Archive for 2017
Frozen Heart 2
0
FROZEN HEART
(Hati Yang Beku)
Ayuni Yuukinojo
FROZEN & ROG Not Mine
Warning : Lama Update, OOC, Dark Elsa
Anna menunggangi kudanya dengan kencang. Sudah berlalu hampir 1 jam sejam sejak Elsa meninggalkan kastil Arendel dan sejak saat itu salju terus turun mulai menyelimuti permukaan tanah musim semi. Aneh sekali. Musim dingin sudah berlalu beberapa minggu yang lalu udara dingin sudah menghangat, tapi tiba-tiba saja cuaca berubah. Air laut membeku menyelimuti seluruh permukaan laut Arendel dan salju tebal terus turun. Tak sampai satu jam seluruh permukaan tanah telah diselimuti salju setebal 30 cm.
Udara dingin yang berhembus tidak menjadi halangan bagi putri ke-2 kerajaan Arendel itu. Ia terus memacu kudanya hingga ia tiba di kaki gunung. Sebuah toko kelontong menjadi pembatas antara jalanan desa yang dihiasi pepohonan dengan hutan lebat yang memenuhi kaki gunung.
“Hei Anna apa yang kau lakukan disini?” Seorang lelaki bertubuh besar tampak sadang bermain dengan rusa peliharaannya.
“Kristof? Sven? Apa yang sedang kalian lakukan disini?" Anna menghampiri lelaki teman masa kecilnya itu.
“Kami sedang menikmati keajaiban alam!” Seru Kristof riang. Sven, rusa sahabatnya berjingkrak riang diatas salju.
“Keajaiban alam?”
“Ya! Kapan lagi kau bias menikmati salju turunan dan air membeku pada saat musim semi? Semua itu karena keajaiban yang dibawakan oleh peri cantik itu!” Ucap Kristof sambil menjatuhkan tubuhnya dengan santai diatas hamparan salju.
“Peri? Apa peri itu berambut kepirangan?”
“Ya! Kenapa?”
“Apa dia mengenakan jubah ungu?”
“Ya! Kenapa?”
“Apa matanya berwarna biru?”
“Ya! Kenapa kau tahu hal itu? Hanya aku yang melihat peri itu lewat tadi.”
“Kristof! Itu buka peri! Itu kakakku Elsa!”
“Eh? Ratu elsa?”
.
Anna menceritakan semua hal yang terjadi kepada sahabatnya. Mulai dari betapa gembiranya ia karena akhirnya seluruh pintu dan jendela istana dibuka. Betapa senangnya dia bisa bertemu dengan pangeran Hans, cinta sejatinya. Betapa gugupnya dia saat harus meminta restu untuk menikah dengan pangeran tercintanya, serta betapa sedih dan kecewanya dia saat Elsa tidak merestui hubungannya dengan Hans. Yang paling Anna sesali adalah karena dirinyalah sang kakak menghilang dan kerajaannya diselimuti salju.
Kristof menghela nafas berat. Sahabat naifnya ini sangat sulit untuk dinasehati. Ia kenal Anna dan Elsa sejak kecil. Dulu mereka merupakan sahabat yang dekat. Mereka sering bermain di dermaga bersama. Terkadang mereka juga akan bermain dihalaman istana ditemani oleh mendiang Ratu Arendel. Tapi entah karena apa tiba-tiba saja gerbang istana yang selalu terlihat terbuka itu kini tampak tertutup rapat dan Anna serta Elsa takpernah lagi ia lihat di kota. Memang terkadang ia akan bertemu dengan Anna saat sedang mengirimkan balok es pesanan kerajaan tapi itu hanya sebentar. Ia tak lagi diijinkan terlalu lama berada di istana.
Kristof mengerti bahwa ini pertamakalinya Anna mengagumi seseorang. Rasa kagum yang ia kira merupakan rasa cinta. Diantara mereka bertiga, Kristof rasa Elsa lah yang paling mengerti apa itu cinta. karena jauh sebelum Anna mengenal cinta, Elsa telah terlebih dahulu menambatkan hatinya kepada seseorang. Sayang orang itu tiba-tiba menghilang saat Elsa berusia 8 tahun. “Kau tahu Anna. Kurasa apa yang dikatakan kakakmu adalah benar.”
“Kata-kata kakakku yang mana?”
“Bahwa kau tidak bisa menikah dengan orang asing yang baru pertama kali kau temui.” lelaki itu duduk diatas salju, menatap rusanya yang masih bermain-main.
“Kalau itu cinta sejati. Pasti bisa!” Ahh~ betapa polos dan keras kepalanya sahabatnya yang satu ini.
“Anna kau tidak tahu apa-apa mengenai cinta!”
“Tentu saja aku tahu! Aku lebih tahu daripada Elsa! Aku lebih tahu daripada kau! Kenapa kau malah membela Elsa? Jangan-jangan kau menyukainya!?” entah kenapa jantung Anna terasa tercubit saat mengatakan bahwa sahabatnya ini mencintai kakaknya.
“Anna kau jangan bercanda! Manamungkin aku menyukai Elsa!”
“Tapi kau membelanya! Kau pasti mencintainya. Tapi tidak bisa mengatakannya karena Elsa sangat dingin dan tidak memiliki hati untuk merasakan cinta dan membalas cintamu!”
“ANNA CUKUP!!” bentakan itu mengejutkan Anna. ini pertama kalinya sahabatnya itu membentaknya. Ini semua karena Elsa.
“Anna kau tidak mengerti apa itu cinta. Tidak mengerti, sama seperti kau tidak mengerti rasa cinta yang dimiliki oleh kakakmu!” Kristof berkata dengan lirih. Ia masih ingat bagaimana dulu Elsa kecil menangis tanpa sebab karena kepergian ‘orang itu’.
“Manamungkin Elsa mengetahui kebahagiaan yang didapatkan oleh rasa cinta” ucap Anna lirih sambil melihat hamparan salju dikejauhan. Ia masih belum berani menatap Kristof yang menatapnya tajam.
“Kakakmu mungkin tidak tahu kebahagiaan yang diberikan oleh rasa cinta. Tapi kakakmu tahu rasa sakit yang diakibatkan oleh cinta.” dengan mengucapkan hal tersebut Kristof bangun dari duduknya memanggil Sven yang masih bermain di kejauhan. “Ayo, ku antar kau menemui kakakmu.”
“Kau tahu dimana Elsa?”
“Tidak. Tapi aku tau kearah mana dia pergi.”
.
Anna dan Kristof menatap istana indah di hadapannya. Istana itu terbangun dengan begitu megahnya. Berkilau dengan cahaya matahari yang dipantulkan oleh kristal es. Sebuah karya seni yang tak bisa di remehkan. Kristof menatap istana itu dengan mulut ternganga. Sebagai seorang pengumpul balok es, ini pertamakalinya ia melihat sebuah karya megah dengan bongkahan es sebagai dasarnya. 'Ini surga!'
Sementara Anna menatap istana di depannya dengan ragu. Istana itu begitu indah nan megah. Ia tak bisa mempercayai bahwa kakaknya bisa membangun istana seindah ini. Didekat istana itu Anna melihat sebuah boneka salju yang tak asing. 'Olaf?'
Perlahan Anna menyeberangi jembata es yang membentang diatas jurang dalam yang ada dihadapan istana megah itu. Mengetuk keras pintu masuk besar yang berkilauan. Pintu itu terbuka dengan sendirinya."Kristof. Lebih baik kau tunggu disini." Ujar Anna sebelum memasuki istana.
"Kenapa?"
"Terakhir kali aku membawa lelaki ke hadapan kakakku, semua berakhir dengan Arendel yang membeku."
"Tapi Anna! Ini istana Es! Istana impianku! Lagipula aku sudah mengenal Elsa sejak lama."
"Tidak Kristof. Kau harus menunggu disini." Meninggalkann Kristof didepan pintu masuk. Anna memberanikan diri memasuki istana itu. Bagian dalam istana itu sangat dingin tapi juga indah. Seperti memancarkan hati dari pembuatnya. Dingin, kosong, sepi, tapi juga indah dan menawan
"Elsa? Kau dimana?" Suara Anna bergema di seluruh penjuru ruangan. Beberapa mahluk kecil berbentuk silinder tampak berhamburan dari sudut tangga yang ada di depan Anna.
"Apa yang kau inginkan Anna?" Elsa muncul dari ujung tangga. Ratu kerajaan Arendel itu terlihat sangat menawan dengan gaun kehitamannya yang berkilau. Rambut panjangnya di jalin dengan hiasan kristal salju. Ia tak pernah melihat kakanya semenawan ini. "Elsa ayo kembali."
"Kembali kemana? Ini tempatku." Sulung keluarga kerajaan Arendel itu menatap adiknya yang berusaha menaiki tangga yang licin-mendekati dirinya.
"Tidak. Kita akan kembali ke Arendel dan menghentikan salju dingin ini."
"Tidak Anna. Aku akan tetap disini dan kau akan kembali ke Arendel sendirian. Pergilah!" Dengan nada mengusir Elsa meninggalkan Anna menaiki lantai tertinggi istananya tapi Anna masih mengejar di belakang.
"Elsa. Jika kau marah padakau. Maka marahlah hanya padaku. Jangan bawa-bawa warga Arendel yang tak bersalah. Kau tidak bisa terus bersembunyi di istana kosong ini!"
"Aku tidak bersembunyi. Kau bilang ingin menikah dengan pangeran ke tujuh itu kan? Maka menikahlah dan pergi dari kerajaan ini. Arendel tidak membutuhkan seorang putri yang terbutakan oleh cinta buta seperti dirimu."
"Cinta buta!? Tau apa kau tentang Cinta? Kau hanya mengurung dirimu didalam kamar tanpa berinteraksi dengan siapapun. Kau selalu mengurung diri bahkan disaat hari pemakaman ayah dan ibu! Kau tidak memiliki hati untuk mencintai! Hatimu itu sudah dibekukan oleh kekuatan mengerikanmu itu!"
Tau apa! Tau apa adiknya ini dengan hatinya? Tau apa adiknya yang manja dan naif ini tentang perasannya?
"Sebenarnya apa tujuanmu kemari? Membawaku kembali ke istana? Menghinaku? Meminta restu? Atau kau kemari ingin menangkapku?"
"Aku ingin kau mengembalikan semuanya seperti semula. Mengembalikan Arendel kembali ke keadaan awalnya. Tanpa ada salju turun dimusim panas ini! Kau membuat orang-orang takut pada ku. Mereka mengira aku juga memiliki kekuatan mengerikan itu. Mereka mengira aku sama mengerikannya denganmu!"
DEG
'Kau dengar? Adikmu sendiri menyebutmu mengerikan. Mereka semua membencimu.'
Mata biru indah itu menunjukkan kilau merahnya seiring dengan amarah yang semakin menjalar ke setiap sudut hatinya. Sementara sang adik tak sadar bahwa kali ini ia telah membangkitkan kakuatan yang paling mengerikan dari kakanya sendiri.
.
Kristof menatap langit diatas istana es yang mulai menggelap. Udara dingin berhembus dengan kencang dengan salju yang turun semakin lebat. Ada yang tak beres. Ia juga merasakan bulu kuduknya meremang karena sasuatu hal yang mengrikan.
BLARRRRR
Puing-puing kristal es jatuh dari teras di atasnya. Dengan secepat yang ia bisa, pemuda pengumpul balok es itu memasuki istana es dan mencari sosok Anna. Menaiki tangga tinggi menuju lantai dua. "ANNA!" Disana ia menemukan sosok Anna yang terkurung didalam es, sementara Elsa menatap kehadirannya dengan sengit.
Dengan sekali hentakan tangan sosok monster salju muncul dihadapat Kristof. Menghalangi langkahnya saat hendak mendekai Anna.
"Bawa dia keluar dari pegunungan utara ini!" Perintah Elsa yang langusng di turuti oleh mahluk ciptaannya. Moster itu meraih tubuh Kristof dengan tangan dingin bercakar es nya. Membawa pemuda itu menjauhi pegunungan utara dengan Sven yang mengikuti dibelakangnya. "Katakan kepada siapapun di Arrendel agar jangan pernah menggangguku!" Ucapan Elsa masih ia dengar walaupun ia telah dibawa pergi oleh monster salju itu, meninggalkan Anna yang membeku didalam kristal es.
.
Pangeran Hans menatap Kristof yang datang ke Istana Arendel. Merasa heran kenapa pemuda dengan status sosial rendah itu bisa memasuki istana dengan satai.
"Kristof. Apa kau bertemu dengan Putri Anna?" Penasehat kepercayaan kerajaan Arendel itu mendekati Kristof yang datang tertatih di bantu Sven.
"Sebenarnya ada beberapa hal yang ingin aku ceritakan. Tapi sebaiknya kita lakukan itu didalam."
Didalam ruang pertemuan yang sunyi dengan kursi tahta yang kosong. Diruangan itu berkumpul beberapa orang anggota kepercayaan keluarga Arendel termasuk Kristof, pangeran Hans dan Duke Weselton. Sebenarnya kedua orang itu telah diminta untuk menunggu di kamar tamu hingga masalah internal kerajaan ini selesai tapi tampaknya kedua orang itu sangat suka ikut campur urusan kerajaan orang lain. "Jadi, Kristof bisa kau ceritakan apa yang kau ketahui?"
"Sebenarnya aku bertemu dengan Anna dan-"
"Tunggu!" Pangeran Hans menyela. Tampak ia sangat tidak suka akan kedekatan Kristof dengan anggota kerajaan. "boleh aku tahu siapa sebenarnya pemuda ini?"
"Ah benar. Anda yang bukan dari Arendel tentu tidak tahu siapa Kristof. Pangeran Hans, Duke Weselton perkenalkan. Dia adalah Kristof, sahabat Putri Anna dan ratu Elsa sejak kanak-kanak." Pangeran Hans mentap Kristof dengan dingin. Lelaki dihadapannya ini bisa menjadi batu pengganggu baginya dalam mendapatkan kekuasaan di kerajaan Arendel.
"Jadi Kristof bisa kau lanjutkan?"
Kristof menceritakan tentang pertemuannya dengan Anna tiga hari yang lalu. Menceritakan bagaimana ia mengantar Anna mencari Elsa karena Kristof melihat sendiri Elsa berjalan menuju pegunungan utara. Menceritakan bagaimana ia diminta untuk menunggu di luar Istana es, serta saat ia melihat dengan mata dan kepalanya sendiri Anna terkurung didalm balok es. Ia juga menyampaikan pesan dari sang Ratu Arendel kepada orang-orang dikerajaannya.
.
Keesokan harinya Hans telah beriap dengan para prajurit dari kerajaannya, jangan lupa dua ajudan milik Duke Weselton yang turut serta. Mereka akan merebut Anna dari Elsa dan membawanya kembali ke kerajaan Arendel. Kristof dan Sven masih memulihkan diri di dalam istana. Ia sebenarnya ingin ikut tapi mustahil mengingat ia sedang terluka. Dan lagi ia ingat jelas apa pesan yang di katakan Elsa. Ia tak ingin membuat Elsa semakin murka dan untungnya anggota kerajaan Arendel menyetujuinya.
Pangeran Hans memimpin rombongannya menuju pegunungan utara. Rombongan itu menyusuri hutan yang diselimuti es. Hingga tiba dihadapan istana berkilauan yang membuat pangeran kerajaan tetangga itu berdecak kagum. Tanpa menunggu lama, ia segera memerintahkan prajuritnya untuk mencari Anna. Namun sebelum mereka sempat menyeberangi jembatan es indah itu, tiba-tiba sosok monster es muncul dari tumpukan salju di dekat jembatan.
Para prajurit mulai menyebar berusaha menghalau monster salju yang berusahan menghalau mereka mendekati istana. Sementara Pangeran Hans mengambil kesempatan untuk menerobos memasuki istana es.
Didalam istana Hans dibuat lebih kagum lagi dengan keindahan arsitektur dari Istana es tersebut. Sibuk memperhatikan keindahan ruangan hingga ia melihat sosok Elsa yang berlari menaiki tangga tinggi. Tanpa buang waktu ia mengejarnya.
Di lantai dua istana es tersebut ia disambut dengan dua buah sosok monster es dan Elsa yang berdiri di belakang dua monster itu.
Mata Hans tertuju pada bongkahan es dengan Anna yang terkurung didalamnya. Mata putri Arendel itu terpejam tenang. Seolah tidak memperdulikan kekacauan yang ada didepannya. "ANNA!"
"Dia tidak akan mendengarmu." Elsa dengan santai duduk di singgasananya. Menumpu dagunya pada kedua tangan, menatap HAns dengan meremehkan.
"Pangeran Hans. Aku dengar kau sering di hukum kakak-kakakmu karena kekacauan yang kau lakukan. Kau juga sering mengecewakan Ayahmu karena kelemahanmu." Elsa, walaupun tidak pernah muncul ke hadapan publik tapi ia tahu perkembangan di kerajaannya serta diluat kerajaannya. Tentu dia juga tahu kabar apa yang tersebar di kerajaan tetanggal. "Aku takkan membiarkan Anna jatuh ke tanganmu dan membiarkanmu menguasai kerajaan ini suatu saat nanti."
Senyum manis yang terukir di wajah ayu milik Ratu Arendel itu membuat Pangeran Hans merinding. Senyum itu tidak sampai ke mata dan ke hati. Senyum itu membahayakan. "Jadi, cepat kalian bawa lelaki ini dan prajuritnya kembali ke Istana Arendel dan kurung di dalam Istana!" Seru Elsa, dua sosok raksasa es di ruangan itu bergerak mendekati Hans. Meraih sosok itu dan membawanya keluar istana. Di luar istana ternyata sudah berkumpul banyak raksasa es yang juga tengah menggenggam para parjurit bawahan Hans. Rombongan raksasa itu membawa Hans dan bawahannya kembali ke istana. Memenjarakan mereka di istana dan berjaga disetiap sudut istana dan kota. Duke Weselton hanya bisa menatap dua ajudannya yang terkurung di ruang bawah tanah, sementara dirinya terkurung di kamar tamu. Para pelayan dan pejabat kerajaan Arendel hanya bisa pasrah akan masa depan mereka di tangan sang Ratu yang baru. Sambil berharap Putri Anna mereka dalam keadaan baik-baik saja.
TBC
By : Yuuki
FROZEN HEART 1
0
FROZEN HEART
(Penobatan)
Ayuni Yuukinojo
FROZEN & ROG Not Mone
Warning : Lama Update, OOC, Dark Elsa
Anna
menatap kumpulan tamu yang mulai memasuki gerbang istana. Setelah 5 tahun
akhirnya istana ini terbuka untuk para tamu. Setelah 5 tahun terkurung didalam
istana. Setelah 5 tahum tidak pernah berjumpa. Akhirnya ia bisa bertemu dengan
sang kakak. Dihari penobatan Ratu Arendel yang baru ini, dia akan memperbaiki
ikatannya dengan sang kakak.
Memandang
kesekeliling Ballroom Anna bertemu pandang dengan seorang pemuda. Pemuda itu
tampaknya seorang pangeran, dapat dilihat dari penampilannya yang berkelas.
Menurut tangan kanan Ratu yang bertugas menyambut para tamu, pemuda itu adalah
pangeran ke-13 dari kerajaan tetangga. Pangeran Hans namanya. Memberanikan
diri, Anna mendekati pemuda itu untuk berbincang-bincang.
_._._
Elsa
menatap orang-orang yang memasuki istana dari jendela kamarnya. Kedua tangan
bersarungnya saling menggenggam erat karena gugup. ‘Semua akan baik-baik
saja. Mereka tidak akan tahu. Mereka tidak boleh tahu.’Bisikknya
menenangkan diri. ‘Mimpi buruk itu takkan terjadi’ lanjutnya.
Pintu
kamar sang calon Ratu itu diketuk pelan, seorang pelayan wanita menunggu
disana. “Yangmulia, Acara Penobatan akan segera dimulai.”
Elsa
dituntun menuju gereja di dalam istana, gereja itu khusus dibangun untuk acara
penobatan, pemberkatan, pernikahan dan pemakaman untuk para keluarga keajaan.
Memasuki bagian dalam kerajaan, Elsa telah dinanti oleh para pejabat, bangsawan
serta kolega kerja kerajaan yang hadir di hari itu. Adiknya Anna telah menunggu
di bawah anak tangga penobatan dan seorang pendeta berada telah menantinya di
atas panggung penobatan.
Mata
seluruh orang yang hadir memandang calon Ratu Arendel itu penuh kagum. Dengan
rambut pirang keperakan dan mata biru bagai sapphirenya Elsa berhasil mempesona
seluruh para undangan. Bahkan Pangeran Hans pun dibuat terposana.
Berjalan
dengan pelan dan anggun. Elsa tiba di depan pendeta yang telah menantinya.
Lagu-lagu pemberkatan dinyanyikan oleh para paduan suara membuat suasana makin
terasa khidmat.
.
Malam
pesta pernikahan berlangsung dengan sangat meriah, para tamu bersenda gurau,
menari dan bersenang-senang. Setelah sekian lama akhirnya Anna bisa berada
begitu dekat dengan sang kakak. Memandang kemeriahan pesta bersama-sama. Ia
harap malam seperti ini akan terus berlangsung. “Yangmulia, Duke dari
Weaseltown” ujar si tangan kanan Ratu memperkenalkan seorang lelaki tua dengan
mata mencurigakan kehadapan Elsa.
“Weselton,
Duke dari Weselton.” Koreksi lelaki tua itu. “Yangmulia, Sebagai rekan bisnis
terdekatmu. Sepertinya akan cocok bagiku untuk menjadi pasangan dansa pertamamu
sebagai Ratu.” Lelaki tau itu membuat gerakan lincah yang aneh hingga hampir
membuat wig yang ia kenakan hampor copot. Elsa hanya bisa terheran menatap
orang didepannya ini.
“Terimakasih.
Hanya saja aku tak bisa berdansa. Tapi adikku bisa.” Ah, Elsa menjadikan
adiknya tumbal dari dansa aneh si lelaki tua. Ia sangat senang, bisa berada
sedekat ini dengan sang adik. Ia memperhatikan bagaimana adiknya berdansa
dengan lelaki tua itu. Beberapa kali kaki adiknya harus terinjak karena gerakan
si lelaki tua yang terlalu enerjik. Elsa merasakan ada yang aneh dengan lelaki
tua itu. Lelaki itu sedang merencanakan sesuatu yang membahayakan dirinya dan
kerajaannya. Terlihat dari beberapa kali lelaki itu menunjukkan ekspresi licik
sambal berbicara dengan Anna, untungnya Anna tidak mengerti apa yang dimaksud
oleh lelaki itu.
Satu
lagu selesai di mainkan. Anna kembali ke samping Elsa dengan tertatih-tatih
meninggalkan si lelaki tua yang masih bersemangat untuk menari. “Hari ini
sangat luarbiasa. Aku harap bisa seperti ini terus.” Ujar Anna senang.
“Aku
juga berharap seperti itu.” Elsa memang menginginkannya, kehangatan dan
keramaian yang menyenangkan didalam istananya. “Tapi aku tidak bisa.”
“Tapi
Elsa, kenapa?”
“Yang
jelas aku tidak bisa!” tegas Elsa tidak ingin di bantah oleh sang adik.
“Baiklah,
aku permisi sebentar.”
Elsa
menatap kepergian adiknya dengan sendu, ia menginginkan hal yang sama dengan
Anna, tapi itu tidak bisa. Segala sesuatu bisa sangat kacau jika tiba-tiba
terjadi hal yang tak terduga. Kekuatannya yang bagaikan kutukan ini akan
mebahayakan seluruh negerinya jika ia tidak bisa mengendalikannya. Dan Anna
adalah satu-satunya orang yang dapat membuatnya bisa mengendalikan kekuatan
mengerikan itu.
“Elsa!
Maksudku Ratu!” Anna datang dengan bersemangat, tampaknya ia sudah tidak sedih
lagi.”Perkenalkan Pangeran Hans dari Southern Isles.” Anna datang dengan
seorang pengeran yang menggandeng tangannya.”Kami menginginkan restu dari anda
untuk pernikahan kami.”ujar mereka bersama-sama.
Menikah?
Anna ingin menikah dengan lelaki didepannya ini? Lelaki yang bahkan tidak bisa
membuktikan kemampuannya dihadapan para kakak-kakaknya?
“Tidak.
Anna kau tidak bisa menikah dengan seserang yang baru kau kenal.” Ujar Elsa
dengan tegas. Lelaki didepannya ini tidak memiliki kemempuan untuk menjaga
Anna. Dan lagi Elsa belum bisa menyerahkan Anna kepada orang lain. Ada sasuatu
hal yang harus dia lakukan dan ini menyangut sang adik.
“Bisa
saja jika itu adalah cinta sejati.”
“Anna,
tahu apa kau tentang cinta sejati?”
“Lebih
tahu darimu. Yang kau tahu hanyalahmenajuhi seseorang.” Menjauhi seseorang?
Jadi dirinya slah keran menjauhi seseorang? Dia sediri tidak ingin menajuhi
adiknya sendiri. Keadaan yang tidak memungkinkan yang memaksakannya untuk
melakukan itu.
“Jika
kau meminta restu dariku. Maka jawabanku adalah tidak. Kurasa aku harus pergi
sekarang. Permisi.” Elsa tidak suka hal ini. Ini mengganggu ketenangan yang
telah ia bangun. Ini tidak baik. “Pesta berakhir. Tutup pintu gerbangnya.” Ujar
Elsa tegas meninggalkan sang adik yang menatapnya dengan tidak percaya.
“Elsa
kumohon, aku tidak bisa hidup seperti ini lagi.” Sarung tangan kanan Elsa di
genggam Anna dengan erat. Ini tidak baik.
Ini tak
sesuai rencana yang telah di bangun Ratu Arendel itu. Harusnya tak ada acara
meminta restu. Pesta akan terus berlangsung hingga subuh jika saja Anna tidak
datang dengan pangeran ke enam itu. “Kalau begitu pergilah.” Ucapnya lalu
berjalan meninggalkan ruangan.
“Elsa
tunggu!” Hentikan.
“Kenapa
kau menutup diri dari duani luar?” Hentikan..
“Apa
yang kau takutkan?” Hentikan!
“Elsa!?”
“AKU
BILANG CUKUP!” udara dingin berhembus dengan cepat, secepat Elsa mengayunkan
tangannya. Sihir es mengalir dengan cepat menciptakan bongkahan es beku yang
meruncing hampir mengenai sang adik.
“Penyihir!
Sudah kuduga ada yang aneh disini!” ucap DukeWeselton bersembunyi dibelakang
dua ajudannya.
“Elsa?”
“Kau
yang memulai semua ini Anna.” Ujar Elsa dingin lalu berjalan dengan cepat
meninggalkan ballroom.
“Elsa
tunggu!”
“Tangkap
Dia! Tangkap monster itu!” seru Duke Weselton memerintahkan dua ajudannya.
“Menjauh
dariku!”
Elsa
berjalan cepat tidak memperdulikan orang disekitarnya. Tidak memperdulikan Anna
yang mengejarnya. Langkahnya berhenti di teluk dibelakang istana.
“Elsa
tunggu!”
Ia bisa
mendengar Anna yang memanggilnya dibelakang. Dengan ragu Elsa melangkahkan
kakinya diatashampaan air yang membeku karena ia injak. Cukup kuat dan tebal
hingga ia bisa berlari diatasnya.
Elsa
terus berlari menyeberangi teluk dan mendaki bukit menuju gubung tertinggi di
kerajaannya. Meninggalkan salju yang menyebar setiap ia menginjakkan kaki.
Hingga ia tiba di puncak tertinggi gunung bersalju itu.
“Dulu
tidak seperti ini. Dulu kami masih bisa bermain dengan bahagia, membuat boneka
salju dan Olaf.” Tangan tak bersarungnya mengayun pelan membentuk boneka salju
kesayangan sang adik. “Harusnya tidak seperti ini.”
‘Tapi
kenyataannya memang seperti ini’ sebuah bisikan kembali terdengar di telinga
Elsa. Bisikan yang terus mengganggunya dan memberikannya mimpi buruk. Bisikan
yang terus muncul sejak ia secara tidak sengaja menyakiti adiknya dengan sihir
dulu.
‘Mereka
akan membencimu. Lelaki tua itu akan mengambil kerajaanmu dan pangeran lemah
itu akan merebut adikmu’
“Hentikan.”
Elsa menggenggam kepalanya yang berdenyut sakit. Suara itu mulai mengganggunya
lagi.
‘Kau
akan sendirian dan tidak akan memiliki siapapun.’
“Hentikan”
‘Ayah
dan Ibumu meninggalkanmu karena mereka takut padamu.’
“Hantikan…”
‘Kau
akan sendirian disini.’
“HENTIKAN!!”
‘Mereka
hanya memanfaatkanmu’
“….”
‘Tidak
ada yang mencintaimu.’
“Benar. Tak ada yang mencintaiku.” Mata biru indah itu
kini memerah karena marah dan kecewa. Hati penuh kelembutan dan rasa sepi itu
kini telah membeku. Tak akan ada yang bisa mencairkannnya.
By : Yuuki
Rahasia dibalik Rahasia
1
Seorang wanita tengah berdiri didekat gerbang masuk Konoha High School. Wanita itu mengenakan dress berlengan pendek berwarna merah semata kaki, pundahnya dililit syal merah muda dan topi jerami lebar menutupi wajahnya dari terik matahari. Mata kehijauan wanita itu tidak pernah lepas dari kerumunan siswa yang mulai membubarkan diri dari tempat mereka menuntut ilmu. Terdiam menunggu hinga pandangannya tertuju pada seorang gadis berambut hitam panjang sedang berjalan bersama seorang lelaki beramata sapphire.
"Sarada-chan!" seru wanita itu mendekati dua muda-mudi itu. Gadis yang dipanggil oleh wanita itu langsung tersenyum senang dan menghampiri si wita meninggalkan teman lelakinya yang menatap heran plus curiga di belakang.
"Sara-chan, kau kenal dia?" tanya pemuda itu saat menghampiri sang adik.
"Menma-nii, perkenalkan ini Sakura-san, temanku di Perkumpulan Pencinta Hanami (PPH). Sakura-san, ini kakakku Menma."
"Salam kenal Sakura-san." salam Menma dengan sopan hasil didikan ibunya tercinta.
"Wah pemuda yang tampan, pasti kau punya banyak penggemar." ucap Sakura riang menjabat tangan Menma pelan.
"Menma-nii, aku izin keluar ya~ Aku ada janji bertemu dengan angota PPH hari ini. Bilang sama Kaa-sama dan Otou-sama aku akan kembali sebelum makan malam. Nanti aku belikan kau ramen jumbo ekstra naruto dan menma!!" rayu Sarada dengan nada memohon.
"Hmm~" Menma bergumama menimbang-nimbang. "Satu sih tidak cukup~" ucap Menma jahil. Kapan lagi dia bisa membuat adiknya itu membelikannya ramen gratis? "Lima ya~" pinta Menma
"Eh? Dua deh." Tawar Sarada.
"Apa? Enam?"
"Ukh. Tiga?"
"Baiklah Tujuh!" seru Menma semangat.
"Argh! Empat! Empat, terima apa tidak?"
Dengan seringai puas di wajah Menma menunjukaan pose setujunya. "Oke, Empat. Yang jumbo dan ekstra naruto dan menma ya, Sara-chan. Sampai jumpa~" Menma berjalan meninggalkan kedua wnaita itu dengan tawa senang yang membahana.
"Ano baka aniki!!"
"Hahaha, kalian akrab ya." ujar Sakura saat Sarada telah selesai meluapkan kekesalannya.
"Begitulah~ Ayo Sakura-san." Ucap Sarada riang lalu menggandeng tangan Sakura menuju tempat pertemuan.
.
Menma pulang ke kediaman Uchiha seorang diri. Biasanya memang dengan Sarada. Dua Uchiha bersaudara itu sudah tidak lagi diantar jemput supir. Mereka hanya diantara pada minggu pertama masuk di KHS. Saat sampai dirumah, Menma disambut dengan Naruto yang tengah duduk santai menonton TV, tangan berkulit tan itu mengelus perut buncitnya dengan lembut. "Tadaima Kaa-chan, Ototou." salam Menma sambil mencium pipi ibunya berlanjut ke perut buncit Naruto.
"Kau tidak pulang bersama Sarada? Diaman adikmu?" tanay Naruto sambil mengelus kepala Menma, anak lelakinya sedang bermanja-manja dengannya.
"Hmm~ dia tadi bilang ada janji dengan teman PPH nya. Pulang sebelum makan siang katannya."
"PPH?"
"Perkumpulan Pecinta Hanami. Tadi yang jemput namanya Sakura-san."
Perkataan Menma membuat Naruto tertergun. Sakura? Apakah Sakura yang itu? atau Sakura yang lain? Naruto lupa bahwa hari-hari damainya masih memiliki badai yang menanti. Menma belum tahu kebenarannya. Ku harap Sasuke segera pulang.
.
Makan malam hari itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Sarada merasa ada sesuatu yang sedang di tahan kedua orang tuanya. Saat ia datang tadi ayahnya telah pulang dari kantor dan sedang ada di ruang kerjanya berama kakek Fugaku sementara ibunya sedang mempersiapkan makan malam bersama nenek Mikoto. Kakek dan neneknya memang sering berkunjung untuk makan malam. Kakek Minato juga kadang datang untuk mengunjungi Naruto yang sedang hamil.
"Sarada, Menma setelah selesai makan nanti temui ayah dan kakek di ruang kerja." Ujar Sasuke saat mendahului meninggalkan ruang makan bersama Fugaku.
Setelah menghabiskan makanan yang di sediakan ibunya, Sarada dan Menma bersama-sama menuju ruang kerja Sasuke. Mereka disambut dengan Sasuke dan Fugaku yang tengah duduk disofa diruangan itu. Dengan lirikan mata Sasuke memerintahkan putra-putriny duduk. Tak berselang lam Naruto dan Mikoto datang bersama dan mengambil tempat duduk di samping menma dan sarada.
Diatas meja didepan mereka terdapat beberapa kertas terbalik yang salah satunya berupakan foto yang blom dapat Sarada dan Menma lihat.
"Sarada." Fugaku memulai pembicaraan sambil mentap cucu perempuannya dengan serius. "Aku sebenarnya ingin mengatakan ini ketika kau telah berusia tujuh belas tahun. Ketika kau telah mengerti tugas-tugas keluarga inti Uchiha dan mengerti seberapa besarnya tanggung jawab yang diemban sebagai penerus Uchiha. Tapi ada beberapa keadaan yang mengharuskan aku menjelaskannya hari ini. Detik ini juga."
Naruto yang duduk tepat ada disamping Sarada merangkul tubuh Sarada erat.
"Sarada. Aku ingin memberitahukan dan menjelaskan bahwa kau bukanlah anak kandung Naruto."
Seperti dijatuhi ribuan bom atom. Sarada merasa dunia disekitarnya tiba-tiba membisu dan bergerak lambat. Yang dapat ia dengar dan rasakan hanya isakan ibunya dan rangkulan erat nan hangat yang diberikan sang Ibu.
Sementara Menma hanya bisa mematung. Mendengarkan. Ia tahu ada sesuatu dibalik ini semua. Kakek Minato dan Paman Itachi selalu mengajarinya untuk melihat sesuatu yang tersembunyi dibalik sesuatu yang disembunyikan. Hari ini kakek Fugaku-nya telah memberitahukan sebuah rahasia yang telah tersimpan lama. Pasti ada sesuatu yang ada dibalik ini semua.
"A-apa maksud kakek?" setelah sekian detik barulah Sarada mendapatkan keberanian dan tenaga untuk berbicara. "Aku bukan anak Kaa-sama? Lalu aku anak siapa?" Rasanya Sarada ingin menangis sekarang juga apalagi ketika mendengar dan merasakan tangisan sosok yang ia anggap ibu disampingnya ini.
"Kau anak Sasuke." Ucap Fugaku pelan. Jelas sekali ia sebenarnya tidak ingin mengutarakan kebenaran ini.
"Lalu apa bedanya!?" Apa bedanya? Jika dirinya memang anak Sasuke bukankah dia juga anak Naruto? Atau ada hal lain yang masih disembunyikan? "Atau ada yang lain? Ada orang lain selain Kaa-sama yang kalian sembunyikan!?"
"Ada." jawaban singkat dari Fugaku membuat Sarada sejenak menahan nafas
"Si-siapa?"
"Namanya Haruno Sakura."
Deg.
Menma dan Sarada mematung. Sakura? Sakura yang itu? Sakura teman Sarada di perkumpulan itu?
"Bohong!" siapapun pasti akan menyangkal jika dikatai bukan anak orangtuanya.
"Tidak Sarada. Itu benar." Kini Sasukelah yang berbicara. Padahal Sarada berharap agar ayahnya menyangkal semua perkataan kakeknya.
"Ka-kaa-sama. Ojii-sama bohongkan? Iya kan Kaa-sama?" pertanyaan SArada hanya dijawab dengan isakan tangis oleh Naruto.
"Sarada." Fugaku kembali menarik perhatian Sarada. Pria itu menyerahkan selembar foto dimana didalm foto itu terdapat sosok ayahnya yang berwajah datar san sosok Sakura-san yang tersenyum gembira. "Ini adalah foto pernikahan Ayahmu dengan Haruno Sakura."
Sementara Sarada meraih foto itu dengan tangan gemetar, Menma tampak menahan emosi. "Lalu bagaimana dengan Kaa-chan!?" Jika benar wanita bernama Sakura itu adalah istri ayahnya. Lalu bagaimana dengan ibunya? Ibunya yang kini tengah menganduk adiknya? Ibunya yang kini tengah menangis sambil mendekap Sarada?
"Ibumu juga istri ayahmu Menma. Jauh sebelum Ayahmu menikahi Haruno Sakura, Ayahmu telah menikah dengan ibumu." Fugaku menyenderkan punggungnya di sandaran sofa. berusaha merilekskan punggungnya yang sedari tadi tegang.
"Lalu kenapa Tou-chan harus menikah dengan Haruno Sakura?" Kenapa ayahnya harus menikah lagi? Apa ibunya tidak cukup? Apa ibunya tidak bisa memenuhi harapan ayahnya? "Apa yang kurang dari Kaa-chan ku!?"
"Tidak ada Menma." Sasuke manatap putra semata wayangnya dengan ekspresi sedih. "Tidak ada yang kurang dari ibumu. Ayahlah yang tidak sabar."
"Tidak. Itu bukan salah Sasuke. Ini salahku yang tidak terlambat." Seru Naruto diiringi isakan. Sedari awal ini salahnya kan? Kalau saja ia lebih cepat mengambil keputusan, maka Sasuke tidak akan menikah lagi.
"Tidak Naru." Mikoto kini angkat bicara. Wanita yang sedari tadi merangkul Menma itu akhirnya membuka suaranya. "Kau tidak bersalah. Sejak awal kami, Aku dan Madara-tousama tahu kau dapat memberi keturunan. Kami sudah sepakat untuk tidak memaksamu. Ini bukanlah salahmu."
"Mikoto benar. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Sasuke hanya ingin memenuhi harapan kami dan aku hanya ingin menimang cucu. Kita hanya kurang bersabar dan terlalu terburu-buru mengambil keputusan sehingga kalian berdualah yang menjadi korban." Fugaku menatap Naruto dan Sarada penuh penyesalan. Mungkin diantara mereka, Naruto lah yang paling menderita. Pemuda itu harus rela berbagi suami dengan wanita lain. Harus rela mengasuk anak yang bukan anak kandungnya. Berusaha sekuat tenaga memastikan keluarga kecilnya tidak hancur. Diantara mereka, NAruto lah yang paling berjuang keras.
Fugaku mulai menceritakan awal dari segala rahasia ini. Naruto yang menikahi Sasuke di usia muda. Tiga tahun pernikahan tanpa ada tawa bayi yang menceriakan kediaman megah Uchiha. Tawaran Haruno Sakura dan perjanjian dengan Haruno Kizashi hingga kelahiran Sarada dan pindahnya Sakura ke kediaman cabang Uchiha.
"Sarada, Menma. Apa yang akan ku ceritakan ini adalah kebenaran. Tapi tidak sedikitpun kebenaran ini mengurangi cinta kami kepada kalian berdua. Naruto adalah orang yang paling mencintai kalian. Tidak memandang siapa orang tua yang melahirkan kalian. Kalian adalah anak Sasuke maka kalian juga anak Naruto." Mikoto menjelaskan dengan sabar. Tangan halus wanita itu mengelus punggung Menma lembut.
"Lalu kenapa Sakura-san harus pindah?" Kenapa dirinya harus dipisahkan dari sang ibu? Tak masalahkan jika ia memiliki dua orang ibu?
"Ini untuk melindungi kalian dan keluarga ini." Fugaku menyerahkan sebuah kerrtas tua di hadapan kedua cucunya. "Klan Uchiha adalah klan bangsawan yang memiliki hubungan erat dengan kerajaan Ootsuki. Sebagai klan bangsawan, kami memiliki aturan tersendiri mengenai tatanan keluarga. Layaknya kerajaan, jika Ratu yang dinikahi Raja tidak bisa menghasilkan keturunan maka sang raja akan mencari selir yang dapat memberikannya keturunan. Dalam peraturan internal keluarga inti Uchiha. Setiap anak yang lahir diluar pernikahan sah akan menjadi hak asuh istri sah keluarga inti. Tidak peduli itu anak dari istri kedua, ketiga bahkan wanita penghibur sekalipun, anak itu akan menjadi hak keluarga inti. Sebagai gantinya kami para Uchiha akan meberikan kompensasi berupa uang, atau peningkatan derajat dimata masyarakat. Oleh karena itu Haruno Sakura tidak lagi ada di kediaman Uchiha, selir yang telah menunaikan tugasnya akan diberikan kediaman tersendiri dan diberikan kebebasan dalam hidupnya dengan syarat tidak lagi boleh muncul di hadapan keluarga Uchiha."
Fugaku menghela nafas sejenak dan memandang kedua cucunya yang mendengarkan pengakuannya dengan sabar.
"Seharusnya, menurut pertauran anak selir dalam kasus ini adalah Sarada harus diasuh dan dibesarkan oleh ibu asuh. Seorang wanita yang dibayar keluarga Uchiha untuk mengasuhmu dari kecil hingga kau dewasa." Kali ini Sarada menahan nafas mendengar perkataan kakeknya. "Tapi Naruto memaksa melawan peraturan keluarga dan memilih untuk merawat dan membesarkanmu bersama dengan Menma sebagai saudara. Naruto terlalu mencintaimu hingga banyak aturan keluarga yang telah ia langgar hanya untuk mempertahankan kalian agar tetap ada dalam dekapannya."
"Apa saja peraturan yang telah Kaa-sama langgar?"
"Dia memaksa merawat dan membesarkanmu bersama dengan Menma. Dia memaksa agar kau memiliki status setara dengan Menma dikeluarga Uchiha. Ia menentang keras saat kau hendak dimauskkan kesekolah asrama. Ia menolak setiap pertauran keluarga Uchiha yang akan mengekang kebebasan kalian berdua. Semua sikapnya itu membuat posisi dirinya tidak aman di keluarga ini. Naruto bahkan mengijinkan Menma untuk bebas berpetualang dimana ia seharusnya dididik dengan keras sebagai calon penerus klan. Jika saja Naruto tidak memiliki klan Uzumaki dan Senju yang berdiri dibelakangnya, pasti dari dulu orang-orang Uchiha sudah menyingkirkan dirinya dari keluarga ini."
Lama mereka terdiam dalam kesunyian. Sarada berusaha mencerna semua informasi yang telah diberikan kakeknya, berusaha memahami tidak hanya dari sudut pandang dirinya tapi juga sudutpandang ibunya, Naruto.
"Apa Ibuku mencintaiku?" tanya Sarada akhirnya.
"Dia sangat mencintaimu." Naruto menjawab dengan lirih. Pemuda itu sudah berhenti menangis tapi masih merangkul Sarada dengan erat seolah-olah takut kehilangan sosok putri kesayangannya. "Menurut perjanjian, dia tidak tidak boleh menemuimu sebelum usiamu 13 tahun. Sejak kapan kau mengenalnya Sarada?"
"Aku bertemu dengannya tahun lalu saat bertamasia ke Kyoto. sejak saat itu aku sering bertemu dengannya. Kaa-sama, aku tetap anak Kaa-sama kan? Meski aku seperti ini, aku tetap anak Kaa-sama dan adik Menma-nii kan? Aku maish boleh bertemu dengan Sakura-kaasan kan?" Mata onyx Sarada meneteskan air mata. Ia tak mau dipisahkan dengan keluarganya ini. Tapi dia juga tak mau dipaksa menjauhi ibu kandungnya.
"Tentu sayang. Sampai kapanpun dan apapun yang terjadi kalian berdua adalah anak Kaa-san, Menma adalah kakakmu dan adik kecil ini adalah adikmu." jelas Naruto sambil mengelus perut buncitnya.
Untuk saat ini Naruto masih bisa mempertahankan keluarganya. Ia tidak tahu cobaan seperti apalagi yang akan datang.
TBC
Seorang wanita tengah berdiri didekat gerbang masuk Konoha High School. Wanita itu mengenakan dress berlengan pendek berwarna merah semata kaki, pundahnya dililit syal merah muda dan topi jerami lebar menutupi wajahnya dari terik matahari. Mata kehijauan wanita itu tidak pernah lepas dari kerumunan siswa yang mulai membubarkan diri dari tempat mereka menuntut ilmu. Terdiam menunggu hinga pandangannya tertuju pada seorang gadis berambut hitam panjang sedang berjalan bersama seorang lelaki beramata sapphire.
"Sarada-chan!" seru wanita itu mendekati dua muda-mudi itu. Gadis yang dipanggil oleh wanita itu langsung tersenyum senang dan menghampiri si wita meninggalkan teman lelakinya yang menatap heran plus curiga di belakang.
"Sara-chan, kau kenal dia?" tanya pemuda itu saat menghampiri sang adik.
"Menma-nii, perkenalkan ini Sakura-san, temanku di Perkumpulan Pencinta Hanami (PPH). Sakura-san, ini kakakku Menma."
"Salam kenal Sakura-san." salam Menma dengan sopan hasil didikan ibunya tercinta.
"Wah pemuda yang tampan, pasti kau punya banyak penggemar." ucap Sakura riang menjabat tangan Menma pelan.
"Menma-nii, aku izin keluar ya~ Aku ada janji bertemu dengan angota PPH hari ini. Bilang sama Kaa-sama dan Otou-sama aku akan kembali sebelum makan malam. Nanti aku belikan kau ramen jumbo ekstra naruto dan menma!!" rayu Sarada dengan nada memohon.
"Hmm~" Menma bergumama menimbang-nimbang. "Satu sih tidak cukup~" ucap Menma jahil. Kapan lagi dia bisa membuat adiknya itu membelikannya ramen gratis? "Lima ya~" pinta Menma
"Eh? Dua deh." Tawar Sarada.
"Apa? Enam?"
"Ukh. Tiga?"
"Baiklah Tujuh!" seru Menma semangat.
"Argh! Empat! Empat, terima apa tidak?"
Dengan seringai puas di wajah Menma menunjukaan pose setujunya. "Oke, Empat. Yang jumbo dan ekstra naruto dan menma ya, Sara-chan. Sampai jumpa~" Menma berjalan meninggalkan kedua wnaita itu dengan tawa senang yang membahana.
"Ano baka aniki!!"
"Hahaha, kalian akrab ya." ujar Sakura saat Sarada telah selesai meluapkan kekesalannya.
"Begitulah~ Ayo Sakura-san." Ucap Sarada riang lalu menggandeng tangan Sakura menuju tempat pertemuan.
.
Menma pulang ke kediaman Uchiha seorang diri. Biasanya memang dengan Sarada. Dua Uchiha bersaudara itu sudah tidak lagi diantar jemput supir. Mereka hanya diantara pada minggu pertama masuk di KHS. Saat sampai dirumah, Menma disambut dengan Naruto yang tengah duduk santai menonton TV, tangan berkulit tan itu mengelus perut buncitnya dengan lembut. "Tadaima Kaa-chan, Ototou." salam Menma sambil mencium pipi ibunya berlanjut ke perut buncit Naruto.
"Kau tidak pulang bersama Sarada? Diaman adikmu?" tanay Naruto sambil mengelus kepala Menma, anak lelakinya sedang bermanja-manja dengannya.
"Hmm~ dia tadi bilang ada janji dengan teman PPH nya. Pulang sebelum makan siang katannya."
"PPH?"
"Perkumpulan Pecinta Hanami. Tadi yang jemput namanya Sakura-san."
Perkataan Menma membuat Naruto tertergun. Sakura? Apakah Sakura yang itu? atau Sakura yang lain? Naruto lupa bahwa hari-hari damainya masih memiliki badai yang menanti. Menma belum tahu kebenarannya. Ku harap Sasuke segera pulang.
.
Makan malam hari itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Sarada merasa ada sesuatu yang sedang di tahan kedua orang tuanya. Saat ia datang tadi ayahnya telah pulang dari kantor dan sedang ada di ruang kerjanya berama kakek Fugaku sementara ibunya sedang mempersiapkan makan malam bersama nenek Mikoto. Kakek dan neneknya memang sering berkunjung untuk makan malam. Kakek Minato juga kadang datang untuk mengunjungi Naruto yang sedang hamil.
"Sarada, Menma setelah selesai makan nanti temui ayah dan kakek di ruang kerja." Ujar Sasuke saat mendahului meninggalkan ruang makan bersama Fugaku.
Setelah menghabiskan makanan yang di sediakan ibunya, Sarada dan Menma bersama-sama menuju ruang kerja Sasuke. Mereka disambut dengan Sasuke dan Fugaku yang tengah duduk disofa diruangan itu. Dengan lirikan mata Sasuke memerintahkan putra-putriny duduk. Tak berselang lam Naruto dan Mikoto datang bersama dan mengambil tempat duduk di samping menma dan sarada.
Diatas meja didepan mereka terdapat beberapa kertas terbalik yang salah satunya berupakan foto yang blom dapat Sarada dan Menma lihat.
"Sarada." Fugaku memulai pembicaraan sambil mentap cucu perempuannya dengan serius. "Aku sebenarnya ingin mengatakan ini ketika kau telah berusia tujuh belas tahun. Ketika kau telah mengerti tugas-tugas keluarga inti Uchiha dan mengerti seberapa besarnya tanggung jawab yang diemban sebagai penerus Uchiha. Tapi ada beberapa keadaan yang mengharuskan aku menjelaskannya hari ini. Detik ini juga."
Naruto yang duduk tepat ada disamping Sarada merangkul tubuh Sarada erat.
"Sarada. Aku ingin memberitahukan dan menjelaskan bahwa kau bukanlah anak kandung Naruto."
Seperti dijatuhi ribuan bom atom. Sarada merasa dunia disekitarnya tiba-tiba membisu dan bergerak lambat. Yang dapat ia dengar dan rasakan hanya isakan ibunya dan rangkulan erat nan hangat yang diberikan sang Ibu.
Sementara Menma hanya bisa mematung. Mendengarkan. Ia tahu ada sesuatu dibalik ini semua. Kakek Minato dan Paman Itachi selalu mengajarinya untuk melihat sesuatu yang tersembunyi dibalik sesuatu yang disembunyikan. Hari ini kakek Fugaku-nya telah memberitahukan sebuah rahasia yang telah tersimpan lama. Pasti ada sesuatu yang ada dibalik ini semua.
"A-apa maksud kakek?" setelah sekian detik barulah Sarada mendapatkan keberanian dan tenaga untuk berbicara. "Aku bukan anak Kaa-sama? Lalu aku anak siapa?" Rasanya Sarada ingin menangis sekarang juga apalagi ketika mendengar dan merasakan tangisan sosok yang ia anggap ibu disampingnya ini.
"Kau anak Sasuke." Ucap Fugaku pelan. Jelas sekali ia sebenarnya tidak ingin mengutarakan kebenaran ini.
"Lalu apa bedanya!?" Apa bedanya? Jika dirinya memang anak Sasuke bukankah dia juga anak Naruto? Atau ada hal lain yang masih disembunyikan? "Atau ada yang lain? Ada orang lain selain Kaa-sama yang kalian sembunyikan!?"
"Ada." jawaban singkat dari Fugaku membuat Sarada sejenak menahan nafas
"Si-siapa?"
"Namanya Haruno Sakura."
Deg.
Menma dan Sarada mematung. Sakura? Sakura yang itu? Sakura teman Sarada di perkumpulan itu?
"Bohong!" siapapun pasti akan menyangkal jika dikatai bukan anak orangtuanya.
"Tidak Sarada. Itu benar." Kini Sasukelah yang berbicara. Padahal Sarada berharap agar ayahnya menyangkal semua perkataan kakeknya.
"Ka-kaa-sama. Ojii-sama bohongkan? Iya kan Kaa-sama?" pertanyaan SArada hanya dijawab dengan isakan tangis oleh Naruto.
"Sarada." Fugaku kembali menarik perhatian Sarada. Pria itu menyerahkan selembar foto dimana didalm foto itu terdapat sosok ayahnya yang berwajah datar san sosok Sakura-san yang tersenyum gembira. "Ini adalah foto pernikahan Ayahmu dengan Haruno Sakura."
Sementara Sarada meraih foto itu dengan tangan gemetar, Menma tampak menahan emosi. "Lalu bagaimana dengan Kaa-chan!?" Jika benar wanita bernama Sakura itu adalah istri ayahnya. Lalu bagaimana dengan ibunya? Ibunya yang kini tengah menganduk adiknya? Ibunya yang kini tengah menangis sambil mendekap Sarada?
"Ibumu juga istri ayahmu Menma. Jauh sebelum Ayahmu menikahi Haruno Sakura, Ayahmu telah menikah dengan ibumu." Fugaku menyenderkan punggungnya di sandaran sofa. berusaha merilekskan punggungnya yang sedari tadi tegang.
"Lalu kenapa Tou-chan harus menikah dengan Haruno Sakura?" Kenapa ayahnya harus menikah lagi? Apa ibunya tidak cukup? Apa ibunya tidak bisa memenuhi harapan ayahnya? "Apa yang kurang dari Kaa-chan ku!?"
"Tidak ada Menma." Sasuke manatap putra semata wayangnya dengan ekspresi sedih. "Tidak ada yang kurang dari ibumu. Ayahlah yang tidak sabar."
"Tidak. Itu bukan salah Sasuke. Ini salahku yang tidak terlambat." Seru Naruto diiringi isakan. Sedari awal ini salahnya kan? Kalau saja ia lebih cepat mengambil keputusan, maka Sasuke tidak akan menikah lagi.
"Tidak Naru." Mikoto kini angkat bicara. Wanita yang sedari tadi merangkul Menma itu akhirnya membuka suaranya. "Kau tidak bersalah. Sejak awal kami, Aku dan Madara-tousama tahu kau dapat memberi keturunan. Kami sudah sepakat untuk tidak memaksamu. Ini bukanlah salahmu."
"Mikoto benar. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Sasuke hanya ingin memenuhi harapan kami dan aku hanya ingin menimang cucu. Kita hanya kurang bersabar dan terlalu terburu-buru mengambil keputusan sehingga kalian berdualah yang menjadi korban." Fugaku menatap Naruto dan Sarada penuh penyesalan. Mungkin diantara mereka, Naruto lah yang paling menderita. Pemuda itu harus rela berbagi suami dengan wanita lain. Harus rela mengasuk anak yang bukan anak kandungnya. Berusaha sekuat tenaga memastikan keluarga kecilnya tidak hancur. Diantara mereka, NAruto lah yang paling berjuang keras.
Fugaku mulai menceritakan awal dari segala rahasia ini. Naruto yang menikahi Sasuke di usia muda. Tiga tahun pernikahan tanpa ada tawa bayi yang menceriakan kediaman megah Uchiha. Tawaran Haruno Sakura dan perjanjian dengan Haruno Kizashi hingga kelahiran Sarada dan pindahnya Sakura ke kediaman cabang Uchiha.
"Sarada, Menma. Apa yang akan ku ceritakan ini adalah kebenaran. Tapi tidak sedikitpun kebenaran ini mengurangi cinta kami kepada kalian berdua. Naruto adalah orang yang paling mencintai kalian. Tidak memandang siapa orang tua yang melahirkan kalian. Kalian adalah anak Sasuke maka kalian juga anak Naruto." Mikoto menjelaskan dengan sabar. Tangan halus wanita itu mengelus punggung Menma lembut.
"Lalu kenapa Sakura-san harus pindah?" Kenapa dirinya harus dipisahkan dari sang ibu? Tak masalahkan jika ia memiliki dua orang ibu?
"Ini untuk melindungi kalian dan keluarga ini." Fugaku menyerahkan sebuah kerrtas tua di hadapan kedua cucunya. "Klan Uchiha adalah klan bangsawan yang memiliki hubungan erat dengan kerajaan Ootsuki. Sebagai klan bangsawan, kami memiliki aturan tersendiri mengenai tatanan keluarga. Layaknya kerajaan, jika Ratu yang dinikahi Raja tidak bisa menghasilkan keturunan maka sang raja akan mencari selir yang dapat memberikannya keturunan. Dalam peraturan internal keluarga inti Uchiha. Setiap anak yang lahir diluar pernikahan sah akan menjadi hak asuh istri sah keluarga inti. Tidak peduli itu anak dari istri kedua, ketiga bahkan wanita penghibur sekalipun, anak itu akan menjadi hak keluarga inti. Sebagai gantinya kami para Uchiha akan meberikan kompensasi berupa uang, atau peningkatan derajat dimata masyarakat. Oleh karena itu Haruno Sakura tidak lagi ada di kediaman Uchiha, selir yang telah menunaikan tugasnya akan diberikan kediaman tersendiri dan diberikan kebebasan dalam hidupnya dengan syarat tidak lagi boleh muncul di hadapan keluarga Uchiha."
Fugaku menghela nafas sejenak dan memandang kedua cucunya yang mendengarkan pengakuannya dengan sabar.
"Seharusnya, menurut pertauran anak selir dalam kasus ini adalah Sarada harus diasuh dan dibesarkan oleh ibu asuh. Seorang wanita yang dibayar keluarga Uchiha untuk mengasuhmu dari kecil hingga kau dewasa." Kali ini Sarada menahan nafas mendengar perkataan kakeknya. "Tapi Naruto memaksa melawan peraturan keluarga dan memilih untuk merawat dan membesarkanmu bersama dengan Menma sebagai saudara. Naruto terlalu mencintaimu hingga banyak aturan keluarga yang telah ia langgar hanya untuk mempertahankan kalian agar tetap ada dalam dekapannya."
"Apa saja peraturan yang telah Kaa-sama langgar?"
"Dia memaksa merawat dan membesarkanmu bersama dengan Menma. Dia memaksa agar kau memiliki status setara dengan Menma dikeluarga Uchiha. Ia menentang keras saat kau hendak dimauskkan kesekolah asrama. Ia menolak setiap pertauran keluarga Uchiha yang akan mengekang kebebasan kalian berdua. Semua sikapnya itu membuat posisi dirinya tidak aman di keluarga ini. Naruto bahkan mengijinkan Menma untuk bebas berpetualang dimana ia seharusnya dididik dengan keras sebagai calon penerus klan. Jika saja Naruto tidak memiliki klan Uzumaki dan Senju yang berdiri dibelakangnya, pasti dari dulu orang-orang Uchiha sudah menyingkirkan dirinya dari keluarga ini."
Lama mereka terdiam dalam kesunyian. Sarada berusaha mencerna semua informasi yang telah diberikan kakeknya, berusaha memahami tidak hanya dari sudut pandang dirinya tapi juga sudutpandang ibunya, Naruto.
"Apa Ibuku mencintaiku?" tanya Sarada akhirnya.
"Dia sangat mencintaimu." Naruto menjawab dengan lirih. Pemuda itu sudah berhenti menangis tapi masih merangkul Sarada dengan erat seolah-olah takut kehilangan sosok putri kesayangannya. "Menurut perjanjian, dia tidak tidak boleh menemuimu sebelum usiamu 13 tahun. Sejak kapan kau mengenalnya Sarada?"
"Aku bertemu dengannya tahun lalu saat bertamasia ke Kyoto. sejak saat itu aku sering bertemu dengannya. Kaa-sama, aku tetap anak Kaa-sama kan? Meski aku seperti ini, aku tetap anak Kaa-sama dan adik Menma-nii kan? Aku maish boleh bertemu dengan Sakura-kaasan kan?" Mata onyx Sarada meneteskan air mata. Ia tak mau dipisahkan dengan keluarganya ini. Tapi dia juga tak mau dipaksa menjauhi ibu kandungnya.
"Tentu sayang. Sampai kapanpun dan apapun yang terjadi kalian berdua adalah anak Kaa-san, Menma adalah kakakmu dan adik kecil ini adalah adikmu." jelas Naruto sambil mengelus perut buncitnya.
Untuk saat ini Naruto masih bisa mempertahankan keluarganya. Ia tidak tahu cobaan seperti apalagi yang akan datang.
TBC
By : Yuuki
Empress Of Uchiha Family 11
0
Hari terus berlalu Menma dan Sarada telah tumbuh dari bocah kecil menggemaskan menjadi remaja yang menarik perhatian banyak orang. Salahkan gen Uchiha dan Namikaze yang mengalir di tubuh mereka. Saat ini mereka menginjak usia 15 tahun. Naruto telah berusaha dengan keras agar kedua putra putrinya mendapat kasih sayang yang seimbang dan tidak ada yang mengungkit mengenai ibu kandung Sarada.
Para Uchiha sebenarnya sudah tahu akan itu semua. Tapi di luar keluarga inti (keluarga Madara), Uchiha-Uchiha yang lain sedang melakukan berbagai macam cara untuk mendekati dua penerus klan besar itu. Mereka membentuk fraksi-fraksi yang mendukung salah satu dari dua penerus untuk menjadi kepala keluarga. Mereka saling menjatuhkan satu sama lain tanpa memperdulikan pendapat dari orang yang mereka dukung.
Sampai saat ini hubungan keluarga kecil Naruto masih damai penuh kebahagiaan. Awalnya ia merasa ragu apakah keluarganya dapat bertahan dengan keberadaan Sarada di tengah-tengah mereka. Tapi Naruto adalah pemuda yang dibesarkan penuh dengan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Naruto tidak akan tega menyisihkan Sarada dan membuatnya kesepian. Ia takut jika ia melakukannya, Sarada akan merasa dianak tirikan dan akan memberontak.
"Sara-chan, akhir-akhir ini kau sedang dekat dengan anak bernama Boruto itu ya." ucap Menma saat mereka sedang sarapan pagi. Sarada yang mendengar perkataan kakaknya hampir saja tersedak sup tomat yang dibuat sang ibu.
"Ka-kata siapa!?" Wajah putih sarada memerah ketika menyadari seluruh perhatian ruang makan tertuju padanya.
"Baruto siapa, Menma?" tanya Naruto penasaran. Seingatnya tidak ada satupun teman putrinya yang bernama Boruto.
"Itu loh Kaa-san. Pemuda berambut pirang seumuran Sara-chan yang datang saat acara ulang tahun perusahaan Mina-jiichan." Naruto mengingat-ingat lagi sosok pirang yang datang di acara ayahnya itu. Diantara para tamu, hanya keluaraga Namikaze saja yang memiliki rambut pirang
"Berarti salah-satu dari keluarga kita ya." jelas Naruto. 'Aku akan tanya ayah nanti.'
"Sudah Kaa-san, jangan di bahas." Ujar sarada merajuk, dengan cepat ia mengahabiskan makanannya dan meninggalkan meja makan."Aku selesai. Terimakasih atas makanannya."
Menma memandang kepergian adiknya dengan seringai terlukis diwajah. Ia sangat senang menggoda adik perempuannya itu. Membuat wajah datar turunan kakek Fugaku merona atau kesal.
Diantara Menma dan Sarada yang paling menuruni sifat datar klan Uchiha adalah Sarada. Gadis itu sangat pendiam dan irit kata. Naruto sendiri kadang dibuat kesal dengan trademark Uchiha yang selalu bergumana 'Hn' untuk menjawab percakapan. Rasanya Naruto ingin menjitak kepala Sasuke setiap Sarada menggumamkan kata menyebalkan itu.
Semenatar Menma adalah pemuda yang ramah tapi hanya kepada orang-orang yang ia percayai saja. Menma akan bersikap sangat formal kepada orang asing atau orang yang menurutnya tidak ia percaya. Sementara ketika bersama keluarga dan sahabatnya ia akan mengoceh tanpa henti seperti Naruto. Ia akan beradu argumen dengan Kyuubi dan Itachi jika membahas masalah perusahaan. Ia akan menjadi sangat jahil jika sudah bersekutu dengan Kyuubi untuk mengerjai paman kriputnya dan ia akan menjadi sangat lembut dan tenang jika sedang bersama dengan ibu dan bibi Kurama-nya.
Jika Sarada mencerminkan sosok putri bangsawan yang anggun, tenang dan cerdas maka Menma adalah seorang petualang. Pemuda itu memiliki jiwa kebebasan yang tinggi, ia tidak ingin di kekang oleh peraturan-peraturan keluarga Uchiha yang kaku -tapi bukan berarti dia melawan- Ia senang mengunjungi tempat-tempat baru, mengetahui hal-hal baru dan menemui orang-orang baru. Sifatnya itu membuat Naruto takut putra semata wayangnya suatu saat akan pergi jauh tanpa bisa ia gapai.
"Menma, jika kau ingin berpetualang maka pergilah, tapi kau harus ingat mengabari Ibu kemana kau akan pergi dan apapun yang terjadi jangan pernah lupa bahwa ibu dan ayah selalu menunggu kepulanganmu serta jangan pernah melakukan tindakan yang akan merusak masadepanmu." itu adalah pesan Naruto dulu saat Menma berusia spuluh tahun. Anak itu pernah menghilang selama tiga hari membuat Naruto panik. Naruto tidak makan dan tidak tidur selama tiga hari dan Sasuke yang saat itu sedang rapat diluar kota harus membatalkan rapatnya. Dihari keempat saat Menma pulang, Ia dihadiahi tamparan di pipi oleh Sarada dan Naruto yang menangis dan pingsan dalam pelukan Menma.
Hobi Menma yang senang berpetualang itu membuat Uchiha yang dulunya mendukungnya menjadi kehilangan kepercayaan dan beralih menudukung Sarada. Namun bagi Menma itu bukan masalah, saat ini ia sedang ingin bersenang-senang dan berpetualang. Urusan perusahaan masih bisa ia pikirkan nanti saat ia sudah dewasa. Ia masih ingin berpetualang dan mempelajari hal-hal baru.
Mengetahui putranya senang berpetualang Sasuke memutuskan untuk memberikan pelatihan khusus yang akan membantu Menma melindungi dirinya. Ia meminta Obito melatih Menma dalam bisang beladiri dan ia memastikan Menma tetap mempelajari tentang dunia bisnis.
.
.
"Danzo! Kenapa sampai sekarang pemuda jalang itu belum juga mati? Aku ingin pemuda itu lenyap dari hadapanku!" Haruno Mebuki, wanita itu memsuki ruang kerja Danzo di kediaman Shimura dengan tergesa-gesa. Ia sudah bersabar dengan sangat lama hanya untuk meihat kematian pemuda pirang yang telah merebut suami putrinya, Ia juga sangat kesal ketika putrinya sendiri tidak mendukung rencananya.
Danzo memandang wanita didepannya itu dengan tajam. Wanita itu datang seenaknya ke kediamannya dan berprilaku layaknya boss pada dirinya. "Tutup mulutmu Mebuki! Gara-gara rencana rendahanmu itu aku gagal menjadi Hokage! Kenapa dulu kau harus memerintahkan Torune untuk mendorong pemuda itu? Gara-gara rencana murahanmu itu namaku menjadi tercemar dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat!"
Tidak terima di bentak, Mebuki belik melawan Danzo. "Itu karena kau sangat lambat dalam bertindak! Sampai sekarang pemuda itu masih hidup dengan bahagia sementara putriku harus diasingkan!"
"Salahmu sendiri yang tidak bisa mengendalikan anak dan suamimu! Dulu aku sudah bilang bahwa Kinzashi buka lelaki yang bisa kau manfaatkan. Tapi kau masih saja menikahi lelaki itu. Sekarang kau malah datang memohon-mohon padaku untuk menolong putrimu. Harusnya dulu kau menikah denganku! Bukan dengan lelaki bodoh itu!"
"Oh! Jadi sekarang kau ingin membalaskan sakit hatimu dengan menyulitkan keinginanku!? Setelah semua yang ku berikan untuk membantumu dalam kampanye sekarang kau membuangku! Kau sama saja dengan Kinzashi. Hanya menginginkan tubuhku!" Mebuki tidak bisa terima. Setelah berjuta-juta uang yang ia keluarkan untuk mensponsori Danzo dalam pemilihan Hokage, kini setelah lelaki itu kalah ia malah dilupakan begitu saja. Yang benar saja!
"Tutup mulutmu Mebuki! Apa kau tahu! Semua rencana yang telah ku susun dengan rapi menjadi berantakan karena ketidak sabaranmu! Jangan kira aku tidak tahu, kau memerintah Torune dengan bayaran kau meu tidur dengannya kan!? Dan sekarang kau bilang aku hanya menginginkan tubuhmu? Apa kau tidak sadar kalau prilakumu lebih jalang dari pemuda Namikze itu?" Danzo sudah sangat bersabar dalam mengahadapi wanita didepannya ini. Dulu dia memang mencintai wanita ini, saat tahu wanita ini sudah menikah, dia sudah menyerah. Tapi sekarang wanita ini datang kehadapannya dengan memohon-mohon dan menjanjikan hal yang sangat ia inginkan. Lelaki mana yang tidak menolak?
"Jadi, Mebuki. Kau telah membuat putra kepercayaanku mendekam di penjara dan kau sudah seenaknya memerintahku. Kurasa ini waktunya kau membayar hal itu semua." Danzo menatap wanita di hadapannya dengan tajam. Jelas sekali wanita itu terlihat ketakutan dan Danzo senang membuat orang-orang takut kepadanya. Dengan segera lelaki itu menyeret Mebuki memasuki ruang peristirahatan yang ada disamping ruang kerjanya. Walau tak dapat menikahi wanita ini. Bukan berarti dia tidak bisa menikmati wanita ini kan? "Kau tenang saja. Aku masih punya dendam dengan Minato. Jadi untuk sekarang kau puaskan aku dan aku akan menghancurkan Namikaze itu."
Hari terus berlalu Menma dan Sarada telah tumbuh dari bocah kecil menggemaskan menjadi remaja yang menarik perhatian banyak orang. Salahkan gen Uchiha dan Namikaze yang mengalir di tubuh mereka. Saat ini mereka menginjak usia 15 tahun. Naruto telah berusaha dengan keras agar kedua putra putrinya mendapat kasih sayang yang seimbang dan tidak ada yang mengungkit mengenai ibu kandung Sarada.
Para Uchiha sebenarnya sudah tahu akan itu semua. Tapi di luar keluarga inti (keluarga Madara), Uchiha-Uchiha yang lain sedang melakukan berbagai macam cara untuk mendekati dua penerus klan besar itu. Mereka membentuk fraksi-fraksi yang mendukung salah satu dari dua penerus untuk menjadi kepala keluarga. Mereka saling menjatuhkan satu sama lain tanpa memperdulikan pendapat dari orang yang mereka dukung.
Sampai saat ini hubungan keluarga kecil Naruto masih damai penuh kebahagiaan. Awalnya ia merasa ragu apakah keluarganya dapat bertahan dengan keberadaan Sarada di tengah-tengah mereka. Tapi Naruto adalah pemuda yang dibesarkan penuh dengan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Naruto tidak akan tega menyisihkan Sarada dan membuatnya kesepian. Ia takut jika ia melakukannya, Sarada akan merasa dianak tirikan dan akan memberontak.
"Sara-chan, akhir-akhir ini kau sedang dekat dengan anak bernama Boruto itu ya." ucap Menma saat mereka sedang sarapan pagi. Sarada yang mendengar perkataan kakaknya hampir saja tersedak sup tomat yang dibuat sang ibu.
"Ka-kata siapa!?" Wajah putih sarada memerah ketika menyadari seluruh perhatian ruang makan tertuju padanya.
"Baruto siapa, Menma?" tanya Naruto penasaran. Seingatnya tidak ada satupun teman putrinya yang bernama Boruto.
"Itu loh Kaa-san. Pemuda berambut pirang seumuran Sara-chan yang datang saat acara ulang tahun perusahaan Mina-jiichan." Naruto mengingat-ingat lagi sosok pirang yang datang di acara ayahnya itu. Diantara para tamu, hanya keluaraga Namikaze saja yang memiliki rambut pirang
"Berarti salah-satu dari keluarga kita ya." jelas Naruto. 'Aku akan tanya ayah nanti.'
"Sudah Kaa-san, jangan di bahas." Ujar sarada merajuk, dengan cepat ia mengahabiskan makanannya dan meninggalkan meja makan."Aku selesai. Terimakasih atas makanannya."
Menma memandang kepergian adiknya dengan seringai terlukis diwajah. Ia sangat senang menggoda adik perempuannya itu. Membuat wajah datar turunan kakek Fugaku merona atau kesal.
Diantara Menma dan Sarada yang paling menuruni sifat datar klan Uchiha adalah Sarada. Gadis itu sangat pendiam dan irit kata. Naruto sendiri kadang dibuat kesal dengan trademark Uchiha yang selalu bergumana 'Hn' untuk menjawab percakapan. Rasanya Naruto ingin menjitak kepala Sasuke setiap Sarada menggumamkan kata menyebalkan itu.
Semenatar Menma adalah pemuda yang ramah tapi hanya kepada orang-orang yang ia percayai saja. Menma akan bersikap sangat formal kepada orang asing atau orang yang menurutnya tidak ia percaya. Sementara ketika bersama keluarga dan sahabatnya ia akan mengoceh tanpa henti seperti Naruto. Ia akan beradu argumen dengan Kyuubi dan Itachi jika membahas masalah perusahaan. Ia akan menjadi sangat jahil jika sudah bersekutu dengan Kyuubi untuk mengerjai paman kriputnya dan ia akan menjadi sangat lembut dan tenang jika sedang bersama dengan ibu dan bibi Kurama-nya.
Jika Sarada mencerminkan sosok putri bangsawan yang anggun, tenang dan cerdas maka Menma adalah seorang petualang. Pemuda itu memiliki jiwa kebebasan yang tinggi, ia tidak ingin di kekang oleh peraturan-peraturan keluarga Uchiha yang kaku -tapi bukan berarti dia melawan- Ia senang mengunjungi tempat-tempat baru, mengetahui hal-hal baru dan menemui orang-orang baru. Sifatnya itu membuat Naruto takut putra semata wayangnya suatu saat akan pergi jauh tanpa bisa ia gapai.
"Menma, jika kau ingin berpetualang maka pergilah, tapi kau harus ingat mengabari Ibu kemana kau akan pergi dan apapun yang terjadi jangan pernah lupa bahwa ibu dan ayah selalu menunggu kepulanganmu serta jangan pernah melakukan tindakan yang akan merusak masadepanmu." itu adalah pesan Naruto dulu saat Menma berusia spuluh tahun. Anak itu pernah menghilang selama tiga hari membuat Naruto panik. Naruto tidak makan dan tidak tidur selama tiga hari dan Sasuke yang saat itu sedang rapat diluar kota harus membatalkan rapatnya. Dihari keempat saat Menma pulang, Ia dihadiahi tamparan di pipi oleh Sarada dan Naruto yang menangis dan pingsan dalam pelukan Menma.
Hobi Menma yang senang berpetualang itu membuat Uchiha yang dulunya mendukungnya menjadi kehilangan kepercayaan dan beralih menudukung Sarada. Namun bagi Menma itu bukan masalah, saat ini ia sedang ingin bersenang-senang dan berpetualang. Urusan perusahaan masih bisa ia pikirkan nanti saat ia sudah dewasa. Ia masih ingin berpetualang dan mempelajari hal-hal baru.
Mengetahui putranya senang berpetualang Sasuke memutuskan untuk memberikan pelatihan khusus yang akan membantu Menma melindungi dirinya. Ia meminta Obito melatih Menma dalam bisang beladiri dan ia memastikan Menma tetap mempelajari tentang dunia bisnis.
.
.
"Danzo! Kenapa sampai sekarang pemuda jalang itu belum juga mati? Aku ingin pemuda itu lenyap dari hadapanku!" Haruno Mebuki, wanita itu memsuki ruang kerja Danzo di kediaman Shimura dengan tergesa-gesa. Ia sudah bersabar dengan sangat lama hanya untuk meihat kematian pemuda pirang yang telah merebut suami putrinya, Ia juga sangat kesal ketika putrinya sendiri tidak mendukung rencananya.
Danzo memandang wanita didepannya itu dengan tajam. Wanita itu datang seenaknya ke kediamannya dan berprilaku layaknya boss pada dirinya. "Tutup mulutmu Mebuki! Gara-gara rencana rendahanmu itu aku gagal menjadi Hokage! Kenapa dulu kau harus memerintahkan Torune untuk mendorong pemuda itu? Gara-gara rencana murahanmu itu namaku menjadi tercemar dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat!"
Tidak terima di bentak, Mebuki belik melawan Danzo. "Itu karena kau sangat lambat dalam bertindak! Sampai sekarang pemuda itu masih hidup dengan bahagia sementara putriku harus diasingkan!"
"Salahmu sendiri yang tidak bisa mengendalikan anak dan suamimu! Dulu aku sudah bilang bahwa Kinzashi buka lelaki yang bisa kau manfaatkan. Tapi kau masih saja menikahi lelaki itu. Sekarang kau malah datang memohon-mohon padaku untuk menolong putrimu. Harusnya dulu kau menikah denganku! Bukan dengan lelaki bodoh itu!"
"Oh! Jadi sekarang kau ingin membalaskan sakit hatimu dengan menyulitkan keinginanku!? Setelah semua yang ku berikan untuk membantumu dalam kampanye sekarang kau membuangku! Kau sama saja dengan Kinzashi. Hanya menginginkan tubuhku!" Mebuki tidak bisa terima. Setelah berjuta-juta uang yang ia keluarkan untuk mensponsori Danzo dalam pemilihan Hokage, kini setelah lelaki itu kalah ia malah dilupakan begitu saja. Yang benar saja!
"Tutup mulutmu Mebuki! Apa kau tahu! Semua rencana yang telah ku susun dengan rapi menjadi berantakan karena ketidak sabaranmu! Jangan kira aku tidak tahu, kau memerintah Torune dengan bayaran kau meu tidur dengannya kan!? Dan sekarang kau bilang aku hanya menginginkan tubuhmu? Apa kau tidak sadar kalau prilakumu lebih jalang dari pemuda Namikze itu?" Danzo sudah sangat bersabar dalam mengahadapi wanita didepannya ini. Dulu dia memang mencintai wanita ini, saat tahu wanita ini sudah menikah, dia sudah menyerah. Tapi sekarang wanita ini datang kehadapannya dengan memohon-mohon dan menjanjikan hal yang sangat ia inginkan. Lelaki mana yang tidak menolak?
"Jadi, Mebuki. Kau telah membuat putra kepercayaanku mendekam di penjara dan kau sudah seenaknya memerintahku. Kurasa ini waktunya kau membayar hal itu semua." Danzo menatap wanita di hadapannya dengan tajam. Jelas sekali wanita itu terlihat ketakutan dan Danzo senang membuat orang-orang takut kepadanya. Dengan segera lelaki itu menyeret Mebuki memasuki ruang peristirahatan yang ada disamping ruang kerjanya. Walau tak dapat menikahi wanita ini. Bukan berarti dia tidak bisa menikmati wanita ini kan? "Kau tenang saja. Aku masih punya dendam dengan Minato. Jadi untuk sekarang kau puaskan aku dan aku akan menghancurkan Namikaze itu."
TBC
By : Yuuki




