• Posted by : Yuuki Selasa, 09 Desember 2014




    Bab 7;
    Serangan.

    Keesokan harinya pagi-pagi sekali Ciel sudah sibuk di tenda bagian dapur menyiapkan sarapan untuk Sebastian dan juga para pasukan di temani oleh prajurit yang sedang mendapat giliran. Setelah selesai menyiapkan seluruh makanan Ciel lalu menuju tenda Sebastian untuk mambawakannya makanan. Saat memasuki tenda dilihatnya Sebastian sudah terbangun dan sedang kesulitan mengenakan baju besi perangnya. Ciel yang melihat hal itu dengan sigap meletakkan makanna Sebastian di meja terdekat dan membantunya mengenakan pakaian perangnya.
    “Apakah laporan dari tim pengintai sudah tiba?”kata Sebastian tiba-tiba saat ia sedang sarapan di dalam tenda.
    “Setahuku belum. Apa perlu aku mencarinya?”
    “Kalau kau tak keberatan.”
    “Oh tenang saja. Aku akan segera kembali.” Kata Ciel lalu meninggalkan Sebastian di dalam tenda. Ia dengan sigap menuju arah utara dengan berjalan kaki, beberapa orang prajurit yang sedang makan di dekat jalan yang ia lewati menyapanya dengan ramah dan juga member hormat.
    Setelah cukup jauh dari perkemahan Ciel membentangkan sayapnya yang besar dan transparan mencoba untuk terbang, namun jangankan untuk terbanng untuk mengepakkan sayapnya saja ia harus bersusah payah. Dengan keadaan sayap yang menderita luka akibat cambukan dulu itu Ciel hanya bisa melayang di atas pijakan setinggi beberapa sentimeter saja. Ia beberapa kali berusaha mencoba mengepakkan sayapnya tapi yang di rasakannya hanya nyeri di bagian bahu.
    “Ternyata memang tidak bisa.” Katanya lalu menyembunyikan sayapnya lagi dan memutuskan berlari menuju tempat menara pengawas berada.
    Tapi setelah tiba di tempat menara pengawas di dirikan tak ada satupun orang di sana, yang ada hanya bercak-bercak darah berceceran. Ciel yang merasa ada yang tidak beres memutuskan untuk mengikuti sebuah bercak darah yang berceceran mengarah ke dalam hutan yang lebat.
    Di tengah hutan, tepat di mana tetesan darah itu berakhir Ciel menemukan sebuah lubang galian yang di penuhi mayat-mayat para prajurit yang mati mengenaskan, ada yang lehernya di tebas, kepalanya tertembak panah, ada yang tak berkepala dan ada pula sepotong lengan yang terpisah dari tubuhnya. Samar-samar Ciel mendengar suara langkah kaki seseorang menuju kearahnya dengan cepat Ciel memanjat pohon terdekat untuk bersembunyi.
    Seorang lelaki datang sambil menyeret seorang prajurit dari kerajaan  Leviath.
    “Ini yang terakhir. Selanjutnya tinggal melaporkannya kepada jendral. Ternyata prajurit dari kerajaan Leviath lemah-lemah ya, kalau begini pasti bisa merebut wilayah utara ini dengan mudah.” Kata laki-laki itu sambil melempar tubuh prajurit itu kedalam lubang yang sudah penuh dengan mayat lalu menutup lubang itu dengan tanah. Setelah selesai laki-laki itu lalu segera meninggalkan tempat itu menuju arah utara menjauhi tempat perkemahan Sebastian, tampaknya menuju wilayah Kerajaan Filiann. Setelah laki-laki itu berada cukup jauh barulah Ciel turun dari pohon yang di naikinya dan segera berlari menuju arah perkemahan.
    Ketika memasuki pintu gerbang perkemahan Ciel di sapa oleh para prajurit yang sedang bersiaga namun Ciel tak memperdulikannya. Dengan sekuat tenaga ia berlari menju arah tenda Sebastian namun ketika memasuki tenda Sebastian tak ada di dalam sana.
    “Dimana Pangeran?”tanya Ciel dengan terburu-buru kepada seorang pengawal yang kebetulan lewat di sampingnya.
    “Maaf, saya tidak tahu.”
    ‘Cih kemana perginya dia, di saat genting begini malah tidak ada.’ Ciel lalu berlari mengelilingi perkemahan sambil terus menanyakan keberadaan Sebastian kepada para prajurit yang di lihatnya tapi tak ada satupun yang tahu.
    “Ada apa Ciel?”terdengar suara Sebastian dari arah belakanng Ciel saat ia sedang berada di pinggir wilayah perkemahan.
    “Kau! Kemana saja kau! Kau tahu aku pusing mencarimu!”
    “Oh maaf, tadi aku sedikit berjalan-jalan di hutan. Memangnya ada apa?”
    “Begini ada pa-“
    “Pangeran! Kita telah di serang!” seru seorang prajurit sambil berlari menghampiri mereka.
    “Apa! Di mana?”
    “Di perbatasan. Pasukan mereka sudah siap menyerang.”
    “Bagai mana mungkin! Ciel! Bukankah kau ku minta mencari laporan dari pasukan pengintai!”
    “Seluruh pasukan pengintai telah di bunuh. Aku baru saja hendak mengatakannya kepadamu. Itu sebabnya aku pusing mencarimu dari tadi.”
    “Siial. Kita kecolongan. Segera kumpulkan seluruh pasukan dan bersiap untuk bertempur!”
    “Yes Sir.”
    ────•••────
    Sementar itu di Timur.
    “Haahhhhhh~ aku benar-benar bosan Al, di perbatasan ini tak ada apapun selain hutan dan binatang buas. Aku jadi menyesal memilih tempat ini.”ujar seorang pemuda berambut hitam mengenakan kacamata yang menutupi mata gold-nya. Ia sedang duduk santai di sebuah kursi di dalam tendanya sambil membaca buku.
    “Anda jangan begitu Pangeran Claude. Kita beruntung kita tidak perlu mengalami pertempuran di sini. Untuk menangani hewan-hewan buas di sini saja prajuri kita sudah kesulitan apalagi di tambah dengan serangan dari musuh.”jawab seorang pemuda yang di panggil Al –Alois-. Ia sedang memperhatikan peta perbatasan wilayah timur dengan seksama, mata biru langitnya bergerak lincah menelusuri peta.
    “Kau sedang apa sih? Dari tadi sibuk sendiri, kau juga jadi aneh setelah kupertemukan dengan ayah saat rapat beberapa hari yang lalu. Dan satu lagi, jangan panggil aku Pangeran, panggil aku Claude saja.”
    “Ya,ya,ya. Aku hanya sedang memikirkan setrategi apa yang sebaiknya kita gunakan jika musuh menyerang nanti.”
    “Kau tak perlu lakukan itu. Kita takkan di serang oleh prajurit musuh kok. Paling-paling mereka saat ini sedang bertempur dengan prajuritnya Sebastian.”
    “Kenapa kau yakin sekali akan hal itu?”
    “Hutan ini terlalu lebat untuk di masuki. Bahkan warga sekitar sini saja tak ada yang berani. Apa lagi mereka yang warga Negara luar, paling-paling mereka akan tersesat di hutan ini dan dimakan binatang buas. Sedangkan di utara lain, tak bannyak prajurit kerajaan kita yang mau bertahan berjaga di sana, mereka lebih memilih kabur dan hidup nyaman di pedesaan utara. Itu menyebabkan penjagaan di utara melemah, banyak prajurit Negara luar yang menyamar dan menjelajahi utara. Walaupun di sana setiap tahun selalu di penuhi salju tapi setidaknya hutan-hutan di sana tak terlalu lebat dan tak ada binatang buasnya selain beruang, serigala dan rubah. Kalau di sini jangan di tanya, sudah hutannya lebat banyak hewan buas dan ular juga serangga beracunnya lagi. Kalau aku jadi pihak musuh, aku akan memilih menyerang utara saja, persentase keberuntungannya bisa mencapai 80%.”
    “Kau pandai juga ya.”ceplos Alois dengan watados-nya.
    “Kalau aku tidak pandai, bagaimana aku bisa bersaing dengan si ‘jet black’ (Sebastian) itu .”
    “Yah, apa salahnya kita bersiap-siap? Masa depan kan tak ada yang tahu!” **Louisia tahu kok! Aku kan Penyihir Waktu dan Dimensi!!#TAABBOOOXXXXX #Alois: gag nanya kamu autor narsis!!!#_#Autor:Hiks.,.,.. benjol dah kepalaku,.**
    “Dari pada kau membuang waktu mengurusi autor gag jelas itu -ralat- dari pada kau membuang waktu dengan memandangi peta usang itu, lebih baik kau temani aku saja Alois.”kata Claude sambil perlahan memeluk Alois dari belakang dan menciumu tengkuk mulus nan sexsy miliknya. **Huuuuu,,,,,,,,,,,,,,,,,, Cuit,,, cuit,,,, prikitteeewwww,,,,,, Asekkkkkk,,,,,**
    “Hemmm……. Baiklah.”kata Alois seraya menghadap Claude. Sapphire terang Alois bertemu dengan Gold milik Claude, menyelami pikiran masing-masinng, perlahan-lahan meniadakan jarak di antara kedua bibir mereka merasakan hangannya nafas lawan yang menerpa wajah masing-masing.
    Dan tibalah waktu di mana jarak di antara bibir mereka menghilang dan mempersatukan dua insan ciptaan tuhan itu. Setelah beberapa menit berciuman –ehemm­: lembut- akhirnya mereka melepaskan tautan bibir mereka, memberikan waktu kepada pasangannya untuk bernafas. Perlahan-lahan lagi Claude mendekati wajah Alois mencium setiap inci bagian wajah Alois, dahi, mata, pipi, dagu, lalu ke bibir lagi, di jilatnya pelan bibir Alois.
    Alois mendesah pelan saat tangan kanan Claude mulai memasuki baju yang di kenakan Alois menyentuh tubuh mulus nan dingin milik pasangannya dan tangan kirinya menyentuh bagian belakang kepala Alois menekan ciuman mereka agara lebih dalam sementara itu ciuman-ciumannya mulai mengganas, di gigitnya pelan bibir bawah Alois meminta ijin untuk masuk lebih dalam. Setelah merasa bahwa Alois membuka mulutnya dengan cepat Claude memasukkan lidahnya, perlahan mengajak lidah Alois bermain menghisap dan mencumbunya menyapu dinding-dinding rongga mulutnya yang lembut menyatukan saliva-saliva mereka, sementara lidah mereka saling bergumul, perlahan tangan Claude memainkan gundukan kecil di dada Alois yang mengakibatkan erangan tertahan muncul dari bibirnya. Alois yang menikmati permainan panas itu mengalungkan kedua tangannya di leher Claude meminta untuk di berika lebih dan lebih memperdalam ciuman mereka.
    **Baiklah,.,.sementara pasangan yang ada di sana sedang bermanja-manja,,.mari lihat keadaan kota kerajaan Leviath kita tercinta.**

              Ibu Kota Kerjaan Leviath (Istana Kerajaan).
    Di dalam ruangan yang besar dan megah tampak seorang pria tua yang mengenakan pakaian kerajaannya sedang mondar-mandir didepan singgasananya,  kedua tangannya dikaitkan di belakang punggung, berjalan pelan dengan wajah tertunduk tampak tak sabaran.
    “Kau tak perlu secemas itu sayang.” ucap wanita yang datang perlahan kehadapannya, wajah cantiknya tak termakan usia walaupun kenyataannya ia telah memiliki seorang putra yang sudah –bisa dibilang- dewasa. Di elusnya pelan pundak belahan jiwanya yang sedang gundah gulana.
    “Ratu-ku. Kenapa kau bisa setenang itu mengahadapi situasi ini? Padahal diluarsana tengah terjadi perang dan mungkin saja kedua putra kita akan menjadi korban?”ucap sang Raja sambil menyentuh wajah cantik Istrinya.
    “Itu karena aku percaya bahwa putra kita akan baik-baik saja. Kau tak perlu cemas sayang.”ucap Ratu seraya memeluk laki-laki di hadapannya dengan lembut.
    Sementara mereka sedang berpelukan, samar-samar terdengar langkah kaki terburu-buru di lorong istana. Tak perlu waktu lama hingga seorang prengawal datang dengan tergesa-gesa menghadap sang raja dan  ratu.
    “Ada apa? Apa ada pesan dari para pangeran?”
    “Ya, baginda. Silakan.”ucap pengawal itu sambil menyerahkan sebuah gulungan kertas berwarna putih yang di ikat dengan pita berwarna kuning. Usai menyerahkan surat itu sang pengawal langsung mengundurkan diri.
    “Dari siapa sayang?”tanya ratu penasaran.
    “Dari Claude. Nampaknya dia belum mengalami serangan apapun dari kerajaan lawan.”
    “Benar kataku kan. Putra kita pasti akan baik-baik saja.”
    “Ya, kau benar sayang.”ucap raja sambil tersenyum manis kepada ratu.
              Drap…. Drap…. Drap…..
    Tiba-tiba terdengar lagi suara langkah kaki brekumandang di lorong istana. Tak lama kemudian muncul seorang prajurit dengan raut muka cemas. Prajurit itu langsung menghadap raja dan ratu yang memandangnya dengan keheranan.
    “Mohon ampun Yangmulia Raja.”kata prajurit itu seraya member hormat kepada sang raja.
    “Ada apa?”kata raja kepada prajurit yang ada di depannya itu.
    “Hamba menerima pesan dari utara bahwa saat itu pasukan Pangeran Sebastian tengah bertarung dengan pasukan kerajaan Filiann. Lalu…”
    “Lalu apa lagi?”
    “Pasukan kerajaan Filiann tengah bersiap malakukan penyerangan ke Ibu Kota, Baginda Raja.”kata perajurit itu membuat wajang baginda raja dan sang ratu menjadi pucat.
    “Sial, ternyata dugaan gadis itu benar! Cepat siapkan pasukan, kita akan mempertahankan Ibu Kota!”titah sang raja sembari meninggalkan sang ratu yang masing terdiam mematung.
    “Yes, your Highness.”ucap prajurit lalu berjalan mengekori sang raja.
    “Sesuai dengan apa yang ku katakana kan sayang. Putra kita baik-baik saja. Tapi, lain halnya putramu dengan wanita itu.”ucap ratu memperlihatkan senyum licik dan merendahkan andalannya(?).
    ────•••────
    Beberapa saat setelah Baginda Raja mengenakan jubah perangnya. Ia langsung beriap memimpin pasukan untuk mempertahakan Ibu Kota. Namun hal yang paling di sayangkan adalah raja lupa untuk mengevakuasi Ibu Kota dan sekitarnya ang akan di jadikan medan perang sehingga banyak korban dari warga sipil yang berjatuhan.
              Setelah bersiap di posisi sebagai pemimpin peperangan Baginda Raja dapat melihat pasukan Kerajaan Filiann yang sudah bersiaga untuk melakukan penyerangan, dapat di lihatnya pula siapa pemimpin pasukan kerajaan yang akan di lawannya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Pangeran dari kerajaan Filiann itu sendiri. Pangeran Edward Leons Midford. Pangeran yang di segani akan kemampuannya bermain pedang dan wajahnya yang tampan, perawakan yang tegap, berambut pirang dengan tatapan mata yang mengintimidasi setiap lawannya. Pangeran yang baru berusia 20 tahun (sama dengan Sebastian dan Claude) itu mengenakan baju perang baja dengan jubah putih kebanggannya, dua bilah pedang terpasang rapi di kedua sisi pinggangnya di tambah dengan seekor kuda putih yang menjadi tunggangannya membuat ia tambak gagah dan elegan.
    “Pangeran Edward Midford! Berani-beraninya kau menyentuh wilayah kekuasanku.”ucap raja berang.
    “Baginda Raja Leviath, atau dulu bisa di panggil Pangeran Eclair. Kali akan ku pastikan kau dan kerajaanmu akan hancur!”jawab Pangeran Edward sinis.
    “Bocah sepertimu bisa apa di medan perang hah!”
    “Jangan hanya karena aku masih muda kau lalu meremehkanku. Harusnya kau sadar diri pak tua, kekuatanmu tidak sama seperti saat kau masih muda dulu. Sekali serang saja aku yakin aku pasti sudah tewas~!”
    “Kau! Benar-benar bocah kurang ajar! Pasukan SERAAAANNNGGGGG!!!!!!”
    “Huh! Pasukan HANCURKAN MEREKAAAAA!!!!!!”
    Dan perang di Ibu Kota pun terjadi. Ternyata apa yang di katakana Pangeran Edward benar, kemapuan Raja Leviath sudah menurun drastic karena termakan usia. Ia cukup –sangat- kewalahan menghadapi serangan-serangan yang di lakukan oleh pasukan kerajaan Filiann apalagi ia juga harus melindungi Ibu Kota agar tak jatuh ketangan pihak lawan.
              Aula Istana Kerajaan.
    Tampak seorang perajurit sedang berbicara dengan Ratu yang saat ini tengah menggenggam sebuah surat gulungan.
    “Segera serahkan ini kepada Pangeran Calude yang ada di wilayah timur. Apapun yang terjadi ia harus segera mendapatkannya, kau harus memastikan pesan ini diterima langsung olehnya. Kau mengerti!?”ucap Ratu sembari menyerahkan surat itu kepada perajurit yang berada di depannya.
    “Baik Yang Mulia Ratu.”
    “Bagus, lalu ini ada sedikit uang untuk biaya perjalananmu menuju timur, gunakan uang itu untuk keperluanmu di jalan. Anggap saja sebagai ongkos jalan. Kau mengerti!?”ucap ratu sembari memberikan sebuah kantung yang sepertinya didalamnya terdapat beberapa keeping uang.**mata uang di sini pakai koin semua**
    “Hamba mengerti Yang Mulia, terima kasih banyak. Hamba mohon diri.”ucapnya selagi tangannya mengambil kantong pemberian Ratu.
    “Ya, pergilah.”
    “Permisi Yang Mulia.”kata perajurit itu lalu pergi meninggalkan Ratu yang masih berada di dalam ruangan itu.
    “Dengan begini, sudah dapat di pastikan siapa yang akan menjadi Raja berikutnya.”ucap Ratu lalu meninggalkan ruangan itu menuju arah Istana Timur.

    ☆”♥-Bab 7 selesai-♥”☆

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan