• Posted by : Yuuki Selasa, 02 Mei 2017


    Seorang wanita tengah berdiri didekat gerbang masuk Konoha High School. Wanita itu mengenakan dress berlengan pendek berwarna merah semata kaki, pundahnya dililit syal merah muda dan topi jerami lebar menutupi wajahnya dari terik matahari. Mata kehijauan wanita itu tidak pernah lepas dari kerumunan siswa yang mulai membubarkan diri dari tempat mereka menuntut ilmu. Terdiam menunggu hinga pandangannya tertuju pada seorang gadis berambut hitam panjang sedang berjalan bersama seorang lelaki beramata sapphire.

    "Sarada-chan!" seru wanita itu mendekati dua muda-mudi itu. Gadis yang dipanggil oleh wanita itu langsung tersenyum senang dan menghampiri si wita meninggalkan teman lelakinya yang menatap heran plus curiga di belakang.

    "Sara-chan, kau kenal dia?" tanya pemuda itu saat menghampiri sang adik.

    "Menma-nii, perkenalkan ini Sakura-san, temanku di Perkumpulan Pencinta Hanami (PPH). Sakura-san, ini kakakku Menma."

    "Salam kenal Sakura-san." salam Menma dengan sopan hasil didikan ibunya tercinta.

    "Wah pemuda yang tampan, pasti kau punya banyak penggemar." ucap Sakura riang menjabat tangan Menma pelan.

    "Menma-nii, aku izin keluar ya~ Aku ada janji bertemu dengan angota PPH hari ini. Bilang sama Kaa-sama dan Otou-sama aku akan kembali sebelum makan malam. Nanti aku belikan kau ramen jumbo ekstra naruto dan menma!!" rayu Sarada dengan nada memohon.

    "Hmm~" Menma bergumama menimbang-nimbang. "Satu sih tidak cukup~" ucap Menma jahil. Kapan lagi dia bisa membuat adiknya itu membelikannya ramen gratis? "Lima ya~" pinta Menma

    "Eh? Dua deh." Tawar Sarada.

    "Apa? Enam?"

    "Ukh. Tiga?"

    "Baiklah Tujuh!" seru Menma semangat.

    "Argh! Empat! Empat, terima apa tidak?"

    Dengan seringai puas di wajah Menma menunjukaan pose setujunya. "Oke, Empat. Yang jumbo dan ekstra naruto dan menma ya, Sara-chan. Sampai jumpa~" Menma berjalan meninggalkan kedua wnaita itu dengan tawa senang yang membahana.

    "Ano baka aniki!!"

    "Hahaha, kalian akrab ya." ujar Sakura saat Sarada telah selesai meluapkan kekesalannya.

    "Begitulah~ Ayo Sakura-san." Ucap Sarada riang lalu menggandeng tangan Sakura menuju tempat pertemuan.

    .

    Menma pulang ke kediaman Uchiha seorang diri. Biasanya memang dengan Sarada. Dua Uchiha bersaudara itu sudah tidak lagi diantar jemput supir. Mereka hanya diantara pada minggu pertama masuk di KHS. Saat sampai dirumah, Menma disambut dengan Naruto yang tengah duduk santai menonton TV, tangan berkulit tan itu mengelus perut buncitnya dengan lembut. "Tadaima Kaa-chan, Ototou." salam Menma sambil mencium pipi ibunya berlanjut ke perut buncit Naruto.

    "Kau tidak pulang bersama Sarada? Diaman adikmu?" tanay Naruto sambil mengelus kepala Menma, anak lelakinya sedang bermanja-manja dengannya.

    "Hmm~ dia tadi bilang ada janji dengan teman PPH nya. Pulang sebelum makan siang katannya."

    "PPH?"

    "Perkumpulan Pecinta Hanami. Tadi yang jemput namanya Sakura-san."

    Perkataan Menma membuat Naruto tertergun. Sakura? Apakah Sakura yang itu? atau Sakura yang lain? Naruto lupa bahwa hari-hari damainya masih memiliki badai yang menanti. Menma belum tahu kebenarannya. Ku harap Sasuke segera pulang.

    .

    Makan malam hari itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Sarada merasa ada sesuatu yang sedang di tahan kedua orang tuanya. Saat ia datang tadi ayahnya telah pulang dari kantor dan sedang ada di ruang kerjanya berama kakek Fugaku sementara ibunya sedang mempersiapkan makan malam bersama nenek Mikoto. Kakek dan neneknya memang sering berkunjung untuk makan malam. Kakek Minato juga kadang datang untuk mengunjungi Naruto yang sedang hamil.

    "Sarada, Menma setelah selesai makan nanti temui ayah dan kakek di ruang kerja." Ujar Sasuke saat mendahului meninggalkan ruang makan bersama Fugaku.

    Setelah menghabiskan makanan yang di sediakan ibunya, Sarada dan Menma bersama-sama menuju ruang kerja Sasuke. Mereka disambut dengan Sasuke dan Fugaku yang tengah duduk disofa diruangan itu. Dengan lirikan mata Sasuke memerintahkan putra-putriny duduk. Tak berselang lam Naruto dan Mikoto datang bersama dan mengambil tempat duduk di samping menma dan sarada.

    Diatas meja didepan mereka terdapat beberapa kertas terbalik yang salah satunya berupakan foto yang blom dapat Sarada dan Menma lihat.

    "Sarada." Fugaku memulai pembicaraan sambil mentap cucu perempuannya dengan serius. "Aku sebenarnya ingin mengatakan ini ketika kau telah berusia tujuh belas tahun. Ketika kau telah mengerti tugas-tugas keluarga inti Uchiha dan mengerti seberapa besarnya tanggung jawab yang diemban sebagai penerus Uchiha. Tapi ada beberapa keadaan yang mengharuskan aku menjelaskannya hari ini. Detik ini juga."

    Naruto yang duduk tepat ada disamping Sarada merangkul tubuh Sarada erat.

    "Sarada. Aku ingin memberitahukan dan menjelaskan bahwa kau bukanlah anak kandung Naruto."

    Seperti dijatuhi ribuan bom atom. Sarada merasa dunia disekitarnya tiba-tiba membisu dan bergerak lambat. Yang dapat ia dengar dan rasakan hanya isakan ibunya dan rangkulan erat nan hangat yang diberikan sang Ibu.

    Sementara Menma hanya bisa mematung. Mendengarkan. Ia tahu ada sesuatu dibalik ini semua. Kakek Minato dan Paman Itachi selalu mengajarinya untuk melihat sesuatu yang tersembunyi dibalik sesuatu yang disembunyikan. Hari ini kakek Fugaku-nya telah memberitahukan sebuah rahasia yang telah tersimpan lama. Pasti ada sesuatu yang ada dibalik ini semua.

    "A-apa maksud kakek?" setelah sekian detik barulah Sarada mendapatkan keberanian dan tenaga untuk berbicara. "Aku bukan anak Kaa-sama? Lalu aku anak siapa?" Rasanya Sarada ingin menangis sekarang juga apalagi ketika mendengar dan merasakan tangisan sosok yang ia anggap ibu disampingnya ini.

    "Kau anak Sasuke." Ucap Fugaku pelan. Jelas sekali ia sebenarnya tidak ingin mengutarakan kebenaran ini.

    "Lalu apa bedanya!?" Apa bedanya? Jika dirinya memang anak Sasuke bukankah dia juga anak Naruto? Atau ada hal lain yang masih disembunyikan? "Atau ada yang lain? Ada orang lain selain Kaa-sama yang kalian sembunyikan!?"

    "Ada." jawaban singkat dari Fugaku membuat Sarada sejenak menahan nafas

    "Si-siapa?"

    "Namanya Haruno Sakura."

    Deg.

    Menma dan Sarada mematung. Sakura? Sakura yang itu? Sakura teman Sarada di perkumpulan itu?

    "Bohong!" siapapun pasti akan menyangkal jika dikatai bukan anak orangtuanya.

    "Tidak Sarada. Itu benar." Kini Sasukelah yang berbicara. Padahal Sarada berharap agar ayahnya menyangkal semua perkataan kakeknya.

    "Ka-kaa-sama. Ojii-sama bohongkan? Iya kan Kaa-sama?" pertanyaan SArada hanya dijawab dengan isakan tangis oleh Naruto.

    "Sarada." Fugaku kembali menarik perhatian Sarada. Pria itu menyerahkan selembar foto dimana didalm foto itu terdapat sosok ayahnya yang berwajah datar san sosok Sakura-san yang tersenyum gembira. "Ini adalah foto pernikahan Ayahmu dengan Haruno Sakura."

    Sementara Sarada meraih foto itu dengan tangan gemetar, Menma tampak menahan emosi. "Lalu bagaimana dengan Kaa-chan!?" Jika benar wanita bernama Sakura itu adalah istri ayahnya. Lalu bagaimana dengan ibunya? Ibunya yang kini tengah menganduk adiknya? Ibunya yang kini tengah menangis sambil mendekap Sarada?

    "Ibumu juga istri ayahmu Menma. Jauh sebelum Ayahmu menikahi Haruno Sakura, Ayahmu telah menikah dengan ibumu." Fugaku menyenderkan punggungnya di sandaran sofa. berusaha merilekskan punggungnya yang sedari tadi tegang.

    "Lalu kenapa Tou-chan harus menikah dengan Haruno Sakura?" Kenapa ayahnya harus menikah lagi? Apa ibunya tidak cukup? Apa ibunya tidak bisa memenuhi harapan ayahnya? "Apa yang kurang dari Kaa-chan ku!?"

    "Tidak ada Menma." Sasuke manatap putra semata wayangnya dengan ekspresi sedih. "Tidak ada yang kurang dari ibumu. Ayahlah yang tidak sabar."

    "Tidak. Itu bukan salah Sasuke. Ini salahku yang tidak terlambat." Seru Naruto diiringi isakan. Sedari awal ini salahnya kan? Kalau saja ia lebih cepat mengambil keputusan, maka Sasuke tidak akan menikah lagi.

    "Tidak Naru." Mikoto kini angkat bicara. Wanita yang sedari tadi merangkul Menma itu akhirnya membuka suaranya. "Kau tidak bersalah. Sejak awal kami, Aku dan Madara-tousama tahu kau dapat memberi keturunan. Kami sudah sepakat untuk tidak memaksamu. Ini bukanlah salahmu."

    "Mikoto benar. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Sasuke hanya ingin memenuhi harapan kami dan aku hanya ingin menimang cucu. Kita hanya kurang bersabar dan terlalu terburu-buru mengambil keputusan sehingga kalian berdualah yang menjadi korban." Fugaku menatap Naruto dan Sarada penuh penyesalan. Mungkin diantara mereka, Naruto lah yang paling menderita. Pemuda itu harus rela berbagi suami dengan wanita lain. Harus rela mengasuk anak yang bukan anak kandungnya. Berusaha sekuat tenaga memastikan keluarga kecilnya tidak hancur. Diantara mereka, NAruto lah yang paling berjuang keras.

    Fugaku mulai menceritakan awal dari segala rahasia ini. Naruto yang menikahi Sasuke di usia muda. Tiga tahun pernikahan tanpa ada tawa bayi yang menceriakan kediaman megah Uchiha. Tawaran Haruno Sakura dan perjanjian dengan Haruno Kizashi hingga kelahiran Sarada dan pindahnya Sakura ke kediaman cabang Uchiha.

    "Sarada, Menma. Apa yang akan ku ceritakan ini adalah kebenaran. Tapi tidak sedikitpun kebenaran ini mengurangi cinta kami kepada kalian berdua. Naruto adalah orang yang paling mencintai kalian. Tidak memandang siapa orang tua yang melahirkan kalian. Kalian adalah anak Sasuke maka kalian juga anak Naruto." Mikoto menjelaskan dengan sabar. Tangan halus wanita itu mengelus punggung Menma lembut.

    "Lalu kenapa Sakura-san harus pindah?" Kenapa dirinya harus dipisahkan dari sang ibu? Tak masalahkan jika ia memiliki dua orang ibu?

    "Ini untuk melindungi kalian dan keluarga ini." Fugaku menyerahkan sebuah kerrtas tua di hadapan kedua cucunya. "Klan Uchiha adalah klan bangsawan yang memiliki hubungan erat dengan kerajaan Ootsuki. Sebagai klan bangsawan, kami memiliki aturan tersendiri mengenai tatanan keluarga. Layaknya kerajaan, jika Ratu yang dinikahi Raja tidak bisa menghasilkan keturunan maka sang raja akan mencari selir yang dapat memberikannya keturunan. Dalam peraturan internal keluarga inti Uchiha. Setiap anak yang lahir diluar pernikahan sah akan menjadi hak asuh istri sah keluarga inti. Tidak peduli itu anak dari istri kedua, ketiga bahkan wanita penghibur sekalipun, anak itu akan menjadi hak keluarga inti. Sebagai gantinya kami para Uchiha akan meberikan kompensasi berupa uang, atau peningkatan derajat dimata masyarakat. Oleh karena itu Haruno Sakura tidak lagi ada di kediaman Uchiha, selir yang telah menunaikan tugasnya akan diberikan kediaman tersendiri dan diberikan kebebasan dalam hidupnya dengan syarat tidak lagi boleh muncul di hadapan keluarga Uchiha."

    Fugaku menghela nafas sejenak dan memandang kedua cucunya yang mendengarkan pengakuannya dengan sabar.

    "Seharusnya, menurut pertauran anak selir dalam kasus ini adalah Sarada harus diasuh dan dibesarkan oleh ibu asuh. Seorang wanita yang dibayar keluarga Uchiha untuk mengasuhmu dari kecil hingga kau dewasa." Kali ini Sarada menahan nafas mendengar perkataan kakeknya. "Tapi Naruto memaksa melawan peraturan keluarga dan memilih untuk merawat dan membesarkanmu bersama dengan Menma sebagai saudara. Naruto terlalu mencintaimu hingga banyak aturan keluarga yang telah ia langgar hanya untuk mempertahankan kalian agar tetap ada dalam dekapannya."

    "Apa saja peraturan yang telah Kaa-sama langgar?"

    "Dia memaksa merawat dan membesarkanmu bersama dengan Menma. Dia memaksa agar kau memiliki status setara dengan Menma dikeluarga Uchiha. Ia menentang keras saat kau hendak dimauskkan kesekolah asrama. Ia menolak setiap pertauran keluarga Uchiha yang akan mengekang kebebasan kalian berdua. Semua sikapnya itu membuat posisi dirinya tidak aman di keluarga ini. Naruto bahkan mengijinkan Menma untuk bebas berpetualang dimana ia seharusnya dididik dengan keras sebagai calon penerus klan. Jika saja Naruto tidak memiliki klan Uzumaki dan Senju yang berdiri dibelakangnya, pasti dari dulu orang-orang Uchiha sudah menyingkirkan dirinya dari keluarga ini."

    Lama mereka terdiam dalam kesunyian. Sarada berusaha mencerna semua informasi yang telah diberikan kakeknya, berusaha memahami tidak hanya dari sudut pandang dirinya tapi juga sudutpandang ibunya, Naruto.

    "Apa Ibuku mencintaiku?" tanya Sarada akhirnya.

    "Dia sangat mencintaimu." Naruto menjawab dengan lirih. Pemuda itu sudah berhenti menangis tapi masih merangkul Sarada dengan erat seolah-olah takut kehilangan sosok putri kesayangannya. "Menurut perjanjian, dia tidak tidak boleh menemuimu sebelum usiamu 13 tahun. Sejak kapan kau mengenalnya Sarada?"

    "Aku bertemu dengannya tahun lalu saat bertamasia ke Kyoto. sejak saat itu aku sering bertemu dengannya. Kaa-sama, aku tetap anak Kaa-sama kan? Meski aku seperti ini, aku tetap anak Kaa-sama dan adik Menma-nii kan? Aku maish boleh bertemu dengan Sakura-kaasan kan?" Mata onyx Sarada meneteskan air mata. Ia tak mau dipisahkan dengan keluarganya ini. Tapi dia juga tak mau dipaksa menjauhi ibu kandungnya.

    "Tentu sayang. Sampai kapanpun dan apapun yang terjadi kalian berdua adalah anak Kaa-san, Menma adalah kakakmu dan adik kecil ini adalah adikmu." jelas Naruto sambil mengelus perut buncitnya.

    Untuk saat ini Naruto masih bisa mempertahankan keluarganya. Ia tidak tahu cobaan seperti apalagi yang akan datang.

    TBC








    { 1 komentar... read them below or add one }

    1. Wahh akhirnya kelanjutanya dah keluar...

      Senpai ceritanya bagus di tunggu kelanjutannya yah..������

      BalasHapus

  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan