• Posted by : Yuuki Kamis, 15 September 2016

    Boneka Untuk Sang Hime
    By : Ayuni Yuukinojo
    Naruto © Masashi Kishimoto
    .
    WARNING: OOC, EYD berantakan Typo, Shonen-ai
    .,.

    .,.
    Mata biru itu menatap langit cerah berawan di atasnya. Memperhatikan setiap burung yang terbang bebas di angkasa. Berpikir kapan dirinya bisa seperti burung itu. Lalu matanya tertuju pada kolam ikan yang ada didepannya. Hidupnya bagaikan ikan koi tersebut. Terkurung dalam kolam tanpa bisa mencicipi kebebasan. “Hime-sama. saatnya anda menghadiri acara pemberkatan.” Seorang pelayan dengan setelan miko putih merahnya membungkuk dibelakangnya. Mata pelayan itu tidak berani sedikitpun menatap sang Hime. Hanya bisa menatap ujung kimono panjang yang di kenakan sang putri.
    Sang putri mengangguk dalam diam, memberi isyarat kepada si pelayan bahwa ia siap untuk menghadiri acara. Tubuh berbalut kimono tebal tujuh lapis itu dibopong menaiki tandu merah berhias emas membentuk pola burung merak. Surai emas panjangnya disanggul tinggi menyisakan beberapa helai yang membingkai wajah ayunya. Mata sapphire indahnya dihias dan diperindah dengan garis merah yang membingkainya.
    Acara pemberkatan dilakukan disebuh kuil diatas bukit. Kuil inari dengan gerbang tori yang besar berjejer menghiasi setiap anak tangganya. Tempat sang Hime tinggal ada di sebrang kuil. Saling berhadapan tapi sangat jauh. Saat menuju kuil ia harus melewati jalan utama desa yang dipenuhi orang-orang. Dia tidak bisa meninggalkan kediaman tanpa adanya tandu. Keberadaannya disucikan dan dilayani layaknya seorang dewi. Setiap ia melintas orang-orang selalu membungkuk dihadapannya. Bahkan seorang bangsawan ataupun raja harus melakukan itu. Itu karena dia adalah anak yang dipilih oleh sang Dewa Rubah. Anak yang di pilih untuk menjadi perwakilan sang dewa.
    Selama perjalanan mata biru sang Hime memperhatikan sekitar, ekspresinya kosong. Ia tak boleh memperlihatkan senyumnya. Ia tak boleh memperlihatkan perasaannya. Karena segala yang ada didalam dirinya adalah milik sang Dewa Rubah. Segala tawa, keceriaan, kesedihan, kesakitan, kecantikan miliknya adalah hak bagi sang Dewa Rubah. Semua bukan lagi menjadi haknya, setidaknya sampai sang Dewa Rubah memilih Hime yang baru.
    .
    .
    Mata coklat Sasori menatap rombongan miko yang melewati jalan utama desa. Dia selalu menanti rombongan itu lewat. Sejak kecil ia telah terpesona oleh kecantikan yang dimiliki oleh sang Hime. Kulit putih, mata biru indah dengan bibir kemerahan yang menggoda. Sayang sang putri tidak pernah menunjukkan senyumnya. Dulu Sasori berpikir sang Hime sombong. Para rakyat telah membungkuk dan bersujud setiap kali ia lewat tapi kenapa putri itu tak pernah mau memperhatikan dan memperlihatkan senyumnya. Apa bhakti yang diberikan para warga tidak cukup? Seiring berjalannya waktu Sasori mulai sadar. Hime itu tak tersenyum bukan karena dia tidak mau, tapi karena dia tidak dijinkan untuk melakukannya. Seluruh ekspresi sang Hime adalah milik sang Dewa Rubah. Saat pertama kali menyadarinya Sasori sangat kesal. Kenapa Dewa Rubah sangat serakah? Merebut senyum sang Hime tanpa mengijinkan sang Hime untuk tersenyum sedikitpun. Kenapa para warga tak ada yang menyadari. Bahwa dibalik tatapan kosong mata biru cantik itu terdapat kesedihan dan kesepian yang dipendam selama bertahun-tahun.
    Sasori mulai mempelajari dan mencari tahu sejarah dan tugas dari seorang Hime. Hime yang baru dipilih setelah Hime yang lama menunjukkan tanda-tanda penuaan. Saat Hime yang baru lahir, akan ada tanda berupa bulu burung merak di bahu sang Hime baru. Keluarga sang Hime baru harus merelakan anaknya di ambil oleh pihak kuil. Tentu itu tidak gratis. Desa dan kuil memberikan kompensasi yang besar. Kebanyakan keluarga-keluarga itu akan meninggalkan desa setelah mendapatkan bayaran. Bukan karena desa mengusir. Tetapi karena mereka merasa malu karena telah menjual anak mereka, walau para penduduk tak ada satupun yang merasa seperti itu.
    Hime atau putri atau perwakilan dewa dilakukan karena perintah dari sang Dewa Rubah. Konon dahulu pendiri desa ini adalah seorang Onmyouji. Saat hendak membuka lahan untuk di jadikan desa, beliau bertemu dengan sang Dewa Rubah Kurama penjaga hutan dan gunung. Sang Dewa tidak mengijinkan Onmyouji tersebut membuka lahan. Itu dapat menyakiti keseimbangan hutan. Tapi sang Onmyouji terus bersikeras. Dia bahkan memohon kepada sang Dewa Rubah. Karena keteguhan dan sikap pantang menyerah sang Onmyouji akhirnya sang Dewa Rubah menyerah. Ia mengijinkan sang Onmyouji membangun desa dengan beberapa syarat.
    Sang Onmyouji harus membangun kuil di atas gunung untuk menyembah sang Dewa Rubah. Karena sang Dewa Rubah adalah tuan tanah di gunung itu. Sang Onmyouji harus mengangkat seorang anak yang akan menjadi perantara sang Dewa Rubah setiap menghadiri setiap acara persembahan dan pemujaan. Bukan sembarang anak, Dewa Rubah sendiri yang akan memilih siapa anak itu. Onmyouji harus membangun kediaman megah di sebarng kuil sebagai tempat peristirahatan sekaligus rumah baru bagi anak yang terpilih. Anak yang terpilih harus tinggal di sana tanpa adanya orang tua. Yang merawat dan melayaninya hanya para gadis yang baru memasuki masa remaja hingga usia 25 tahun. Anak yang kemudia di panggil sebagai Hime itu tidak boleh berkerja, tidak boleh berbicara, tidak boleh berekspresi didepan manusia. Sang Hime hanya boleh menunjukkan segala sikap manusianya hanya didepan sang Dewa Rubah, di dalam ruang khusus di Kuil Inari atau didalam kamar pribadinya tanpa ada satupun pelayan disisnya.
    Segala persyaratan sang Dewa Rubah disetujui oleh sang Onmyouji. Desa dibangun dengan cepat, para warga baru saling berdatangan begitu mendengar bahwa tanah didesa itu sangat subur. Mereka menerima syarat yang diajukan Onmyouji dengan suka rela. Beberapa tahun kemudian seorang anak terlahir saat hujan badai. Dibahunya terdapat tanda bulu burung merak. Awalnya sang Onmyouji yang saat itu sudah merumur cukup tua tidak sadar akan kehadiran sang Hime. Tapi setelah suatu malam ia bermimpi didatangi sang Dewa Rubah akhirnya ia segera mengambil tindakan. Pagi-pagi sekali para perajurit keamanan mengumpulkan para orang tua beserta bayi yang baru lahir ditahun itu. Satu-persatu mereka memeriksa tubuh para bayi hingga mereka menemukan tanda yang di cari dibahu mungil seorang bayi perempuan berambut merah. Keluarganya memberinya nama Mito. Sang keluarga menolak menyerahkan bayinya. Mereka terus melakukan perlawanan dan meminta tolong kepada para warga namun tak juga ada yang membantu.
    Sang Onmyouji sadar ini sangat kejam. dia hanya bisa menatap perlawanan orangtua tersebut dalam diam dengan bayi mungil menangis di gendongannya. Orangtua yang bahkan telah diberikan bayaran itu tetap tidak menyerah, beberepa kali mereka malah mencoba untuk menculik sang Hime kecil. Sampai akhirnya sang Onmyouji mengambil sikap tegas. Orang tua itu di usir dari desa dan tidak diijinkan kembali hingga Hime yang baru dipilih. Dengan berat hati orangtua Mito meninggalkan desa. Tak ada caci maki dari para penduduk. Hanya ada tatapan simpati dan kasian. Mereka sadar suatu saat mereka mungkin saja akan merasakan hal yang sama.
    Sekiat tahun berllau, para warga sadar bahwa Hime yang baru dipilih setiap Hime sebelumnya menginjan usia 25 tahun. Para warga mulai merasa tenang. Setidaknya setelah usia 25 tahun mereka masih bisa melihat anaknya. Semua berjalan normal kembali. Tak ada warga yang menolak anaknya di ambil oleh pihak kuil. Mereka menerima bayaran dengan senang hati dan penuh kebanggaan. Beberapa dari mereka memilih untuk keluar desa, memulai hidup baru dengan bayaran yang diterima dari kuil, lalu kembali lagi setelah mendengar Hime yang baru telah dipilih. Menjemput anak mereka yang telah berkorban banyak demi mereka.
    Tapi suatu hari seorang anak terlahir dari seorang mantan Hime. Nama mantan Hime itu adalah Kushina. Kushina berhenti menjadi Hime karena sebuah kecelakaan. Disuatu malam  bulan purnama ia tiba-tiba saja menghilang. Dia tidak ditemukan dimanapun, tidak ditemukan tanda-tanda kabur, ia hilang bagaikan teriup angin. Tiga puluh hari kemudian ia ditemukan kembail dikamarnya, sedang tertidur di atas ranjang empuk dengan taburan bulu burung merak dan kelopak mawar menutupi seluruh kamar. Para dayang dan kepala desa-keturunan Onmyouji- heran. Saat ditanya apa yang terjadi Kushina tidak menjawab, hanya memperlihatkan senyum lembutnya sambil mengelus perutnya.
    Menghilangnya Kushina menjadi rahasia pihak kuil, begitu juga dengan kehamilan Kushina. Selama beberapa bulan desa entah kenapa terus menerima keberuntungan. Panen yang melimpah, tidak ada wabah kekeringan dan serangan hewan yang merugikan. Para warga beranggapan semua adalah berkah dari sang Dewa Rubah karena senang atas perlakuan mereka kepada sang Hime. Pihak kuil tidak bisa mencabut posisi Hime dari Kushina. Para warga terlalu menjunjung Kushina. Untuk menghindari kecurigaan karena tak ada yang boleh tahu bahwa Kushina tengah mengandung. Maka pihak kuil menyebarkan rumor bahwa sang Hime tengah sakit hingga tidak bisa menghadiri acara pemberkatan dan pemujaan.
    Awalanya warga memaklumi, namun lama-kelamaan keanehan terjadi. Hasil panen mulai menurun, jumlam air mulai berkurang, dan banyak warga yang mulai terkena sakit. Semua berpikir penyebabnya karena sang Hime tidak pernah menghadiri acara pemujaan dan pemberkatan. Maka para warga bersikeras memaksa pihak kuil untuk mengantar Hime menghadiri upacara. Pihak kuil menolak, tapi warga tetap bersikeras mereka tak segan-segan melakukan kekerasan. Sampai akhirnya pihak kuil menyerah.
    Pada usia kandungannya memasuki usia 9 bulan Kushina diantar menuju Kuiil diatas gunung. Para warga terkejut tidak menyangka bahwa Hime mereka telah mengandung. Para warga merasa terhianati. Mereka telah dibohongi oleh pihak kuil. Mereka memberontak, mencegat jalan utama desa membuat Kushina ketakutan, kedua tangannya berusaha melindungi bayi dalam kandungannya. Para warga melemparinya batu dan sampah, tapi Kushina tetap tidak berekspresi. Matanya menyorot tajam pada kuil yang ada didepannya. Salah seorang warga menyerang pembawa tandu, membuat tandu menjadi oleng dan terjatuh, Kushina tersungkur ke tanah. Anak-anak warga mulai berteriak ketakutan. Mereka merasakan kemarahan menyebar diseluruh penjuru desa. Kemarahan itu bukan berasal dari para warga. Tetapi dari sosok yang lebih mengerikan dari seorang raja. Anak-anka mulai bersembunyi sambil meringkuk diatas tanah. Orangtua mereka masih sibuk menghajar para pihak kuil. Tak ada satupun yang berani menyentuh Kushina, mereka hanya melempari batu kerikil yang anehnya tidak ada yang mengenai paras cantiknya. Dengan kaki telanjang Kushina melangkah menuju kuil. Seorang anak bernama Iruka bersujud didepannya, memohon agar jangan meneruskan perjanan dengan kaki telanjang. Memohonnya untu kkembali menaiki tandu. Tapi tandu sudah dirusak oleh para warga. Kushina tidak mungkin kembali ke kediamannya yang jaraknya kini lebih jauh dari jarak kuil. Tidak memperdulikan permohonan dan ratapan anak-anak warga Kushina melangkah dengan senyum menghiasi wajahnya. Para wanita yang melihat senyumnya mulai menangis meraung-raung. Kutukan akan menimpa desa begitu pikir mereka.
    Untuk pertama kalinya Kushina melakukan perjalanan yang jauh tanpa tandu. Ia menaiki tangga kuil dengan sangat pelan. Sekor rubah mengikuti dibelakangnya. Rubah itu telah menunggunya didepan kuil tadi. Saat tiba diatas kuil ia melihat seluruh miko dan pendeta membungkuk dengan kepala menyentuh tanah, mereka ketakutan dan Kushina tidak perduli. Wanita bersurai merah itu berjalan memasuki Kuil menuju ruang pribadi yang hanya boleh di masukinya. Ia tidak keluar hingga malam mejelang. Para warga telah bersujud didepan kuil, meminta maaf atas kelancangan mereka. Tapi sang Hime tidak kunjung muncul, hingga sebuah tangisan kecil terdengar dari arah ruang pribadi. Kepala desa Sarutobi merangkap pendeta utama keturunan sang Onmyouji berlari memasuki ruang pribadi tersebut. disambut dengan seorang bayi lelaki kecil barambut pirang yang di balut dengan kimono sutra bersulam emas denga pola rubah berekor Sembilan. Keberadaan Kushina menghilang, hanya menyisakan kalung Kristal biru di leher sang bayi. Di pundalk bayi itu terdapat tanda bulu burung merak. Tapi bukan hanya itu. Bulu burung merak itu di bingkai oleh sembilan buah ekor rubah. Dibagian kerah kimono emas itu terdapat nama sang anak. ‘Naruto’
    Dan sejak itu Hime yang baru diangkat. Berbeda dengan Hime-Hime sebelumnya, Hime kali ini seorang lelaki. Tapi karena ia tinggal terisolasi didalam kediamannya itu bukan menjadi masalah. Kepala Desa Sarutobi digantikan anaknya Asuma untuk memimpin desa. Bertahun-tahun berlalu keadaan desa mulai membaik tapi setelah 25 tahun terlewati tak ada satupun bayi yang terlahir dengan tanda bulu burung merak. Sebagai gantinya Naruto terus menjadi Hime, terus dan terus dan terus hingga puluhan tahun berlalu, hingga keceriannya menghilang hingga rasa bosan memenuhi perasaannya. Naruto telah hidup hempir 100 tahun lamanya terkurung tanpa menjadi tua sedikitpun.
    .
    Sasori anak yatim piatu. Saat ia berusia 3 tahun ia ditemukan dipintu masuk desa oleh para penjaga desa. Desa itu tidak memiliki penti asruhan jadi ia dibawa kekuil. Dirawat hingga bisa menghidupi diri sendiri diusianya yang ke 11 tahun. Ia pertamakali melihat sang Hime saat ia berusia 9 tahun. Sang Hime begitu cantik dan menawan. Sejak saat itu dia menjadi terobsesi dengan sang Hime. Dia mulia belajar membuat boneka dari gerabah. Semakin giat dia belajar, semakin lihai dia membuat boneka. Boneka buatannya yang indah dan cantik terkenan hingga keluar desa. Banyak orang luar yang datang ke desa tersebut untuk memesan boneka buatannya. Ia mulai memiliki banyak pelanggan dan penghasilannya semkin besar. Tapi Sasori tidak puas, dia masih menginginkan sang Hime. Semua boneka kecantikan boneka buatannya tak bisa mengalihkan kecantikan sang Hime. Semua boneka Hime buatannya tidak bisa menyamai paras sang Hime sendiri. Hingga suatu hari Sasori mulai merasa frustasi. Bertahun-tahun ia belajar tapi tak ada satupun karyanya yang dapat menyamai kencantikan sang Hime, semua yang ia buat hanya sampah.
    .
    Upacara bulan itu dilakukan saat bulan purnama. Sasori datang dengan pakaian terapi dan bersihnya. Ia tak ingin tampil buruk di hadapan sang Hime pujaannya. Saat pemberian berkat Sasori mengantri dengan tidak sabar. Memandang sang Hime yang semakin lama semakin dekat di hadapannya. Saat gilirannya tiba dia bersimpuh dengan cepat membuta para warga terheran-heran. “Hime mohon maafkan saya, tapi ada satu permintaan yang saya inginkan dari anda.” Seru Sasori lantang. Para penjaga mulai berdatangan. Hendak membawa Sasori menjauh tapi dihentikan oleh sang Hime. Sang Hime mengelus kepala Sasori lembut menandakan bahwa ia mendengarkan permintaan si pemuda bersuari merah.
    “Ijinkan saya membuat boneka anda! Saya telah membuat banyak boneka yang menurut orang-orang diluar sana sangat indah dan cantik. Tapi menurut saya semua boneka saya belum sempurna. Tujuan awal saya membuat boneka adalah untuk menghadiahkan anda boneka tercantik yang pernah ada. Namun boneka-boneka buatan saya belum ada yang bisa mengalahkan kecantikan anda. Ijinkan saya membuat boneka dengan anda sebagai modelnya. ”
    .,.

    .,.
    TBC

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan