• Posted by : Yuuki Senin, 16 Februari 2015




    †††††
    ††††
    †††
    ††
    H-2
    Sekali lagi tumpukan tanah bersalju menjadi saksi akan peperangan dan pertarungan yang terjadi di atas Kerajaan Leviath ini. Namun yang kali ini berperang bukanlah kumpulan manusia dengan keserakahan, namun sebuah ras tertua di duni ini, iblis dan malaikat. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, kini di tengah tanah lapang yang dipenhi hamparan salju putih itu terlihat Ciel dan pasukannya tengah menanti sesuatu yang akan turun dari langit. Perlahan namun pasti sosok-sosok yang di nantinya satu-persatu mulai bermunculan. Sosok-sosok bersayap putih dan sehalus sutra, dengan baju perang mereka yang bersinar keemasan dan keperakan. Sosok yang merupakan rasnya beberapa waktu yang lalu namun kini menjadi musuh bersarnya. Malaikat. Ras yang telah membuangnya.

    “Ange Tears Wasted”
    .,.
    By : Ayuni Yukinojo
    .,.
    Black Butler© Yana Toboso

    Pairing : Sebastian/Ciel, Claude/Alois

    OC :
    Tenebris = OC
    Lady ‘D = OC
    Charline & Duzel = Manga Vampire Game
    Warning:
    OOC, MxM a.k.a YAOI, EYD hancur, Typo


    Dengan senyum manis yang terukir diparasnya yang cantik Ciel mulai bangkit dari singgasana berbatu hitam miliknya yang indah. Berdiri dengan tangan terentang ke-kedua sisi tubuhnya menyambut kedatangan mahluk-mahluk dari langit tersebut. “Selamat datang di dunia manusia, wahai para malaikat. Apa gerangan tujuan anda sekalian repot-repot turun ke tanah tempat saya dibuang ini?” ujar ciel dengan suaranya yang selembut dentingan lonceng, senyumnya belum pudar tetap memperhatikan sekumpulan malaikat yang kini mulai mendarat jauh didepannya, dibagian perbatasan antara hutan dan ranah lapang ini.
    “Siapa kau? Bagaimana kau bisa tahu kami akan mendarat ditempat ini?” ujar seorang malaikat bertubuh tinggi besar dengan otot-otot bisep nya yang menonjol, lambang pangkat tersepat dibagian dadanya sedangkan kedua tangannya berkacak pinggang, menatap Ciel dengan angkuh.
    “Saya adalah sosok yang disebut-sebut sebagai Raja Utara. Saya bisa dengan mudah mengetahui keberadaan kalian.” Dengan senyum di wajah Ciel menjawab, tak memperdulikan tatapan angkuh yang merendahkan dari sosok malaikat yang memiliki pangkat tinggi jauh didepannya.
    “Sebutkan namamu sampah!” malaikat itu berujar kesal sekaligus muak. Terlihat jelas ekspresi jijik di wajahnya yang keras itu.
    “Nama saya bukanlah sebuah hal yang penting. Karena sudah cukup lama saya membuang nama saya.” Jawab ciel kini mulai bosan dengan percakapan mereka. Ia kembali duduk di singgasana hitamnya dan mengesap darah yang terdapat pada gelas di atas meja. “Bila anda sudah selesai dengan pertanyaan anda. Kini giliran saya yang bertanya. Apa tujuan anda sekalian datang kemari?” tatapan dingin penuh intimidasi ciel pancarkan, menunjukkan betapa ia sangat kesal akan perilaku sosok yang ada jauh didepannya itu.
    “Bukan urusanmu. Kau dan mahluk-mahluk rendahanmu tak pantas memerintah kami.” Jawab seorang malaikat lain yang berdiri di belakang malaikat besar itu, tubuh malaikat itu terlihat jauh lebih kecil dari malaikat didepannya, namun ia memiliki postur tubuh yang bagus sebagai seorang petarung.
    “Hahahaha… lihat siapa yang mulai angkat suara. Kalian mengira setelah datang ke dunia ini kalian masih akan di hormati? Tak ada satupun yang akan menghormati dan mendengar perintah kalian. Dunia ini netral, baik iblis dan malaikat memiliki kedudukan yang sama dan kalian pun bisa mati dengan mudah di dunia ini” tanggapan sinis Ciel berikan kepada dua malaikat yang menghinanya itu, tak ada lagi perkataan sopan yang terucap.
    “Kami adalah malaikat, dan kami takkan bisa mati selama didunia ini masih ada orang yang berhati murni.” Ucap seorang malaikat bersurai kelabu , terdapat sebuah tanda lahir di bawah sapphire kirinya. Ia dengan bangga maju ke barisan terdepan untuk berdebat dengan Ciel namun setelah melihat sosok yang mengaku sebagai raja Utara malaikat peria itu hanya bisa mematung.
    Senyuman sinis terukir di wajah Ciel memandang sosok yang baru saja maju ke barisan terdepan. Mata sapphire sedalam lautannya memandang sosok itu dengan intens. “Lama tak berjumpa Ayah.” Ucap Ciel dengan senyum manis tanpa dosanya membuat sosok malaikat yang dipanggilnya ayah itu membatu dengan eksprei horror.”Ciel…”
    .
    .                                            
    .
    Istana Ibu Kota
    Para penjaga istana dan palayan terlihat tercengang. Kedatangan sosok yang dikira telah tewas saat peperangan membuat mereka semua terkejut. Setelah sekian lama menghilang tanpa kabar yang pasti akhirnya sang pangeran kembali ke istana. Disambut dengan suka cita oleh pihak-pihak yang mendukungnya juga tatapan kesal dan benci dari pihak-pihak yang menginginkannya kematiannya –yang di sembunyikan dalam topeng sok ramah mereka.
    Claude merupakan salah satunya yang merasa paling terkejut akan hal ini. Seingatnya Alois telah memerintahkan seseorang untuk membunuh pangeran itu namun tampaknya semua itu gagal, apalagi kini keberadaan Alois tak diketahu. Semua rencana yang telah ia susun kini berantakan karena kedatangan Sebastian.
    Ia kini tak bisa mengambil alih tanduk pemerintahan karena bagaimanapun hanya Sebastian yang memiliki darah kerajaan, sedangkan dirinya sendiri hanya anak tiri dari sang raja. Harusnya jika Sebastian benar-benar mati maka kerajaan akan kehilangan calon sah Raja sehingga ia yang merupakan anak satu-satunya yang tersisa, walalu bukan anak kandung sekalipun akan memiliki kesempatan untuk menjadi raja.
    Seharusnya memang ia sendiri yang membunuh Sebastian, bukannya menyerahkan tugas penting seperti itu pada Alois.
    Dengan geram dan amarah yang disembunyikan rapat di lubuk hati Claude mendekati adik tirinya, senyuman ramah terlukis di wajah, berjalan tergesa-gesa menunjukkan kerinduan dimana itu semua hanya topeng belaka.
    “Sebastian! Syukurlah kau baik-baik saja. Dimana saja kau selama ini?” ujar Claude setelah memeluk tubuh Sebastian sekejap. Kedua tangannya masih memegang bagu Sebastian erat dedangkan matanya memandang lurus kearah mata sebatian.
    “Kakak. Maaf aku baru bisa kembali sekarang. Selama ini aku tersesat di wilayah Hutan Utara, butuh waktu lama bagiku untuk keluat dari sana apalagi tanpa kendaraan dan persediaan makanan.” Ucap Sebastian dengan senyum lembut di wajahnya. “Ngomong-ngomong dimana Ayahanda?” lanjut Sebastian memandang sekeliling halaman depan istana.
    “…”
    Hening tak ada jawaban yang terdengar Sebastian memandang sang kakak tiri dengan pandangan heran. “Kakak? Ayahanda dimana?”
    “Sebastian… Ayahhanda telah gugur… Beliau gugur saat mempertahankan Ibu Kota dari serangan kerajaan Filiann.” Ujar Claude lirih, kepalanya tertunduk dalam.
    “Tak mungkin. Lalu Ibunda Ratu?” tanya Sebastian lagi, memandang Calude dengan wajah yang dipenuhi gurat kesedihan.
    “Mengenai Ibunda… Beliau wafat beberapa hari yang lalu.”
    “Bagaimana bisa?”
    “Kita bicarakan ini ruang keluarga saja. Tak baik dan tak sopan membahas masalah keluarga dimuka umum begini.” Ajak Claude yang disetujui oleh Sebastian. Mereka berdua lalu berjalan memasuki bangunan istana. Diikuti beberapa pelayan dan pengawal dibelakang mereka.
    .
    .
    Sekali lagi tanah putih terselimut salju itu terkena noda merah. Banyak tubuh tak bernyawa bergelimpangan, helai-helai bulu sayap putih berserakan juga tubuh-tubuh kehitaman yang mulia menguap menyebarkan bau busuk dan amis. Diantara kumpulan mahlu-mahluk yang tengah bertarung itu tampak sesosok pemuda tengah berdiri memperhatikan jalannya pertarungan. Tak memperdulikan pasukannya yang semakin berkurang, tak memperdulikan para sayap putih yang dengan gegabah menyerangnya, ia hanya menonton.
    Tapi niat menontonnya terhentikan saat sesosok lelaki paruh baya bersurai sama dengan nya tengah berdiri dihadapannya, sayap putih besarnya terbuka indah dengan sedikit noda darah. Senyum masis terulas di wajah cantik itu saat mengetahui siapa sosok yang berdiri didepannya. “Lama tak berjumpa Ayah.” Ujar Ciel lagi dengan senyum yang tak berubah sedikitpun.
    “Kau berubah Ciel.” Ujar sosok yang di panggil ayah tersebut, Vincent. Memandang wajah rupawan anaknya yang tak berubah sejak terakhir kali mereka bertemu. Tapi Vincent dapat merasakan perbedaan yang ada pada anaknya itu. senyum yang menghiasai wajah rupawan anaknya tak pernah sampai di mata biru kelam sang anak.
    “Yah, memang banyak yang berubah Ayah.” Senyum diwajah itu berubah menjadi kesedihan, memandang sang Ayah yang sudah lama tak ia jumpai. “Saking banyanya aku sampai lupa siapa aku sebenarnya.” Lanjut Ciel, tangan kanannya bercahaya hitam kebiruan. Tak menunggu lama cahaya itu mulai memanjang dan berubah menjadi sebuah pedang hitam dengan dua mata pedang. “Harusnya ayah tak usah ikut dalam tugas ini. Lebih baik diam di rumah dan menemani ibu yang tengah bersedih.”
    “Bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri diatas sana sementara kedua anakku tak diketahui keadaannya.” Mata sapphire lelaki itu menatap Ciel dengan sendu, tangan kanannya bersiaga memegang pedang dipinggangnya. “Ayah masih menganggapku sabagai anak.” pertanyaan bernada datar terucap dari bibir mungil itu, wajahnya tampak kosong namun matanya memancarkan pendar kegelapan.
    “Aku tak pernah merasa telah membuangmu nak.” Tangan kanan yang awalnya siaga itu kini perlahan mencoba untuk meraih surai kelabu Ciel, jelas terlihat sorot kesedihan dan penyesalan dalam mata lelaki itu.
    Sorot mata Ciel menyendu, bahunya terkulai lemas dengan tangan kanan yang masih menggenggam pedang dengan lemah. Kepala bersurai kelabu itu kemudian menunduk menyembunyikan ekspresi yang tercetak di wajah manis tersebut. Kedua sosok bersurai identic itu terdiam tak meperdulikan pertarungan disekitar mereka hingga sebuah pedang besar menembus punggung sosok mungil yang tengah tertunduk itu, membuat semua mata tertuju pada pemuda mungil yang kini telah terbaring besimbah darah dan disusul dengan raungan murka kaum vampire di arena pertempuran itu.
    “Mati kau sampah.” Hinaan terucap dari sosok yang telah melukai Ciel, menatap tubuh yang terbaring itu dengan jijik, ia ludahi tubuh itu dan ia injak dengan kasar. Mata perak sosok malaikat itu menatap Vincent dengan bengis. “Sadar Vincent! Anak bungsumu sudah lama mati dalam kandungan istrimu. Mahkuk yang ada di hadapanmu itu hanya sampah menjijikkan yang keberadaanya tak dibutuhkan didunia ini. Atau kau berniat menghianati bangsamu!?”
    Tak ada tanggapan dari Vincent, matanya menatap tubuh Ciel dengan kosong cukup lama hinggs sebuah kekehan kecil meluncur dari bibirnya.”hehe… kau tak perlu bersusah payah membunuhnya jendral. Sejak awal aku memang akan membunuhnya. Aku hanya menunggu ia lengah dan lihat… kau berhasil membunuhnya bukan.” Ucap Vincent sinis memandang tubuh di bawahnya dengan jijik. Dengan perlahan Vincent meninggalkan tubuh Ciel diikuti oleh malaikat yang ia panggil tadi sebagai jendral tersebut.
    Jawaban Vincent membuat para kaum vampire dan sekutunya murka terutama Undertaker yang kini masih bertarung dengan seorang malaikat besurai putih beriris violet, bila tak salah mendengar malaikat itu bernama Ash.
    Semua mata secara bergantian memandang tubuh sang Raja Utara dan dua malaikat yang kini tengah berjalan menjauh. Semua membisu dan pertarungan terhentikan secara sepontan. “KENAPA KALIAN BERHENTI!! CEPAT BINASAKAN MAHLUK-MAHLUK MEJIJIKKAN ITU. RAJANYA KINI SUDAH TEWAS! TAKKAN ADA LAGI HALANGAN!!” ucap sang jendral dengan pedang yang teracung kedepan. Semua pasukan malaikat dengan semangat membara kembali menyerang pasukan Raja Utara membuat pasukan yang didominasi oleh para vampire itu terpukul mundur. Hingga sebuah getaran hebat membuat seluruh pasukan dari dua belah pihak membatu dan Undertaker tertawa senang. “hihihihihihi~”
    Getaran hebat itu berhenti secara beberapa saat tapi kembali muncul, terus menerus sambil menghasilkan suara bergemuruh. “Bahkan detak jantungnya bisa terdengar hingga kepelosok negeri.” Ucapan dengan nada bercanda dari Undertaker menyadarkan semua dari keterkejutannya. “Detak jantung? Apa maksudmu?” Ash bertanya dengan heran. Setaunya bangsa vampire tak memiliki jantung yang berdetak. Jantung mereka mati tak dapat memompa darah, itulah salah satu alasan kenapa bangsa vampire menghisap darah dari para mahluk hidup.
    “Yangmulia adalah sosok yang istimewa, walaupun jiwanya adalah jiwa iblis tapi tubuhnya adalah tubuh malaikat. Dia memiliki kehidupan, kekuatannya yang besar selama ini ia simpan pada jantungnya agar bila suatu saat ada mahluk bodoh yang melukai jantungnya maka dengan otomatis kekuatan besar yang tersimpan disana keluar dengan sendirinya.” Ucap William yang berada tak jauh dari posisi Undertaker dan Ash bertarung. Senjata berupa pisau pemotog rantingnya ia gunakan untuk membetulkan kacamatanya yang terasa melorot.
    “Hihihihi~ Yangmulia akan mengamuk~” Undertaker tampak sangat senang, ia memeluk sabit death scythe nya dengan erat sambil mengelus mata tajam senjatanya beberapa kali, Membersihkan darah yang menempel.

    TBC

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan