluar dari ruangan pengap nan sempit yang bisa merusak
kesehatan tuannya.
“Nigou,
sudah cukup.” Ucapan lirih nan lemah terdengar dari dalam lemari itu mebuat
sang anjing berhenti menggonggong. “Pergilah ketempat Pelatih atau Kagami-kun.
Kau akan dirawat dengan baik disana.” Lanjut koroko. Setelah mencerna maksud
dari perkataan majikannya kembali Nigou menggonggong lebih kencang.
‘aku
tak mau dibuang lagi’
‘cukup
aku dipisahkan oleh orang tuaku.’
Kumohon
jangan buang aku master.’
‘jangan
buang aku.’
‘apapun
akan aku lakukan.
Tapi
jangan buang aku.
‘JANGAN
BUANG AKU MASTER!’
‘TETSUYA!!’
“BRAK”
“TETSUYA!”
Seruan
kencang terdengar seiring dengan terbukanya pintu kamar itu dengan paksa.
Sesosok pemuda bersurai merah dengan mata heterocromenya memandang sekeliling
dan menemukan seekor anjing yang tengah menggaruk kulit lemari dengan
kencangnya, tampak noda kemerahan yang menmempel karena luka dari kaki depan si
anjing.
Mengerti
dengan situasi yang tengah terjadi Akashi lalu segera menghampiri lemari dengan
pakaian yang berserakan itu.
DAG DAG
DAG
“TETSUYA!
AKU TAHU KAU ADA DIDALAM! KELUARLAH!” teriak
Akashi sambil menggedor puntu lemari itu, Nigou yang ada di bawahnya ikut
menggonggong keras.
Tak ada
sahutan membuat Akashi menjadi panik, dengan sekuat tenaga ia memaksa membuka
lemari itu. “TETSUYA! KAU DENGAR AKU! KELUARLAH! JANGAN MENYAKITI DIRIMU
SENDIRI! TETSUYA.”
“Pergilah
Akashi-kun.” Ucapan lirih dan serak terdengar menghentikan kegiatan Akashi
membuka paksa pintu lemari.
“Kau
berani memerintahku!?” ucap Akashi memandang pintu lemari dengan intens.
“Tidak.
Aku hanya tidak ingin Akashi-kun membuang-buang tenaga dan menyakiti diri
sendiri.” Suara Kuroko makin lemat terdengar diiringin dengan tarikan nafas
yang berat.
“Jangan
bercanda. Kaulah yang seharusnya jangan menyakiti diri sendiri” ucap Akashi
dingin memukul keras pintu lemari.
“Aku tak
perduli –hhh- . tak ada –hhh- gunanya aku keluar –hhh-“ suara Kuroko mulai
terputus-putus, tampaknya kesadarannya mulai berkurang.
“Tetsuya
keluarlah. Jangan menyakiti dirimu sendiri. Berhentilah menjadi egois!” Akashi
mulai melembutkan intonasi suaranya, mencoba membujuk Kuroko.
“-hhh-
khenapha akhu –hhh- thak boleh ego-hhh-is? Semen-hhh-thara hyang –hhh- lhainnya
terus-hhh- menherus mhelakukhan-hhh-hnyah.” Ucapan Kuroko mulai lemah,
terputus-putus dengan nafasnya yang berat.
“Keegoisan
yang kau lakukan ini hanya akan menyakiti dirimu sendiri! Cukup sudah Tetsuya!
Kalau kau tak mau keluar. Aku yang akan memaksamu keluar!” ancam Akashi namun
tak main-main.
“…” taka
da jawaban yang terdengar. Bahkan tarikan dan hembusan nafas Kuroko pun sudah
tak begitu didengar lagi oleh Akashi. “Tetsuya!? Hei Tetsuya! TETSUYA!!” bahkan
teriakan kencang Akashi pun tak membuahkan hasil.
Mendapat
firasat buruk Akashi lalu mulai mencoba untuk mendobrak pintu lemari itu. tiga
kali dobrakan ia lakukan hingga akhirnya pintu lemari itu terbuka dengan
engsel(?) yang hancur.
“ASTAGA!
TETSUYA!!” didepan mata Akashi, sang pemain bayangan keenam kesayangan Kiseki
no Sedai terlihat sangat sekarat. Tubuhnya yang sejak awal memang mungil kini
terlihat sangat kurus dan pucat, surai baby blue nya terlihat pudar dengan debu
yang menumpuk diatasnya. Bibir mungil yang selalu datar dan berwarna kemerahan
itu kini tampak pucat membiru. Mata sebiru langit cerah tak berawan itu
terpejam dengan lingkaran hitam dibawah matanya. Samar juga Akashi mendengar
tarikan dan hembusan nafas yang sangat lemah dan pelan saking pelannya mungkin
jika Akashi tak memiliki pendengaran yang tajam, suara itu takkan dapat
didengarnya.
Dengan
segera Akashi mengeluarkan tubuh Kuroko yang meringkuk didalam lemari itu,
dapat ia rasakan suhu tubuh Kuroko yang amat dingin, ia gendong ala pengantin
membawanya menuju arah mobilnya yang terparkir didepan rumah. Dibelangnya
tampak Nigou mengikuti dengan setia bahkan hingga memasuki mobil.
“Segera
ke Rumah Sakit.” Ucap Akashi pada sang butler yang ada di kursi pengemudi. Di
pangkunya Kuroko di kursi belakang, sesekali mengelus surai baby blue yang
memudar berharap dapat memberikan kehangatan pada sang bayangan kesayangannya.
Sementara Nigou duduk tepat disamping Akashi, sesekali menjilati pipi Kuroko
berharap sang tuan akan segera tersadar.
..
..
..
Suara
mesin denyut jantung terdengar memenuhi sebuah ruangan putih sepi yang dihuni
oleh seorang pemuda bersurai baby blue yang terbaring lemah. Kulit putihnya
terluhat sangat pucat dengan aat bantu pernafasan terpasang di hidungnya. Dari
luar ruangan tersebut tersengar pelan percakapan anata seorang dokterdengan
pemuda bersurai merah yang membawa sang baby blue ke temapat itu.
“Bagaimana
keadaannya?” tanya sang surai merang, mata dwi warnanya menatap tajam kepada
sang dokter.
“Kita
beruntung dia dibawa segera kemari. Terlambat sedikit saja nyawanya bisa
melayang.” Ujar sang dokter bername tag Mr. Kitahara itu.
“Lalu
ada apa sebenarnya dengannya?”
“Stress
dan trauma juga tertekan. Ia mengalamu sedikit tekanan
mental. Apa keluarganya tak ada yang
sadar?” ujar sang dokter sembari membaca diagnose yang dia dapatkan.
“Setahuku
keluarganya jarang pulang kerumah karena urusan pekerjaan.”
Apa tak ada sanak saudara yang lain?” tanya
dokter Kitahara lagi.
“Tampaknya
tidak. Memang ada apa?” tanya Akashi penasaran, walau ia tak mau memperlihatkannya
tentu saja. Lama tak ada
sahutan dari sang dokter, ia terlihat tengah berfikir amat keras
sambil mebaca kertas hasil diagnose ditangannya.
“Begini.
Sebenarnya hal ini harusnya disampaikan kepada pihak keluarga atau sanak
saudara namun karena keadaannya tak memungkinkan jadi saya akan menyampaikan
hal ini kepada anda. Tolong nantinya ada sampaikan hal ini kepada pihak
keluarga yang bersangkutan.”
“Hm”
gumaman pelan terdengar sebagai jawaban dari Akashi yang dianggap sang dokter
sebagai persetujuan.
“Kalau
begitu mari anda ikut saya menuju ruangan.” Ajak sang dokter, berjalan menuju
ruangan yang berada di ujung lorong dekat dengan loby.
Memasuki
ruangan dengan nama Mr. Kitahara tertempel di pintunya, di dalam
ruangan itu dapat Akashi lihat sebuah meja dengan tumpukan file diatasnya. Didekat
meja itu juga terdapat sebuah mesin yang diduga adalah
mesin citiscan dan juga terdapat sebuah lemari
penuh dengan arsip-arsip yang tertata rapi.
“Menurut
hasil diagnose awal, pasien Kuroko Tetsuya diduga mengalami
tekanan mental, sampai saat ini alasannya belum diketahui. Lalu ini adalah
hasil rongsen dari bagian kepala pasien.” Ujar sang dokter memperlihatkan
sebuah lembaran hasil rongsen yang tertempel pada sebuah papan #Ayuk gak tau namanya#. “Dibagian ini tampaknya telah
mengalami benturan yang parah walau tak terdapat bekas luka sekalipun. Apa anda
tahu darimana bekas luka ini didapat?” tanya sang dokter sambil menunjuk sebuah
retakan hitam dibagian depan tengkorak kepala
yang ada di papan tersebut.
“Aku tak
tahu. Kebetulan saat itu aku tidak berada di Tokyo.” Ucap Akashi memperhatiikan
gambar kehitaman berpola menyerupai kepala itu dengan cermat.
“Hm.
Begitu. Diduga retakan dibagian ini memberikan rasa sakit yang amat keras pada
pasien dan juga membuat semakin parah keadaannya. Benturan ini cukup keras,
yang saya hawatirkan ini dapat menganggu jalan kerja otak dan mengganggu
kejiwaannya atau bahkan merusak system kerja otot motoric dan panca indranya.”
Jelas sang dokter
“…”
Melihat kali ini tak ada respon dari Sang Tuan Muda Akashi maka dokter
itu pun melanjutkan penjelasannya. “Untuk sementara ini ia harus dirawat hingga
keadaannya membaik. Lalu jangan membuatnya tertekan, saat ini ia sedang sangatlah
labil. Ini adalah resep obat yang harus ia konsumnsi, silakan menenbusnya di
apotek. Saya dan dokter lainnya akan berusaha sebaik mungkin untuk memulihkannya.”
“Baiklah.” Jawaban singkat dari Akashi mengakhiri percakapan mereka.
.
.
Didalam ruangan serba putih dengan bau obat-obatan menyengat itu Akashi
dapat melihat sosok mantan setimnya tengah tertidur pulas. Begitu tenang dengan
tarikan nafas yang teratur, kulitnya tak lagi pucat dan sudah menunjukkan warna
alaminya. Berjalan mendekati Kuroko dan duduk di kursi dekat ranjang, Akashi
bisa melihat kerutan di dahi sang Phantom
Six yang semakin jelas. Tak berselang lama sosok yang awalnya tertidur
tenang itu mulai tampak gelisah dengan keringat menetes di dahinya. “uh…
jangan… ukh… jangan pergi… ayah… ibu…” igauan lirih sarat kesedihan dan
kesepian itu terucap dari bibir mungil yang kini tampak pucat.
Akashi tak pernah tahu bagaiaman keadaan keluarga teman setimnya saat
SMP dulu, tidak tahu dan tidak mau tahu, yang penting mereka rajin dan tepat
waktu dalam latihan juga memberikan hasil yang memuaskan. Tapi kini untuk
pertama kalinya ia ingin mengetahui bagaiaman keadaan kelurga mantan anggota
timnya ini. Hal apa yang membuat sang Phantom Six yang bisanya terlihat datar
kini memunculkan ekspresi penuh kesedihan yang sarat akan kesepian.
Dengan perlahan sosok bersurai scarlet itu mendekati Kuroko, dengan
lembut ia elus surai biru yang menutupi dahi penuh keringat itu. memberikan kehangatan
dan sedikit rasa sayang. Walau hanya perbuatan yang sederhana namun terasa
berarti bagi sosok beby blue itu, terbukti dengan akspresi wajahnya yang mulai
tenang dengan deru nafas yang teratur. “A-akahi-kun-“ lirihan itu terucap
dengan pelan kemudian disusul kesunyian. Namun bagi Akashi sendiri, hal ini
adalah hal yang sangat langka. Mendengar Kuroko mengigaukan namanya dalam tidur
dan melihat senyum tenang nan lembut yang terpatri setelah namanya dipanggil.
Ia tak tauh ini apa tapi ia merasakan debaran hangat didalam dadanya. Tanpa ia
sadari, senyum lembut juga terpatri dalam wajahnya yang otoriter dan tangannya
terus mengelus surai biru itu tanpa henti. Ya, tanpa ia sadari.
.
.
Dulu, dulu sekali. Sata ia masih memimpin tim basket dengan surai warna
wani berjulukan Generation of Miracle walau lebih cocok di sebut Rainbow of
Miracle atau mungkin Laksar Pelangi bila perlu? Ok lupakan kalimat tadi.
Dulu sekali saat masih menuntut ilmu di SMP Teiko ia pernah merasakan
perasaan ini. Perasaan berdebar yang menggelitik relung hati, membuat ia merasa
menjadi sangat berbeda dari biasanya. Perasaan berdebar yang membuat ia ingin
sekali berteriak dan memeluk sesuatu atau bersama seseorang? Karena saking tak
tahu dan tak bisa menahan perasaan ini ia jadi kesal dan melampiaskannya pada
anggota timnya (budak-budak), membuat merek terkapar kelelahan.
Perasaan ini muncul setiap ia melihat sosok itu. Entah kenapa,
diamanapun dan kapanpun matanya selalu mencari sosok mungil beraroma vanilla
itu. di kelas, di kantin, di lapangan dan di halaman sekolah bahakan kadang
saat pulang dari sekolah ia selalalu mencari sosok itu diatara kerumunan orang
dan kendaraan padahal pikirannya meyakinkan bahwa sosok itu tak ada
disekitarnya.
Sering ia melihat sosok itu bercengkrama dengan si pirang berisik dan si
mesum dengan begitu akrabnya, membuat ia kesal dan melemparkan gunting
keramatnya kearah duo kombi berisik itu dan mendapat tatapan heran dari mata
baby blue walau ekspresi wajahnya masih terlihat datar. Sungguh saat itu adalah
saat yang sangat menyenangkan. Secara pribadi ia mengakuinya.
Namun entah sejak kapan semua mulai berubah. Satu persatu anggota tim
mulia berkembang dengan sangat pesat, Berawal dari Aomine Daiki, berlanjut ke
Kise Ryota dan seterusnya. Perkembangan yang membuat tim mereka sangat kuat dan
sulit dikalahkan. Namun ia sadar ada satu orang yang berbeda. Yang terlihat
sangat tertekan akan perkembangan itu. Seseorang yang merasa secara perlahan
dirinya di tinggalkan dan dibuang. Kuroko Tetsuya. Sosok Phantom Six yang
membuat hatinya berdebar kencang.
Dan hal gila yang tak pernah ia bayangkan itu terjadi. Dengan sepucuk
surat dan bahasa yang formal Kuroko mengajukan pengunduran dirinya padahal saat
itu mereka baru saja mengalami kemenangan yang mengagumkan juga beberapa bulan
lagi mereka akan lulus tapi kenapa sosok baby blue itu membuat semua yang telah
di rencanakan olehnya berantakan?
Setelah pengunduran itu, sosok itu tak pernah terlihat lagi dalam
pandanganmu. Membuat kau merasa gila karena kemanapun matamu terarah selau
mencari sosok mungil itu. membuat kau kehilangan konsentreasi dan melepas
topeng otoritermu. Hari berganti hari dan kau telah berusaha dengan baik
melupakan sosok yang memmbuat hatimu berdebar. Membuat keberadaannya tak lebih
sebagai mantan anggota tim yang terlemah. Namun saat ini, malam ini di tengah
ruang putih beraroma obat-obatan ini kau tersenyum lembut padanya, membiarkan
debaran yang dulu berusaha kau redam dan buang muncul kembali pada orang yang
sama. Dan kau tak menolaknya saat kau sadar bahwa sosok itupun tampak sangat
membutuhkanmu.
.
Pagi menjelang, kicauan burung gereja dan pancaran sinar matahari yang
hangat menyadarkan Kuroko dari tidur lelapnya. Setelah terdiam sejenak untuk
mengumpulkan kesadan ia mulai mengarahkan pandangannya kesegala penjuru
ruangan. Putih bersih dengan aroma obat dapat dirasakannya. Ia tahu kini
dirinya tengah berada di Rumah Sakit.
Dengan perlahan ia hendak bangkit dari tidurnya namuan terhalang oleh
rasa sakit dan pusing yang mendera kepalanya. “Ukh-“ lenguhan kecil yang hampir
tak terdengar itu entah kenapa membangnkan sosok bersurai merah yang terduduk
tak jauh dari tempat tidur pasien. “Kau sudah sadar Tetsuya.” Kata Akashi mengejutkan
Kuroko. Sungguh tadi Kuroko tak sadar bahwa ada orang lain di ruangan itu.
“A-Akashi-kun? Kenapa?” Tanya Kuroko sembari duduk di kasurnya yang dibantu
oleh Akashi. Menundukkan kepala , ia tak berani menatap pemuda bersurai scarlet
di sampingnya ini. Sangat takut akan tatapan menusuk yang akan ia dapatkan
karena perkataannya beberapa hari yang lalu.
“Apanya yang kenapa?” tanya balik Akashi mengusap surai baby blue yang
berantakan milik Kuroko. Menatap tajam pemuda pecinta vanilla itu dengan mata
dwi warnanya. Ia sadar pemuda mungil didepannya ini sangat gugup. Mendengus
pelan Akashi lalu mendudukkan diri dipinggiran tempat tidur berhadapan dengan Kuroko.
Perlahan tangan Akashi terulur meraih kedua sisi wajah Kuroko, mengangkat wajah
yang tersembunyi itu agar dapat ditatapnya. “Ada apa Tetsuya?” tanya Akashi
menatap mata baby blue dengan begitu dalam, menyelami setiap emosi yang kiranya
terlihat disana. Dan memang ada. Emosi berupa kesedihan, kesepian dan ketakutan
terlihat jelas bagi dwi warna Akashi yang tajam. Emosi yang tak pernah ingin ia
lihat dari mata yang selalu ia tatap dengan lembut.
“Ada apa dengan mu? Apa yang kau sembunyikan Tetsuya?” pertanyaan lembut
yang tak pernah Kuroko sadari akan ia dapatkan dari sang mantan kapten itu
membuat iris baby blue nya membulat terkejut. Tubuhnya bergetar pelan karena kebahagiaan
yang samar ia dapatkan. Dalam hati ia membatin, bolehkah ia menganggap bahwa
pertanyaan dari Akashi adalah wujud kepedulian sosok merah itu pada dirinya?
Bolehkah ia berharap lebih bahwa sosok itu takkan meninggalkannya? Bolehkah ia
bermimpi bahwa sosok didepannya ini akan selalu ada disampingnya?
Getaran tubuh yang awalnya pelan itu mulia mengeras diiringin deru nafas
yang tak teratur. Dan Akashi lagi-lagi dapat melihat perubahan ekspresi di
wajah yang selalu datar itu, alisnya mengerut dengan mata yang mulai berair
juga bibir yang digigit guna menahan isak tangis yang keluar. Tak menunggu lama
Akashi dapat merasakan tubuhnya tiba-tiba diberikan beban yang tak begitu berat
ditambah dengan dekapan erat dari sosok didepannya ini.
Tak ada lagi yang namanya menahan diri. Seluruh emosi yang selama ini Kuroko
pendam tertuang semua dalam derai tangisnya yang menyayat hati, tangannya masih
memeluk Akashi dengan sangat erat. Takut sosok didepannya ini akan hilang dari
hidupnya. “hiks- jangan pergi- hiks- jangan tinggalkan aku lagi- kumohon- hiks
takut- aku takut- hiks- kumohon tolong aku-“
.
.
Sore itu tepat tiga hari setelah kesadaran Kuroko, di lorong rumah sakit
yang disinari cahaya kejinggaan Akashi tengah berjalan dengan santai membawa
sekantung buah-buahan ditangan kiri sedangkan tangan kanannya sibuk menekan
tombol keypad di handphone nya, tanpa ia sadari langkahnya telah membawanya
tepat di depan ruang Kuroko dirawat. Dengan segera ia memasukkan handphone nya
dan membuka pintu kamar rawat. Namun niatnya itu terhenti saat samar-samar ia
mendengar percakapan dari dalam kamar tersebut.
“Sampai kapan kita akan terus merawat anak tak berguna ini
Takahiro-kun?” terdengar suara seorang wanita yang tempaknya sedang sangat
kesal.
“Bersabarlah Mizue. Tunggu hingga kita mendapatkan harta warisan dari
Tetsuna-chan.” Jawab orang lainnya. Suara lelaki yang berat dan tegas tapi juga
licik.
“Ditunggu sampai kapan? Kalau menunggu terlalu lama warisan Tetsuna bisa
habis dugunakan oleh anak ini untuk biaya hidup. Dan lagi warisan itu tersimpan
di bank. Hanya anak ini yang bica mengambilnya itupun bila anak ini sudah
memiliki tunangan atau menikah. Sebenarnaya apa yang direncanakkan oleh adikmu
itu Takahiro-kun!?”
“Aku juga tak tahu. Aku kira setelah kematiannya, seluruh harta keluarga
Kuroko akan jatuh ketanganku. Tapi Tetsuna telah membuat surat wasiat intuk
menyerahkannya pada anak sialan ini. Tahu begini aku bunuh saja anak sialan
ini.” Suara berat itu terdengar dipenuhi oleh amarah dan benci.
“Bunuh sekarang saja. Toh tak akan ada yang mengetahuinya kan.” Hasut
wanita yang dipanggil ‘Mizue’ itu.
“Manamungkin bisa. Ruangan VIP ini berisi kamera disetiap sudut.
Beruntung kamera ini tak bisa merekam percakapan kita.”
“Kalau negitu tunggu hingga anak ini keluar dari rumah sakit. Dia
tinggal sendiri, pasti mudah untuk membunuhnya.”
.
Tangan berkulit putih itu terkepal erat menahan emosi. Ada yang berani
merencanakan pembunuhan atas sosok yang berada dalam perlindungannya. Pemuda
penyandang marga Akashi itu tanpa ragu membuka kamar rawat Kuroko mengejutkan
dua orang yang sedari tadi berada didalam sana. “Ah! Kalian siapa?” tanya
Akashi memandang kedua orang itu dengan tatapan dingin.
Dua orang yang ditanya tampak tegang dengan keringat dingin, mereka
merasakan hawa dingin mencekam yang menyebar disekeliling mereka. Apalagi mata
dwi warna itu tengah menatap mereka dengan tatapan membunuh. “Pe-perkenalkan.
Aku Kuroko Takahiro, paman Tetsuya adik dari mendiang Tetsuna, ibu Tetsuya.
Lalu ini istriku Kuroko Mizue.” Ucap lelaki persurai biru muda pudar yang kini
tengah menetap Akashi penuh selidik dengan mata biru tua nya.
“Kau sendiri siapa?” pertanyaan angkuh terucap dari wanita bersurai
hitam ikal sepinggang yang menatap Akashi dengan benci. Matanya menyorot tajam
sedangkan bibirnya yang terpoles lipstick merah terang tengah mengatup rapat
seusai bertanya.
“Aku Akashi. Sejurou Akashi, Kekasih Tetsuya.” Ucapan tegas dengan penuh
penekanan itu membuat kedua orang dewasa di ruangan itu membatu, merasa diri
mereka kecil saat melihat Akashi menatap mereka dengan pandangan penuh
merendahkan dan sikap angkuh juga arogann. “Kalian tak perlu cemas. Tetsuya kini
ada dibawah pengawasan dan perlindunganku. Aku jamin dia akan bail-baik saja.
Tak kan ada yang berani menyentuhnya seujung jaripun.” Tambah Akashi.
“Ka-kalau begitu aku mengucapkan terima kasih. Ka-karena sudah sore,
kami pamit dulu.” Ucap Takahiro canggung dan tegang, tak menyangka dia harus
berhadapan dengan seorang penyandang marga Akashi yang telah mengklaim
keponakan yang sangt ia benci. Dengan segera tanpa ada basa-basi lagi dua orang
dewasa itu keluar ruangan meninggalkan Akashi yang masih menatap mereka dengan
penuh benci dan amarah.
Hening menyelimuti suangan itu setelah kepergian pasangan itu. menghela
nafas kecil Akashi lalu meletakkan kantung bawaanya dimeja disamping tempat
tidur pasien. “Mau sampai kapan kau akan pura-pura tidur Tetsuya!?” ucap Akashi
membuat tubuh yang terbaring damai itu menegang. “Pura-pura tidur pun percuma.”
Lanjut Akashi sambil mengusap surai beby blue yang menutupi kening Kuroko.
Tak berselang lama, kelopak mata yang terpejam itu terbuka dengan pelan
menunjukan iris biru langit yang begitu indah. “A-akashi-kun..” gumam Kuroko
menatap sosok Akashi yang tengah mengupas buah apel sambil membuka laptop yang
sejak kemarin tersimpan didalam tasnya.
“Apa?” jawab Akashi datar, tangannya masih aktif mengupas dan memotong
buah apel namun matanya tampak tengah membaca entah-apa-itu di laptopnya.
“Apa maksud perkataan Akashi-kun tadi dihadapan paman dan bibi?” tanya
Kuroko setelah mengubah posisinya kini menjadi terduduk di ranjang dan
bersandar pada dinding.
“Yang mana?” Akashi tahu maksud dari perkataan Kuroko namun moodnya kini sedang tidak baik dan
menggoda Kuroko adalah cara ampuh untuk meningkatkan moodnya. Dalam kesibukannya mengupas buah sejenak ia menyempatkan
untuk melirih kearah Kuroko, melihat ekspresi seperti apa yang diperlihatkan
sang Phantom Six di tim SMP nya itu.
Alis bertaut dan pandanga kesal Akashi dapatkan dari Kuroko yang tengah
menatapnya dengan intens. Tahu bahwa sang surai scarlet tengah
mempermainkannya. Menghela nafas sejenak Kuroko kembali mengubah ekspresinya
menjadi datar kembali. “Apa maksud Akashi-kun dengan mengatakan bahwa kau
adalah kekasihku dihadapan paman dan bibi?” pertanyaan dengan nada datar itu
terucap tanpa ada halangan, walau sebenarnya jantung Kuroko sangat berdebar
bila mengiingat perkataan dari Akashi itu.
“Memangnya kenapa? Tak masalahkan.” Ujar
Akashi sambil meletakkan sepiring kecil potongan buah aple kepangkuan Kuroko
dan mengalihkan tangannya pada laptopnya.
“Tentu saja masalah. Kenyataannya kita tak memiliki hubungan apapun. Dan
Akashi-kun harusnya tak menempatkan diri dalam bahaya hanya karena menolongku.”
Gumam Kuroko menundukkan kepalanya.
Akashi menghentikan ketikannya pada keyboard laptopnya. Menatap Kuroko
dengan mata dwi warnanya. Menghembuskan nafas pelan Akashi meletakkkan
laptopnya di meja dan berjalan mendekati Kuroko. “Kalau kau merasa keberatan
aku berbohong pada Paman dan Bibi mu, maka buat saja kebohongan itu menjadi
kenyataan. Dan aku sama sekali tak merasa berada dalam bahaya. Memangnya siapa
yang berani mengusik ketenangan keluarga Akashi?” ujar Akashi dengan angkuh
namun terdapat surut kelembutan dalam mata dwi warna milik Akashi.
Pipi putih itu kini dipenuhi oleh warna merah padam, tampak begitu imut
dan manis bagi Akashi yang kini menatap mata baby blue itu tanpa berkedip.
Sungguh ekspresi yang ditunjukkan Kuroko membuat debaran hangat di hati Akashi.
Ia tak pernah menyesal telah menolong dan mencintai sosok biru dihadapnnya ini.
“A.. Aka-“ gagapan Kuroko tertahan saat jari telunju menyentuh bibir
mungilnya yang manis. Mata baby blue itu dengan ragu menatap manik dwi warna
Akashi mencoba menyelami makna dari tatapan lebut itu. entah siapa yang memulai
tapi saat itu kedua bibir itu telah bertemu dengan lembut, mata mereka msih
saling menatap hingga Kuroko tak dapat menahan debaran jantungnya dan memilih
untuk menutup mata, menikmati cuiman pertamanya dengan Akashi.
.
Tepat lima hari sejak Kuroko memasuki rumah sakit akhirnya keadaannya
membaik dan diijinkan untuk pulang, namun bukannya pulang ke kediaman sang
surai baby blue Akasih yang menjemput Kuroko malah membawanya ke apartemen
Akashi yang ada di Tokyo. Tentu saja Kuroko menolak namun apa daya, Ia tak
pernah menang bila melawan Akahi apalagi bila haru berhadapan dengan mata dwi
warna yang selalu menatapnya dengan intens itu.
Dulu saat masih bersekolah di SMP Teiko, Kuroko pernah mengunjungi
apartemen Akashi bersama teman-teman setimnya. Teman-temannya saat itu sangat
ribut dan berniat mengacau di kediaman Akashi itu di tambah dengan keberadaan
Murasakibara yang dengan kecepatan kilat menyambar semua yang ada di daput
milik keluarga Akashi. beruntung sang tuan rumah sangat lah ditakuti sehingga
hanga dengan satu tatapan tajam dan bersenjatakan gunting merah di tangan semua
pembuat onar itu beribaris rapi. Sementara Kuroko sendiri tampak tak begitu
peduli dan tetap dengan anteng mengamati buku-buku yang terpajang di ruang tamu
itu. beberapa sudah pernah ia baca sedangkan sisanya hanya pernah ia dengkan saja.
Lalu kini ia sekali lagi bertamu di kediaman pribadi milik sang Akashi Seijurou
ini dengan membawa satu koper pakaian lengkap apakah ini masih bisa dibilang
sebagai bertamu? Sepertinya tidak.
Kuroko hanya mengikuti Akashi dari belakang dengan patuh, merasa lelah
untuk berdebat dan melawan. Ia sudah parah, yakin takkan bia melawan perintah
sang emperor. Apartemen itu tampak tak ada yang berubah sejak terakhir kali
Kuroko lihat. Posisi sofa, meja, rak buku dan bukunya bahkan tak ada debu yang
mengotori. “Walaupun sudah jarang ku pakai, tempat ini masih sering dibersihkan
jadi kau takkan menemukan satu debu pun disini.” Uacp Akahi saat melihat Kuroko
yang mengamati setiap sudut ruang apartemen itu. “Mulai sekarang kau akan
tinggal disini dan jangan membantah perintahku.” Lanju Akasi saat sudah membawa
Kuroko kesebuah kamar yang bercat putih lengkap dengan satu kasur king size,
lemari, rak buku, kompiter, dan toilet dalam. Itu adalah kamar Akashi.
“Kalau aku tinggal disini bagaimana dengan rumahku? Lalu Akashi-kun akan
tidur dimana?” tanya Kuroko sambil mengamati sisi ruangan.
“Oh tentusaja rumahmu untuk sementara akan kosong dan aku akan tidur
disini bersama mu.” Ucap Akashi sambil mendudukkan dirinya dipinggir kasur
mengamati Kuroko yang mulai memasukkan pakaiannya di lemari. Mendengar ucapan
Akashi itu sontak membuat kegiata Kuroko terhenti, dengan mata bulatnya ia
memandang Akashi tak percaya dan sesekali mengerjap imut seolah berusaha
menyangkal apa yang basru saja ia dengar. “A-akashi-kun hanya bercanda kan?”
ucapnya menatap Akashi meminta kepastian. Bukannya menjawab pertanyaan dari
Kuroko, Akashi malah menyeringai dan membaringkan tubuhnya di kasur. Menutup
matanya membiarkan Kuroko yang masih menatapnya dengan pandangan datar tapi
terlihat dari binar matanya bahwa ia sangat kesal.
Memandang sang surai scarlet lama namun tak ada tanggapan akhirnya Kuroko menyerah. Menghela nafas pelan kembali ke
kegiatannya yang semula yakni merapikan tumpukan
pakaiaanya. Namun tanpa Kuroko sadari sepasang mata dwi warna masih menatapnya
dengan intens. Mengamati setiap inci lekuk tubuh sang surai biru muda
seolah-olah menelanjangi. Merasa cukup dengan aksi tatap-tatap-intens-nya
Akashi lalu bangkit berjalan menuju luar kamar tak menghiraukan mata Kuroko
yang mengikutinya dengan penuh tanya. “Aku akan pesan makanan. Kau mua makan
apa Tetsuya?”
“Terserah
Akashi-kun, asal jangan yang berporsi besar.” Ucap Kuroko datar
.
Dulu Kuroko sanngatlah menyukai Basket. Walau kemampuannya tak seberapa,
ia tetap rajin berlatih guna mengejar impiannya. Berlatih dan berlatih bahkan
hingga kondisi tubuhnya menurun. Dulu dia juga pernah hampir membenci basket.
Benci hingga rasanya seluruh jantungnya serasa ditusuk ribuan jarum saat
melihat anggota timnya bertanding. Melihat punggung mereka dari belakang.
Ditinggal. Dibuang. Sendirian. Memberinya mimpi buruk setiap ia memejamkan
mata.
Tapi saat ia memilih untuk memasuki Seirin, hal menakutkan itu mulia
berubah, berkurang seiring dengan banyakknya waktu yang ia dan teman satimnya
jalani. Latihan berat dari pelatih, tindakan bodoh Kagami cahayanya yang baru,
Kapten yang galak namun baik hati, Kogane dan Mitobe yang dipertanyakan
hubungannya juga lawakan tak lucu dari Izuki ditambah tingkah lucu anggota yang
lainnya selalu berhasil membuat hati Kuroko menghangat. Tapi… kenapa hal ini
terjadi….lagi
.
“Tanpa Pas darimupun aku
masih bias menang.”
“Yang bias mengalahkanku
hanya diriku sendiri”
“Aku sudah tak membutuhkan
Pas darimu.”
“Karena itulah kita tak
perlu berkerjasama lagi.”
.
“AARRRGGGHHHHH!!!!”
Lirihan itu, erangan itu, teriakan itu. Disebabkan oleh mimpi buruk masa
lalu yang tak bias dilupakan. Menghantui setiap tidurnya. Melenyapkan
harapannya. Menghancurkan mimpinya.
Kenapa hanya dia? Ahh~ benar. Dia yang dilupakan. Dia yang ditinggalkan.
Dia yang dibuang. Takkan punya satupun kesempatan untuk menunjukkan diri.
Berapa kalipun ia menemukan ‘tempat’ nya. Tempat itu akan menghianati dan
membuangnya. Temannya. Sahabatnya. Timnya. Rumahnya. Dunianya. Basketnya. Semua
akan mengahianatinya. Meninggalkannya dalam sendirian. Menenggelamkannya dalam
kegelapan. Sebagaimana bayangan yang seharusnya.
“Tsuya!”
“Tetsuya!”
“TETSUYA!”
Kelereng biru itu terbuka memperlihatkan mata kelam kosong tanpa
harapan. Akashi hanya bisa tertegun melihatnya, tak bias mangalihkan pandangan.
Seolah-olah ia tersedot dalam lautan yang dalam. “Tetsuya. Kau tak apa?” dengan
perlahan dia menyentuh pundak mungil itu namun sebelum tangannya memberi
kahangat, tangan lain menepisnya. Tubuh pemuda mungil didepannya bergetar.
Perlahan mundur menjauhinya. Akashi dengan terpaksa menghentikan niatnya untuk
menenangkan si pemuda biru. Dari mata tanpa emosi – benar-benar tanpa emosi-
itu ia tahu bahwa takan ada yang bias ia lakukan untuk menenangkannya.
Tubuh mungil itu dengan tiba-tiba beranjak turun dari ranjang. Berdiri
dengan pandangan mata yang mengobservasi seluruh ruangan membuat satu pemuda
lain di kamar itu memperhatikan dengan heran. Ketika mata birunya menemukan
pintu keluar, dengan cepat ia melangkah. Mebuka pintu dengan tergesa tanpa
menutupnya. Menyusuri lorong, menuruni tangga menuju pintu luar rumah. Saat
tangannya hampir memegang kenop pintu utama, sebuah tangan menarik tubuhnya.
“Mau kemana kau!?” suara yang sangat dia kenal sekaligus suara yang menjadi
salah satu penyebab mimpi buruknya.
“Pulang.“
“Heh. Memangnya kau mau pulang kemana? Ingatlah bahwa kau tak punya
tempat untuk pulang.” Dingin. Perkataan pemuda itu sangatlah dingin, namun jika
kau sudah mengenal dengan baik bagaimana tabiat orang itu maka kau akan
menemukan sedikit perhatian pada kaliamat tersebut. Tapi Kuroko tidak dalam
keadaan mengerti. Saat ini dia berada dalam keadaan yang tak terkontrol.
Sedikit kesalahan dalam ucapan maka akan semakin menenggelamkannya. Dan
sayangnya Akashi tak sadar akan hal itu.
“Pulang ke tempatku.”
“Memangnya tempatmu diaman Tetsuya?” tangan dalam genggaman Akashi mulai
berontak. Mata kelam pemuda mungil itu menatapnya dengan dingin.
“Kemanapun asalkan tidak bertemu dengan kalian.” Mata yang dingin penuh
dengan kebencian dan penghianatan. Menatap mata merahnya seolah-olah dirinya
adalah sosok yang sangat ia benci. Mata biru itu sudah kehilangan hangatnya.
“Kemanapun asalakan bisa menjauh dari kalian. Dari Kiseki no Sedari.”
“Kalau kau ingin menjauh dari kami maka itu sama saja artinya kau
berhenti bermain basket.” Akashi membirakan tangan putih itu terlepas dari
genggamannya. Kedua tangannya kini ia silangkan di dada. Tanpa sadar menatap
Kuroko meremehkan. Satu kesalahan lagi ia lakukan tanpa sadar.
“Ya. Akashi-kun benar. Menjauhi kalian sama saja artinya dengan aku
harus meninggalkan basket.” Dengan tangan terkepal dan raut muka penuh
penderitaan Kuroko memandang Akashi, melenyapkan seringai merehkan diwajah
tampan pemuda merah itu. “tapi tak apa. Aku menghilangpun tak akan ada yang
sadar. Lagi pula aku sudah tak bisa lagi bermain. Aku membenci basket.”
.
.
Kuroko Tetsuya benar-benar seperti menghilang ditelan bumi. Tim Basket Seirin
kebingungan karena seluruh data mengenai pemuda itu tiba-tiba lenyap. Anggota
Kisedai menus Akashi silih berganti mengunjungi Seirin menanyakan kabar
perkembangan. Kagami menjadi tumbal kekesalan Aomine. Berkata bahwa Kagami tak
bisa menjadi cahaya yang baik untuk Kuroko. Kise selalu membuat ribut GYM
dengan tangisan bombaynya saat mendengar tak ada kemajuan akan keberadaan
Kuroko. Akashi yang ditanya sebagai satu-satunya orang terakhir yang bertemu
Kuroko pun lebih memilih tutup mulut dan menyibukkan diri dengan pekerjaan
kantornya.
.
2 tahun kemudian
Disebuah kediaman mewah milik keluarga Akashi. Di dalam ruangan yang
dipenuhi dengan bertumpuk-tumpuk buku tampak Akashi Seijurou tengah menatap
sebuah buku yang depuni dengan foto-foto pemuda bersuari baby blue dengan
berbagai ekspresi diberbagai tempat dan dengan berbagai pose bersama
orang-orang yang berbeda. Dimulai dari kuroko yang masih bayi, batita, balita.
Ketika dia mulai memasuki taman kanak-kanak. Ketika dia ikut lomba lari antar
kelas. Ketika dia masuk sekolah dasar. Ketika dia pertama kali bermain basket.
Ketika dia bermain bersama Tim Teiko, ketika dia lulus Teiko. Lalu foto
berikutnya dipenuhi dengan foto Kuroko yang tampaknya diambil dengan diam-diam.
Saat Kuroko mengajak anjingnya jalan-jalan. Saat Kuroko menatap pohon sakura
dengan senyum lembut di wajahnya. Saat kuroko tampak sedang menjaga beberapa
orang anak. Saat Kuroko memandang sekelompok street basket dengan wajah sendu.
“Tetsuya…. Sampai kapan kau akan bersembunyi? Sampai kapan kau mau membuatku
menunggu. Sampai kapan kau akan menghukum kami?” tangan putih itu mengelus
sebuah foto diamana seorang pemuda tengah tersenyum dengan lembut kehadapan
kamera. Dibelakangnya tampak pohon sakura yang rindang dan gunung fuji yang
tertutup salju. Di tangannya ia sedang menggendong seekor anak anjing putih
dengan mata yang senada dengannya. Dibawahnya sepasang anjing shiberian
hitami-putih bermata biru dan putih bermata hitam kelam tengah tampak
menggiring dua ekor anjing kecil hasil persilangan gen mereka. Wajah pemuda di
foto itu tampak sangat bahagia. Senyum lembutnya menghiasi wajah manis yang
kini tak lagi dipenuhi kesedihan. Menatap foto itu tanpa sadar membuat ekspresi
yang sama terlukis di wajah lelaki bersurai merah itu. Senyum lembut yang
perlahan telah ditularkan si pemuda biru. “Aku merindukanmu Tetsuya.”
END
A/N:
Sory kalo secitanya
berantakan dan absurd. Sungguh nie fict udah mendekam berbulan-bulan dan belom kelar-kelar.
Mana saya juga terkena WB
dan sibuk KPL juga susun skripsi lagi.
Itu bikin banyak fict yang
ngandat. Karena kebetulan setelah nonton KnB eps 15 season 3 si Tetsu agy kena
tindas. Mood buat ngelampiasin rasa sakit hati Tetsu langsug muncul. Jadai deh
nie fict dengan ending absurd.
.
more story => Ayuni Yukinojo
.
Omake.
“Kau akan benar-benar berhenti bermain basket, Tetsuya!?” wajah Akashi
menegang. Ia tak bisa menganggap remeh perkataan si surai biru. Pertanyaan itu
hanya dibalas dengan tatapan kosong si surai biru. “Apa ini semua karena kami?
Karena kami tanpa sadar telah mempermainkanmu? Apakah ini adalah hukuman untuk
kami? Untuk ku?” kepala bersurai biru itu menggeleng pelan.
“Aku tak tahu. Aku hanya tak ingin lagi tersakiti. Melihat kalian.
Melihat permainan basket hanya membangkitkan mimpi burukku. Aku sudah lelah.”
Tubuh ringkih itu bergetar. Kedua tanganya terkepal hingga memutih. Akashi
dapat melihat mata biru itu mulai berkaca-kaca.
“Kalau begitu istirahatlah.”Tangan pemuda bermata dwi warna itu mendekap
tubuhnya dengan hangat. “istirahatlah. Bila kau merasa sudah membaik.
Pulanglah. Kembalilah padaku. Aku akan menunggumu sampai hukuman darimu ini
berakhir.”

gk bikin sequel??
BalasHapusending nya ?????? sequel plisss
BalasHapus