Archive for September 2016

  • The Noah, Innocence and Bookman

    0


    The Noah, Innocence and Bookman 
    By : Ayuni Yuukinojo 
    D.Gray-Man ©Katsura Hoshino 
    Warning : judul tak sesuai dengan isi. Menjurus shonen-ai. 
    Summary: Bagaimana bila saat itu Mana benar-benar seorang Earl Millenium. Dan ia bertemu dengan si kecil Allen yang terjebak dalam kerasnya hidup. Apakah ia akan meninggalkan sosok kecil nan rapuh itu atau membawanya ke mansion besarnya yang dipenuhi oleh para Akuma dan Noah? 

    Earl Millenium saat itu hanya ingin berjalan-jalan sebentar. Melepas penat dari tugasnya untuk membuat para akuna. Jangan kira menbuat Akuma itu gampang dan menyenangkan. Tidak. Membuat Akuma itu melelahkan apalagi bila sampai ada excorcist yg menganggu. Oleh karena itu Earl Millenium kali ini sedang berjalan-jalan, dengan pakaian sederhananya dia berbaur didalam kerumunan para manusia kotor. Berperan sebagai seorang badut jalanan yang berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Tidak pernah ia sangka kegiatan bersantainya itu akan membuatnya bertemu dengan sang Bookman cilik. Allen Walker. 
    Allen Waller. Nama dari sahabat adiknya Neah. Kembaran kesayangannya itu dulu selalu menceritakan teman pintar serba taunya yang tak pernah mau keluar dari perpustakaan mansionnya. Earl Millenium selalu membayangkan sosok Allen sahabat adiknya sebagai sosok pemuda berambut coklat kemerahan panjang dengan kacamata bulat bak Harry Potter yang membingkai mata kecoklatannya. Setidaknya itu yang di jelaskan Neah saat dirinya bertanya seperti apa rupa sang sahabat. 
    Tapi anak didepannya ini memang mirip dengan Allen Walker. Hanya saja versi mini dengan mata perak seperti salju musim dingin. Dan kenapa anak itu memperkenalkan dirinya sebagai Red? Earl Millenium merasakan keberadaan yang tak asing pada diri Red kecil. Keberadaan sosok yang dirindukan tapi juga membuatnya marah. Sosok yang dapat membangkitkan perasaan itu hanya adiknya Neah. “Jadi dimana kau tinggal nak?” 
    “Dikarapan sirkus di sana. Ada apa pak tua?” Anak dididepannya ini sangat kasar. Sangan berbeda dengan penggambaran Allen Walker dewasa yg gentleman. Dan lagi pancaran mata anak ini dipenuhi dengan kegelapan. Bagaikan malaikat yang dihianati dan jatuh ke bumi. 
    “Bisa kau antar aku ke sana? Aku seorang pengelana dan aku sedang mencari kerja untuk menambah bekal perjalanan” 
    Tak sampai beberapa jam Earl Millenium-yg kini menggunakan nama manusianya Mana Walker- telah diterima bekerja di sirkus itu sebagai seorang badut. Dan Red diperintahkan untuk membantu Mana dalam melakukan pekerjaannya. 
    Sejak bergabung dengan anggota sirkus, hubungan Mana dan Red semakin dekat. Apalagi sejak kematian Allen,  anjing milik Mana. Kini nama Allen itu di gunakan oleh Red. Walau yang mengakui dan mengetahui hal itu baru Mana saja,  itu sudah membuat senyum cerah tak pernah lepas dari wajah mungil Allen kecil.  
    Hidup di tempat sirkus yang berpindah-pindah tidaklah mudah. Allen kecil harus bekerja dengan sangat keras agar mendapatkan bayaran dan tidak dihukum. Jika ia melakukan kesalahan gajinya bisa di potong atau tidak mendapat jatah makan, yang paling parah ia bisa2 ditugaskan memberi makan binatang sirkus yang jumlahnya banyak dan kebanyakan adalah hewan buas. Allen kecil belum ingin mati di makan singa atau harimau atau beruang. 
    Merah. Asap membumbung tinggi ke langit. Malan bersalju itu di ramaikan dengan teriakan panik para pengunjung sirkus dan anggota sirkus. Mereka tidak pernah menyangka atraksi fire dance yang biasanya memukau penonton menjadi malapetaka yang akan merenggut banyak korban jiwa. 
    Tangan merah Allen kecil terasa terbakar dan berkedut sakit. Rasa sakitnya membuat Allen tidak bisa bergerak seincipun. Allen hanya bisa pasrah saat api mulai berkobar disekitarnya. Panas dari api tak bisa mengalahkan rasa sakit yang di dapat dari tangannya. 
    Allen sudah hampir kehilangan harapan. Ia sudah siap jika harus mati terbakar di tempat itu. Tapi Mana datang. Dengan pakaiannya yang basah ia datang dan meraih Allen kecil. Membawa bocah kecil itu keluar dari kobaran api. Menjauh dari kumpulan manusia yang datang hanya untuk melihat kebakaran tanpa mau menolong. 
    Kasus kebakaran di sirkus itu dilupakan begitu saja. Tak ada yang bertanya dan menyelidiki apa penyebab kebakaran. Tidak pula memperdulikan para korban baik itu manusia ataupun binatang. Allen dari kejauhan memandang tumbukan abu dan arang bekas kebakaran. Disampingnya Mana menggenggam tangan kanannya dengan erat. Allen merasa sedih, lagi-lagi ia harus kehilangan tempatnya yang ia anggap rumah. Walau hidup di sirkus itu berat tapi ada beberapa orang yang menyayangi Allen dengan tulus. Seperti teman akrobatnya Fredrick, teman yang ia dapat saat pertama kali bergabung dengan sirkus. Sayang teman pertama dan satu-satunya itu kini telah tertimbun tumpukan arang bekas kebakaran. 
    Mana menggandeng Allen menjauhi lokasi kebakaran. Membawa bocah kecil itu meninggalkan kota yang kini mulai melanjutkan kegiatan tanpa memperdulikan kebakaran yang terjadi beberapa hari yang lalu. 
    Earl Millennium tak pernah menyangka bahwa berkeliling bersama Allen kecil akan sangat menyenangkan.  Bocah kecil yang selalu menempel padanya ini begitu imut dan menggemaskan. Terlalu polos untuk hidup di dunia yang penuh dengan fatamorgana ini. Sikap ketus dan keras yang anak itu tunjukkan saat di sirkus merupakan perwujudan dari pertahanan diri untuk menghadapi kekerasan yang ia alami di dalam sirkus. Namun, kini Allen sudah tinggal dengan sosok Mana Walker yang ramah dan gentelman. Anak itu tak perlu lagi membangun pertahanan untuk menghadapi sikap keras dari orang-orang di sekelilingnya. 
    ‘Allen, teruslah melangkah ke depan.’ Merupakan kata-lata yang terus mana ingatkan pada diri Allen kecil. Menanamkan sebuah mantra yang akan selalu diingat di dalam pikiran dan hati kecil Allen. Bocah 9 tahun itu untuk saat ini tidak mengerti apa maksud dari kata-kata yang selalu di ingatkan oleh ayah angkatnya. Sampai pada suatu hari kecelakaan itu terjadi. Mana Walker, ayah angkatnya yang menyebalkan tapi sangat ia sayangi direbut dengan begitu kejam di hadapannya. Kereta kuda milik bangsawan yang menabrak Mana-nya berlalu begitu saja sementara orang-orang hanya memandang dan berlalu dengan santai tidak memperdulikan bocah kecil yang menangis meratapi kepergian lelaki panutannya. 
    ‘Allen, Teruslah melangkah ke depan.’ Bahkan hingga hembusan nafas terakhirnya Mana masih mengingatkan Allen mengenai hal itu. 
    Pemakaman Mana dilakukan di sore hari. Pihak gereja dan keamanan hanya membantu Allen dalam proses pemakaman. Setelah proses pemakaman selesai,  Allen ditinggal sendiri di area makan. Terduduk di hadapan makan mana dengan pandangan kosong dan airmata yang mengalir perlahan. Lagi- lagi ia di tinggal oleh orang tersayangnya. 
    “ho~ ho~ ho~ hallo bocah kecil. Apa yang kau lakukan disini malam-makan?” sosok aneh dan mencurigakan berdiri tepat di belakang batu nisan milik Mana. Sosok itu mengunakan topi tinggi dan kacamata bulat. Senyumnya lebar hingga ke tulang pipi. 
    Earl Millennium memandang Allen kecil yang terduduk di hadapan makam Mana. Anak itu hanya memandang sosok besarnya dengan tatapan kosong. 
    "Mana... Papa..." Gumam Allen kecil, matanya kini metapa sosok besar Earl Millennium. 
    "Papamu? Jadi kau sedang menangisi kematian ayahmu? Kasihan sekali kau. Aku bisa mengembalikan ayahmu kepadamu." 
    "Mana...." Ahh~ Allen kecilnya yang manis sudah terjebak, ia tak sabar untuk melihat ketakutan di wajah mungil itu. 
    "Benar. Aku bisa mengembalikan Mana-mu. Panggil namanya dengan kencang, dan aku akan mengembalikannya padamu." Ayo, panggil namanya. Panggil nama sosok yang kau sayangi itu. Khu~ khu~ khu~ 
    "MANA!!!" 
    Tangan kecil itu memeluk tubuh besar didepannya. Membuat Earl Millennium –sosok yang di peluk- tidak sempat memanggil wadah Akumanya. Allen kecil menangis, ia memeluk erat Earl Millennium. Tidak memberikan sedikitpun celah untuk lepas dari pelukan itu. 
    "Menyingkir dari badut itu, bocah!" Suara seseorang menghentikan tangis Allen kecil. Dibelakangnya telah berdiri sosok lelaki berambut merah panjang tangah menodongkan pistol kearah Earl Millennium. 
    Allen tidak mengerti. Kenapa Mana-nya harus di kubur. Kenapa sekarang Mananya ada di hadapannya? Padahal tadi ia sudah melihat sendiri Mana-nya di kubur di bawah tanah. Kenapa Mana-nya berpenampilan mengerikan seperti itu. Apa Mana-nya sedang mengerjainya? 
    Allen tidak mengerti. Tapi yang pasti ia sangat senang karena Mana-nya tidak meninggalkannya. Mana-nya, ayah-nya. Sosok panutannya. Allen kecil menerjang sosok besar yang ia rasa adalah Mana-nya. Ia takkan pernah melupakan rasa asing yang pernah Mana-nya munculkan saat menolong dirinya dari kobaran api. Rasa yang dapat membuatnya ketakutan tapi juga sangat dirindukan.  
    Oleh karena itu Allen menerjang sosok didepannya. Memeluknya dengan erat. Tak ingin dipisahkan. Tapi kenapa lelaki berambut merah panjang itu menodongkan senapan kepada Mana-nya? Kenapa lelaki itu ingin menyakiti Mana-nya? Merebut Ayah-nya. 
    "Aku bilang menyingkir dari gendut itu, bocah!" Lelaki itu mengancam lagi. Bahkan semakin mendekati posisinya dan Mana-nya. 
    'Hentikan.' 
    "Mahluk itu berbahaya, bocah!" 
    'Tidak' 
    "AKU BILANG MENYINGKIR DARINYA!" Pelatuk di tangan lelaki itu akan di tarik. Pelurunya akan melukai Mana-nya.  
    DORRR 
    "HENTIKAN!!!!!!" 
    Sinar terang menyelimuti tubuh mungil Allen. Tangan kecil bocah itu terentang melindungi sosok dibelakangnya. Peluru yang dimuntahkan senapan di tangan lelaki itu terhenti di udara dan jatuh ke tanah. Seiring dengan lenyapnya cahaya yang menyelimuti tubuhnya, Allen terjatuh ketanah tak sadarkan diri. Beruntung sang Earl Millennium berhasil menangkapnya sebelum tubuh itu mencium permukaan tanah. 
    "khu~ khu~ khu~ Aku tak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Tapi anak ini sangat menarik. Jadi aku akan membawanya. Ja na~ Cross Marian." 
    Tubuh gesar itu melayang dengan Allen kecil ada di gendongannya. Meninggalkan Cross Marian yang harus mengahadapi puluhan Akuma yang datang menghalangi. 

    TBC  
  • Boneka Untuk Sang Hime 2

    0
    Boneka Untuk Sang Hime
    By : Ayuni Yuukinojo
    Naruto © Masashi Kishimoto
    .,.
    WARNING: UPDATE LAMA. OOC, EYD berantakan Typo, HVMV
    .,.

    .,.
    Pagi hari itu desa di gemparkan dengan berita dari pihak kuil bahwa mereka mengijinkan Sasori si pembuat boneka untuk memasuki kediaman Hime. Mereka heran. Sangat jarang, bahkan tidak pernah hal seperti ini terjadi. Jangankan mengijinkan seorang pemuda memasuki kediaman, para dayang yang dijinkan untuk mengabdi di kediaman Hime saja harus di uji dalam berbagai bidang. Para wanita yang di pilih harus cantik. Sabar dan ramah. Mahir dalam segala bidang seni dan yang paling penting mereka bersih baik hati maupun tubuh.
    Saat berususia 10 tahun mereka dipilih dikumpulkan di kuil Inari. Mereka di ajari berbagai macam keahlian yang kelak akan berguna bagi mereka saat melayani sang Hime. Saat memasui usia 17 tahun yang terbaik di atantara yang terbaik akan di pilih dan bi bawa ke kediaman Hime. Sementara yang tidak terpilih akan di kembalikan ke orang tua mereka atau di pekerjakan sebagai miko di kuil.
    Para penjaga di kediaman Hime pun merupakan pemuda-pemuda tampan dan terkuat. Mereka petarung terkuat di desa dan tentunya hanya loyal pada sang Hime, bukan kepada para warga ataupun kepala desa. Mereka adalah para pemuda yang sudah menetapkan hati akan menyerahkan segala milik mereka untuk melindungi dan melayani sang Hime. Mereka tidak ikut campur dalam masalah penjagaan desa. Desa memiliki para penjaga lain yang jumlahnya lebih banyak walau tak sekuat mereka.
    Kedatangan Sasori untuk pertamakali ke dalam kediaman Hime disambut dengan tatapan waspada para penjaga dan bisikan para pelayan. Dia diantar sang kepala desa menuju ruang tahu dimaan sang Hime sudah menunggu. Namun sepertinya sang Hime sedang tidak ingin menunggu mereka. Jadi begitu sampai di ruang tahu, sang Hime sudah menghilang. Seorang pelayan bernama Sakuya berkata bahwa sang Hime menunggu mereka di pavilion di halaman belakang. Kepala Desa tidak diijinkan masuk lebih dalam ke dalam kediaman Hime. Ia menyerahkan Sasori kepada Sakuya untuk mengantar pemuda itu ke hadapan sang Hime.
    Setelah si kepala desa pergi, Sasori di antar menyusuri lorong kediaman yang panjang, ia dapat melihat halaman samping kediaman sangat asri dan indah. Tak jarang ia bertemu para penjaga yang menatapnya tajam. Seorang penjaga bernama Tobio memutuskan membantu Sakuya untuk mengantar Sasori. Penjaga berambut dan bermata hitam legam itu sesekali melirik Sasori dengan tajam dan waspada. “Aku harap kehadiran anda tidak akan mengusik ketenangan Hime-sama.” ujar Tobio dengan mata yang menatap angkuh ke depan.
    Sasori tidak menjawab. Tidak ingin berbicara. Ia sibuk menenangkan hatinya yang berdetak dengan kencang. Mimpinya untuk bisa membuat replika wajah sang Hime akhirnya terwujud. Walau dengan syarat yang belum dia ketahui.
    .
    Naruto sang Hime menatap halaman belakang kediamannya dalam diam. Halaman itu bersebelahan dengan hutan lebat di belakang kediaman. Sudah lama sekali dia tidak mendekati hutan itu. Dulu saat usianya masih sekitar 8 tahun ia sering menyelinap ke dalam hutan. Menjelajah sesuka hati. Namun tak sampai sebulan kegiatan itu ia lakukan, para penjaga telah menemukannya dan melarangnya untuk mendekati hutan. Takut kejadian seperti Hime sebelumnya terulang kembali.
    “Hime-sama. Pemuda itu sudah datang.” Yuuya bersimpuh di samping Naruto, kepalanya tertunduk begitupula dengan Tobio. Sementara Sasori hanya bisa berdiri mematung melihat kecantikan dari sosok Hime yang sangat ia kagumi. Dengan pelan Naruto menyapukan tangannya di udara, memberi kode kepada pelayannya bahwa mereka bisa pergi.
    Naruto mengubah posisi duduknya, kini ia berhadapan langsung dengan Sasori yang telah duduk bersila. Mata Sasori tak pernah bisa lepas dari wajah sang Hime. Dengan lihai jemari lentik berkulit tan itu menggoreskan kuas di kertas putih yang disediakan pelayan sebelumnya.
    “Namamu Sasori, bukan? Aku mengijinkamu untuk membuat boneka diriku. Tapi boneka itu kecantikannya harus melebihi diriku atau menyamai ku. Jika kau berhasil, aku akan mengabulkan satu permintaanmu. Itu syarat dariku.” Begitulah isi tulisan sang Hime. Sasori menatap tulisan Naruto yang indah dan rapi.
    Kepala Sasori menunduk menyentuh tatami. Bersujud di hadapan sang Hime, menerima syarat yang di berikan. “Hamba bersedia.”
    .
    Hari pertama Sasori habiskan dengan membuat sketsa kasar dari boneka yang akan ia buat. Sketsa wajah yang sesuai dan seindah yang ia mampu. Berkali-kali ia mengulang, berkali-kali pula ia gagal. Tapi Sasori tidak menyerah. Tujuannya mempelajari seni patung adalah untuk membuat replika wajah cantik sang Hime. Setelah sekian lama belajar dan berlatih, berkali-kali melupakan tujuan dan hampir di kuasai rasa serakah akan harta. Akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk mewujudkan impiannya. Ia akan memberikan patung terindah dan tercantik kepada sang Hime.
    Hari keduda Sasori mulai membuat model bentuk dasar dari badan boneka dengan terpisah pisah. Dua tangan, dua kaki serta kepala yang menyatu dengan madan. Model dasar itu berukuran besar, sama besarnya dengan ukuran sang Hime. Ia tidak ingin membuat boneka kecil yang mudah di bawa dan di curi. Ia ingin membuat boneka yang benar-benar menyerupai sang Hime. Baik penampilan maupun ukurannya.
    Pada hari ketiga Sasori mulia mencetak model dengan gips. Cetakan yang dibuat ada dua buah. Cetakan bagian depan dan belakang. Model kasar di posisikan tertidur diatas tumpukan gips, tak lupa melapisinya dengan vaselin agar mudah melepas model cetakan ketika gips sudah mengeras. Setelah gips mengeras, model cetakan di lepas dan dikeringkan.
    Dihari keempat Sasori mulai memasukkan ‘slip ‘ kedalam cetakan yang telah kering dan diikat. Cetakan gips akan menyerap air didalam slip hingga terbentuk lapisan tanah liat yang lebih padat disetiap sisi dalam cetakan. Sasori membuat sangat banyak cetakan karena ia yakin pasti sangat sulit membuat replika wajah sang Hime. Terbukti saat ia mulai melukis wajah sang Hime pada tubuh boneka yang sudah jadi ia mengalami kesulitan. Berkali-kali ia gagal, berkali-kali ia mengulang. Semua boneka yang gagal ia buang. Ia mengurung diri berhari-hari di kamar yang disediakan pihak kuil. Keluar hanya untuk mandi dan makan. Sisanya ia mengurung diri dikamarnya. Terkadang ketika ia sangat frustasi ia akan melempar boneka gagalnya hingga retak. Ia tidak membutuhkan produk gagal. Himenya tidka membutuhkan produk gagal.
    Disuatu pagi sebelum sarapan, Naruto berjalan menyusuri kediamannya seorang diri. Walau tak diijinkan berbicara, bukan berarti ia tidak diijinkan untuk berjalan-jalan di kediamannya sendiri. Menyusuri setiap lorong, ia berhenti ketika berada didepan kamar sang pembuat boneka. Penasaran ia membuka pantu kamar itu. Pandangannya disambut dengan berbagaimacam tubuh boneka yang sudah retak dan beberapa ada yang masih belum terbentuk. Sementara Sasori sendiri tampak tertidur diatas meja kerjanya. Terlihat pemuda bersurai merah itu sangat kelelahan.
    Naruto memungut satu buah tubuh boneka yang ada didekatnya. Jujur saja, boneka itu sudah bagus, sangat bagus malah. Hanya saja tak bisa menyaingi kecantikannya. Mata biru Naruto menatap nanar semua boneka gagal itu. ‘apakah syaratnya terlalu sulit?’ pikirnya. Naruto juga melihat bayang hitam di bawah mata Sasori. Pemuda itu sudah tidak tidur berhari-hari.
    Naruto meletakkan kembali boneka gagal itu di lantai. Ia berjalan menuju dua cetakan yang tersisa. Menatap dua cetakan itu dengan tajam. ‘Satu diantara dua cetakan ini akan menjadi boneka yang indah’ batinnya. Tangan berjemari lentik itu mengelus satu cetakan didekatnya. Satu elusan pelan yang dapat mengubah masa depannya.
    “Hime-sama, waktunya sarapan.” Sakuya menantinya didepan pintu kamar. Kepalanya menunduk seperti biasa. Meninggalkan kamar sepi itu dengan pelan. Naruto berjalan menuju ruang makan. Sepertinya hari ini dia akan makan sendiri lagi.
    .
    .
    Hari kelima belas sejak Sasori menginjakkan kaki di kediaman sang Hime, akhirnya boneka impiannya selesai. Ia sudah meminta para miko untuk menyiapkan pakaian yang bagus untuk bonekanya. Ia menggunakan benang emas yang banyak untuk rambut pirang sang Hime. Menggunakan warna merah terang untuk bibir Hime yang mungil dan biru laut dalam untuk mata sang Hime yang indah. Kini boneka itu telah berdiri dihadapan sang Hime, sementara Sasori berlutut di sampingnya dengan was-was. Takut bonekanya tidak disukai oleh Naruto.
    Diruangan itu hanya ada Naruto, Sasori dan bonekanya. Naruto menatap setiap detail dari boneka di hadapannya. Mata biru indah yang tak seindah matanya, bibir merah terang seperti merah gincu yang sering Naruto kenakan ketika menghadiri upacara. Helaian benang emas yang menyerupai rambut pirang panjangnya. Boneka ini sempurna, sangat sempurna dan ia menyukainya. Dengan lembut Naruto menyibak kimono dua belas lapis yang dikenakan boneka itu. Mengelus bagian tengkuk kirinya. Tampat yang pas untuk menanamkan tandanya. Jari telunjuk kanannya ia gigit hingga berdarah, dengan darah itu ia mengukir lambang bulu burung merak. Darah itu menyerap dan meningglakan tanda merah seperti yang di ukir oleh Naruto.
    “Mulai malam ini…” bisikan pelan Naruto bergema keseluruh penjuru desa. Mengagetkan para warga. “Hime yang baru akan menggantikanku. Layanilah, sembahlah dan pujalah seperti kalian memujaku, menyembahku, melayaniku.” Cahaya kekuningan menyinari tubuh Naruto dan boneka didepannya. Menyilaukan Sasori dan terpancar hingga kepelosok desa.
    “Sesuai janji. Kau berhasil membuat boneka yang sangat indah. Boneka ini aksn menjadi penggantiku. Dan satu keinginanmu akan terkabul. Wahai anak muda, katakanlah permintaanmu.” Sasori hanya bsia menatap dengan takjub sosok NAruto yang ada di depannya saat ini. Rambut pirang panjang yang tergerai indah, mata biru yang bersinar sedup dan senyum lembut yang terlukis di wajah yang ayu, tak lupa sembilan buah ekor rubah yang bergerak lembut dibelakangnya. “Hi-hime?”
    “Aku bukan Hime lagi, Sasori. Kau bisa memanggilku Naruto. Sesuai janji aku akan mewujudkan satu permintaanmu. Katakanlah apa yang kau inginkan.”
    Dengan gugup Sasori berdiri, padangannya tak lepas dari sosok baru sang mantan Hime, sembilan buah ekor, sepasang telinga pirang dan yukata biru muda bermotif merak emas. “Hamba hanya ingin membuat boneka diri anda Hime, impian hamba sudah terwujud. Tak ada hal lain yang kuinginkan.”
    “Kalaubegitu aku akan memberkatimu dengan kebahagiaan dan kemakmuran selama tujuh generasimu. Tapi ingat! Barkahku ini hanya berlaku selama tujuh generasi dan selama generasimu menjalankan ajaran kebenaran.”
    “Hamba menerimah berkah anda.” Sasori bersujud sebanyak tiga kali. “Setelah ini anda akan kemana Hime-Naruto-sama?”
    “Mengelilingi dunia mungkin. Ada seseorang yang ingin aku temui.” Setelah mengucapkan hal tersebut, cahaya kekuningan sekali lagi bersinar terang membutakan penglihatan. Ketika cahaya itu meredup Sasori telah berada didalam kamarnya di kota. Taklupa sekotak besar emas dan permata berada di atas meja kerjanya.
    .
    .
    Sejak hari itu sosok Hime digantikan oleh sebuah boneka porselin cantik. Tak ada yang keberatan. Karena nyatanya lambang yang ada di bahu sang boneka adalah asli. Boneka itu menggantikan posisi sang hime. Tak ada lagi anak yang harus berpisah dengan keluarganya untuk menunaikan kewajiban sebagai Hime, tak adalagi anak yang harus kehilangan haknya untuk berekspresi dan berbicara.
    .
    Naruto menyelusuri hutan di wilayah Konoha yang lebat. Sudah lama sekali ia tidak mengunjungi tempat ini. Terakhir kali ia datang kemari, ia masih dalam wujud rubah berekor sembilan besar. Ia bertemu dengan tamannya Indra Uchiha, pendiri desa Konoha. Dan ia pergi ketika Indra dimakamkan. Ia sudah terlahir sebanyak tiga kali. Sebagai Hashirama sang Pentapa Rubah, Minato sang Dewa Rubah Kurama dan kini sebagai Naruto sang Putri Rubah. Ia senang bisa bertemu dengan Sasori. Bertahun-tahun ia membuat perjanjian dengan sang Onmyouji, ia telah melihat kesedihan yang dialami keluarga Hime, ia ingin mengakhiri kesedihan itu. Dengan lahirnya ia kedunia, ia bisa menjadi Hime itu sendiri. Menghentikan rantai penderitaan bagi para Hime dan keluarganya. Tapi itu tak bisa berlangsung lama. Ia harus menepati janjinya untuk bertemu dengan Indra, oleh karena itu ia meminta Sasori untuk membuat boneka menyerupai dirinya. Ia sebagai pembuat perjanjian bisa dengan leluasa memilih boneka itu akan menjadi Hime yang baru.
    Perjalanan Naruto berhenti didepan sebuah kuil Uchiha yang sudah sanagt tua. Konoha telah berubah banyak sejak terakhirkali ia kunjungi. Dulu desa itu sangat makmur dan asri, namun kini desa itu telah kenjadi desa yang sepi. Para warganya telah memilih pindah ke kota untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. meninggalkan desa yang hanya dihuni oleh para lansia. Kuil Uchiha ini juga sepertinya sudah lama tak dikunjungi.
    Naruto ragu, apakah Indra akan datang. Apakah indra akan menyadari keberadaannya. Apakah Indra akan mengetahui wujudnya. Sekian tahun berlalu, wujudnya telah berubah banyak dari sosok rubah merah kehitaman yang di panggil Ashura menjadi pemuda berambut pirang panjang. Ia sudah berubah sangat jauh dari penampilannya yang dulu. Ia sendiri juga tidak tahu apakah Indra akan tetap terlihat seperti dulu atau tidak. Rambut ravennya, kulit putihnya, mata sehitam malamnya, wajah kaku dan aura dingin yang selalu mengelilinginya. Apakah Naruto-Ashura- masih bisa nmengenali Indranya?
    “Kau datang lama sekali Ashura. Aku sudah menunggumu sebukan disini.” Seorang pemuda berambut raven melawan gravitasi keluar dari hutan disamping kuil. Mata onix nya menatap Naruto dengan tajam penuh kekesalan. Jangan lupakan aura dingin yang menyebar dari tubuhnya.
    “Kau tidak berubah sedikitpun Indra.” Senang. Naruto sangat senang Indranya masih mengingat dirinya. Walau dengan segala perubahan yang telah terjadi pada dirinya.
    “Jangan panggil aku Indra,dobe. Panggil aku Sasuke. Sasuke Uchiha”
    “Namaku juga bukan dobe, Teme! Namaku Naruto. Uzumaki Naruto.” Dengan sekuat tenaga NAruto menerjang sosok pemuda raven yang menantinya dibibir hutan.
    ‘Terimakasih Sasori. Kau telah membantuku menepati janjiku.’
    “Tadaima. Indra.”
    “Okaeri. Ashura.”
    END
    .
    A/N:
    Untuk pembuatan boneka porselene saya ambil dari internet dan k =arena bingung jadi saya bikin seadana.
    Terimakasih sudah mau membaca ffn gaje dariku.
    Salam dari Denpasar. 9/8/16

    Ayuni Yuukinojo
  • Boneka Untuk Sang Hime 1

    0
    Boneka Untuk Sang Hime
    By : Ayuni Yuukinojo
    Naruto © Masashi Kishimoto
    .
    WARNING: OOC, EYD berantakan Typo, Shonen-ai
    .,.

    .,.
    Mata biru itu menatap langit cerah berawan di atasnya. Memperhatikan setiap burung yang terbang bebas di angkasa. Berpikir kapan dirinya bisa seperti burung itu. Lalu matanya tertuju pada kolam ikan yang ada didepannya. Hidupnya bagaikan ikan koi tersebut. Terkurung dalam kolam tanpa bisa mencicipi kebebasan. “Hime-sama. saatnya anda menghadiri acara pemberkatan.” Seorang pelayan dengan setelan miko putih merahnya membungkuk dibelakangnya. Mata pelayan itu tidak berani sedikitpun menatap sang Hime. Hanya bisa menatap ujung kimono panjang yang di kenakan sang putri.
    Sang putri mengangguk dalam diam, memberi isyarat kepada si pelayan bahwa ia siap untuk menghadiri acara. Tubuh berbalut kimono tebal tujuh lapis itu dibopong menaiki tandu merah berhias emas membentuk pola burung merak. Surai emas panjangnya disanggul tinggi menyisakan beberapa helai yang membingkai wajah ayunya. Mata sapphire indahnya dihias dan diperindah dengan garis merah yang membingkainya.
    Acara pemberkatan dilakukan disebuh kuil diatas bukit. Kuil inari dengan gerbang tori yang besar berjejer menghiasi setiap anak tangganya. Tempat sang Hime tinggal ada di sebrang kuil. Saling berhadapan tapi sangat jauh. Saat menuju kuil ia harus melewati jalan utama desa yang dipenuhi orang-orang. Dia tidak bisa meninggalkan kediaman tanpa adanya tandu. Keberadaannya disucikan dan dilayani layaknya seorang dewi. Setiap ia melintas orang-orang selalu membungkuk dihadapannya. Bahkan seorang bangsawan ataupun raja harus melakukan itu. Itu karena dia adalah anak yang dipilih oleh sang Dewa Rubah. Anak yang di pilih untuk menjadi perwakilan sang dewa.
    Selama perjalanan mata biru sang Hime memperhatikan sekitar, ekspresinya kosong. Ia tak boleh memperlihatkan senyumnya. Ia tak boleh memperlihatkan perasaannya. Karena segala yang ada didalam dirinya adalah milik sang Dewa Rubah. Segala tawa, keceriaan, kesedihan, kesakitan, kecantikan miliknya adalah hak bagi sang Dewa Rubah. Semua bukan lagi menjadi haknya, setidaknya sampai sang Dewa Rubah memilih Hime yang baru.
    .
    .
    Mata coklat Sasori menatap rombongan miko yang melewati jalan utama desa. Dia selalu menanti rombongan itu lewat. Sejak kecil ia telah terpesona oleh kecantikan yang dimiliki oleh sang Hime. Kulit putih, mata biru indah dengan bibir kemerahan yang menggoda. Sayang sang putri tidak pernah menunjukkan senyumnya. Dulu Sasori berpikir sang Hime sombong. Para rakyat telah membungkuk dan bersujud setiap kali ia lewat tapi kenapa putri itu tak pernah mau memperhatikan dan memperlihatkan senyumnya. Apa bhakti yang diberikan para warga tidak cukup? Seiring berjalannya waktu Sasori mulai sadar. Hime itu tak tersenyum bukan karena dia tidak mau, tapi karena dia tidak dijinkan untuk melakukannya. Seluruh ekspresi sang Hime adalah milik sang Dewa Rubah. Saat pertama kali menyadarinya Sasori sangat kesal. Kenapa Dewa Rubah sangat serakah? Merebut senyum sang Hime tanpa mengijinkan sang Hime untuk tersenyum sedikitpun. Kenapa para warga tak ada yang menyadari. Bahwa dibalik tatapan kosong mata biru cantik itu terdapat kesedihan dan kesepian yang dipendam selama bertahun-tahun.
    Sasori mulai mempelajari dan mencari tahu sejarah dan tugas dari seorang Hime. Hime yang baru dipilih setelah Hime yang lama menunjukkan tanda-tanda penuaan. Saat Hime yang baru lahir, akan ada tanda berupa bulu burung merak di bahu sang Hime baru. Keluarga sang Hime baru harus merelakan anaknya di ambil oleh pihak kuil. Tentu itu tidak gratis. Desa dan kuil memberikan kompensasi yang besar. Kebanyakan keluarga-keluarga itu akan meninggalkan desa setelah mendapatkan bayaran. Bukan karena desa mengusir. Tetapi karena mereka merasa malu karena telah menjual anak mereka, walau para penduduk tak ada satupun yang merasa seperti itu.
    Hime atau putri atau perwakilan dewa dilakukan karena perintah dari sang Dewa Rubah. Konon dahulu pendiri desa ini adalah seorang Onmyouji. Saat hendak membuka lahan untuk di jadikan desa, beliau bertemu dengan sang Dewa Rubah Kurama penjaga hutan dan gunung. Sang Dewa tidak mengijinkan Onmyouji tersebut membuka lahan. Itu dapat menyakiti keseimbangan hutan. Tapi sang Onmyouji terus bersikeras. Dia bahkan memohon kepada sang Dewa Rubah. Karena keteguhan dan sikap pantang menyerah sang Onmyouji akhirnya sang Dewa Rubah menyerah. Ia mengijinkan sang Onmyouji membangun desa dengan beberapa syarat.
    Sang Onmyouji harus membangun kuil di atas gunung untuk menyembah sang Dewa Rubah. Karena sang Dewa Rubah adalah tuan tanah di gunung itu. Sang Onmyouji harus mengangkat seorang anak yang akan menjadi perantara sang Dewa Rubah setiap menghadiri setiap acara persembahan dan pemujaan. Bukan sembarang anak, Dewa Rubah sendiri yang akan memilih siapa anak itu. Onmyouji harus membangun kediaman megah di sebarng kuil sebagai tempat peristirahatan sekaligus rumah baru bagi anak yang terpilih. Anak yang terpilih harus tinggal di sana tanpa adanya orang tua. Yang merawat dan melayaninya hanya para gadis yang baru memasuki masa remaja hingga usia 25 tahun. Anak yang kemudia di panggil sebagai Hime itu tidak boleh berkerja, tidak boleh berbicara, tidak boleh berekspresi didepan manusia. Sang Hime hanya boleh menunjukkan segala sikap manusianya hanya didepan sang Dewa Rubah, di dalam ruang khusus di Kuil Inari atau didalam kamar pribadinya tanpa ada satupun pelayan disisnya.
    Segala persyaratan sang Dewa Rubah disetujui oleh sang Onmyouji. Desa dibangun dengan cepat, para warga baru saling berdatangan begitu mendengar bahwa tanah didesa itu sangat subur. Mereka menerima syarat yang diajukan Onmyouji dengan suka rela. Beberapa tahun kemudian seorang anak terlahir saat hujan badai. Dibahunya terdapat tanda bulu burung merak. Awalnya sang Onmyouji yang saat itu sudah merumur cukup tua tidak sadar akan kehadiran sang Hime. Tapi setelah suatu malam ia bermimpi didatangi sang Dewa Rubah akhirnya ia segera mengambil tindakan. Pagi-pagi sekali para perajurit keamanan mengumpulkan para orang tua beserta bayi yang baru lahir ditahun itu. Satu-persatu mereka memeriksa tubuh para bayi hingga mereka menemukan tanda yang di cari dibahu mungil seorang bayi perempuan berambut merah. Keluarganya memberinya nama Mito. Sang keluarga menolak menyerahkan bayinya. Mereka terus melakukan perlawanan dan meminta tolong kepada para warga namun tak juga ada yang membantu.
    Sang Onmyouji sadar ini sangat kejam. dia hanya bisa menatap perlawanan orangtua tersebut dalam diam dengan bayi mungil menangis di gendongannya. Orangtua yang bahkan telah diberikan bayaran itu tetap tidak menyerah, beberepa kali mereka malah mencoba untuk menculik sang Hime kecil. Sampai akhirnya sang Onmyouji mengambil sikap tegas. Orang tua itu di usir dari desa dan tidak diijinkan kembali hingga Hime yang baru dipilih. Dengan berat hati orangtua Mito meninggalkan desa. Tak ada caci maki dari para penduduk. Hanya ada tatapan simpati dan kasian. Mereka sadar suatu saat mereka mungkin saja akan merasakan hal yang sama.
    Sekiat tahun berllau, para warga sadar bahwa Hime yang baru dipilih setiap Hime sebelumnya menginjan usia 25 tahun. Para warga mulai merasa tenang. Setidaknya setelah usia 25 tahun mereka masih bisa melihat anaknya. Semua berjalan normal kembali. Tak ada warga yang menolak anaknya di ambil oleh pihak kuil. Mereka menerima bayaran dengan senang hati dan penuh kebanggaan. Beberapa dari mereka memilih untuk keluar desa, memulai hidup baru dengan bayaran yang diterima dari kuil, lalu kembali lagi setelah mendengar Hime yang baru telah dipilih. Menjemput anak mereka yang telah berkorban banyak demi mereka.
    Tapi suatu hari seorang anak terlahir dari seorang mantan Hime. Nama mantan Hime itu adalah Kushina. Kushina berhenti menjadi Hime karena sebuah kecelakaan. Disuatu malam  bulan purnama ia tiba-tiba saja menghilang. Dia tidak ditemukan dimanapun, tidak ditemukan tanda-tanda kabur, ia hilang bagaikan teriup angin. Tiga puluh hari kemudian ia ditemukan kembail dikamarnya, sedang tertidur di atas ranjang empuk dengan taburan bulu burung merak dan kelopak mawar menutupi seluruh kamar. Para dayang dan kepala desa-keturunan Onmyouji- heran. Saat ditanya apa yang terjadi Kushina tidak menjawab, hanya memperlihatkan senyum lembutnya sambil mengelus perutnya.
    Menghilangnya Kushina menjadi rahasia pihak kuil, begitu juga dengan kehamilan Kushina. Selama beberapa bulan desa entah kenapa terus menerima keberuntungan. Panen yang melimpah, tidak ada wabah kekeringan dan serangan hewan yang merugikan. Para warga beranggapan semua adalah berkah dari sang Dewa Rubah karena senang atas perlakuan mereka kepada sang Hime. Pihak kuil tidak bisa mencabut posisi Hime dari Kushina. Para warga terlalu menjunjung Kushina. Untuk menghindari kecurigaan karena tak ada yang boleh tahu bahwa Kushina tengah mengandung. Maka pihak kuil menyebarkan rumor bahwa sang Hime tengah sakit hingga tidak bisa menghadiri acara pemberkatan dan pemujaan.
    Awalanya warga memaklumi, namun lama-kelamaan keanehan terjadi. Hasil panen mulai menurun, jumlam air mulai berkurang, dan banyak warga yang mulai terkena sakit. Semua berpikir penyebabnya karena sang Hime tidak pernah menghadiri acara pemujaan dan pemberkatan. Maka para warga bersikeras memaksa pihak kuil untuk mengantar Hime menghadiri upacara. Pihak kuil menolak, tapi warga tetap bersikeras mereka tak segan-segan melakukan kekerasan. Sampai akhirnya pihak kuil menyerah.
    Pada usia kandungannya memasuki usia 9 bulan Kushina diantar menuju Kuiil diatas gunung. Para warga terkejut tidak menyangka bahwa Hime mereka telah mengandung. Para warga merasa terhianati. Mereka telah dibohongi oleh pihak kuil. Mereka memberontak, mencegat jalan utama desa membuat Kushina ketakutan, kedua tangannya berusaha melindungi bayi dalam kandungannya. Para warga melemparinya batu dan sampah, tapi Kushina tetap tidak berekspresi. Matanya menyorot tajam pada kuil yang ada didepannya. Salah seorang warga menyerang pembawa tandu, membuat tandu menjadi oleng dan terjatuh, Kushina tersungkur ke tanah. Anak-anak warga mulai berteriak ketakutan. Mereka merasakan kemarahan menyebar diseluruh penjuru desa. Kemarahan itu bukan berasal dari para warga. Tetapi dari sosok yang lebih mengerikan dari seorang raja. Anak-anka mulai bersembunyi sambil meringkuk diatas tanah. Orangtua mereka masih sibuk menghajar para pihak kuil. Tak ada satupun yang berani menyentuh Kushina, mereka hanya melempari batu kerikil yang anehnya tidak ada yang mengenai paras cantiknya. Dengan kaki telanjang Kushina melangkah menuju kuil. Seorang anak bernama Iruka bersujud didepannya, memohon agar jangan meneruskan perjanan dengan kaki telanjang. Memohonnya untu kkembali menaiki tandu. Tapi tandu sudah dirusak oleh para warga. Kushina tidak mungkin kembali ke kediamannya yang jaraknya kini lebih jauh dari jarak kuil. Tidak memperdulikan permohonan dan ratapan anak-anak warga Kushina melangkah dengan senyum menghiasi wajahnya. Para wanita yang melihat senyumnya mulai menangis meraung-raung. Kutukan akan menimpa desa begitu pikir mereka.
    Untuk pertama kalinya Kushina melakukan perjalanan yang jauh tanpa tandu. Ia menaiki tangga kuil dengan sangat pelan. Sekor rubah mengikuti dibelakangnya. Rubah itu telah menunggunya didepan kuil tadi. Saat tiba diatas kuil ia melihat seluruh miko dan pendeta membungkuk dengan kepala menyentuh tanah, mereka ketakutan dan Kushina tidak perduli. Wanita bersurai merah itu berjalan memasuki Kuil menuju ruang pribadi yang hanya boleh di masukinya. Ia tidak keluar hingga malam mejelang. Para warga telah bersujud didepan kuil, meminta maaf atas kelancangan mereka. Tapi sang Hime tidak kunjung muncul, hingga sebuah tangisan kecil terdengar dari arah ruang pribadi. Kepala desa Sarutobi merangkap pendeta utama keturunan sang Onmyouji berlari memasuki ruang pribadi tersebut. disambut dengan seorang bayi lelaki kecil barambut pirang yang di balut dengan kimono sutra bersulam emas denga pola rubah berekor Sembilan. Keberadaan Kushina menghilang, hanya menyisakan kalung Kristal biru di leher sang bayi. Di pundalk bayi itu terdapat tanda bulu burung merak. Tapi bukan hanya itu. Bulu burung merak itu di bingkai oleh sembilan buah ekor rubah. Dibagian kerah kimono emas itu terdapat nama sang anak. ‘Naruto’
    Dan sejak itu Hime yang baru diangkat. Berbeda dengan Hime-Hime sebelumnya, Hime kali ini seorang lelaki. Tapi karena ia tinggal terisolasi didalam kediamannya itu bukan menjadi masalah. Kepala Desa Sarutobi digantikan anaknya Asuma untuk memimpin desa. Bertahun-tahun berlalu keadaan desa mulai membaik tapi setelah 25 tahun terlewati tak ada satupun bayi yang terlahir dengan tanda bulu burung merak. Sebagai gantinya Naruto terus menjadi Hime, terus dan terus dan terus hingga puluhan tahun berlalu, hingga keceriannya menghilang hingga rasa bosan memenuhi perasaannya. Naruto telah hidup hempir 100 tahun lamanya terkurung tanpa menjadi tua sedikitpun.
    .
    Sasori anak yatim piatu. Saat ia berusia 3 tahun ia ditemukan dipintu masuk desa oleh para penjaga desa. Desa itu tidak memiliki penti asruhan jadi ia dibawa kekuil. Dirawat hingga bisa menghidupi diri sendiri diusianya yang ke 11 tahun. Ia pertamakali melihat sang Hime saat ia berusia 9 tahun. Sang Hime begitu cantik dan menawan. Sejak saat itu dia menjadi terobsesi dengan sang Hime. Dia mulia belajar membuat boneka dari gerabah. Semakin giat dia belajar, semakin lihai dia membuat boneka. Boneka buatannya yang indah dan cantik terkenan hingga keluar desa. Banyak orang luar yang datang ke desa tersebut untuk memesan boneka buatannya. Ia mulai memiliki banyak pelanggan dan penghasilannya semkin besar. Tapi Sasori tidak puas, dia masih menginginkan sang Hime. Semua boneka kecantikan boneka buatannya tak bisa mengalihkan kecantikan sang Hime. Semua boneka Hime buatannya tidak bisa menyamai paras sang Hime sendiri. Hingga suatu hari Sasori mulai merasa frustasi. Bertahun-tahun ia belajar tapi tak ada satupun karyanya yang dapat menyamai kencantikan sang Hime, semua yang ia buat hanya sampah.
    .
    Upacara bulan itu dilakukan saat bulan purnama. Sasori datang dengan pakaian terapi dan bersihnya. Ia tak ingin tampil buruk di hadapan sang Hime pujaannya. Saat pemberian berkat Sasori mengantri dengan tidak sabar. Memandang sang Hime yang semakin lama semakin dekat di hadapannya. Saat gilirannya tiba dia bersimpuh dengan cepat membuta para warga terheran-heran. “Hime mohon maafkan saya, tapi ada satu permintaan yang saya inginkan dari anda.” Seru Sasori lantang. Para penjaga mulai berdatangan. Hendak membawa Sasori menjauh tapi dihentikan oleh sang Hime. Sang Hime mengelus kepala Sasori lembut menandakan bahwa ia mendengarkan permintaan si pemuda bersuari merah.
    “Ijinkan saya membuat boneka anda! Saya telah membuat banyak boneka yang menurut orang-orang diluar sana sangat indah dan cantik. Tapi menurut saya semua boneka saya belum sempurna. Tujuan awal saya membuat boneka adalah untuk menghadiahkan anda boneka tercantik yang pernah ada. Namun boneka-boneka buatan saya belum ada yang bisa mengalahkan kecantikan anda. Ijinkan saya membuat boneka dengan anda sebagai modelnya. ”
    .,.

    .,.
    TBC
  • Angel Tears Wasted 18

    0
    “Angel Tears Wasted”
    .,.
    By : Ayuni Yuukinojo
    .,.
    Black Butler© Yana Toboso
    Pairing : Sebastian/Ciel, Claude/Alois
    OC :
    Tenebris = OC
    Lady ‘D = OC
    Charline & Duzel = Manga Vampire Game
    Warning:
    UPDATE LAMA! OOC, MxM a.k.a YAOI, EYD hancur, Typo,



    “Jadi bisa kau jelaskan apa yang terjadi pada Ibunda Ratu Claude?” ujar sebastian saat sudah mendudukkan dirinya pada kursi empuk hitam dengan ukiran emas, dihadapannya terdapat sebuah meja dengan beberapa tumpukan pepaerwork yang menggunung serta botol tinta dengan pena bulu yang menancap. Di atas meja itu juga terdapat sebuah lampu lilin yang menyala kekuningan. Claude berjalan dengan pelan menuju meja kerja sambil mendengarkan pertanyan Sebastian.
    “Beliau meninggal, pelakukanya belum di ketahui. Jantungnya ditikam saat sedang tertidur. Kondisinya baru diketahui esok hari kemudian.” Claude mendudukkan dirinya di kursi dihadapan Sebastian. Ia membuka laci paling bawah mejanya dan mengeluarkan sebuah kain putih berbercak merah. Benda itu ia letakkan di meja dihadapan sebastian. “Itu adalah barang bukti yang digunakan pelaku untuk menikam jantung Ibunda.”
    Sebastian memandang buntalan kain itu sejenak, setelahnya ia berdiri dan membuka buntalan kain itu. Di hadapannya teronggok sebuah pisu perak yang berlumuran darah. Gagang pisau itu terlapisi kulit binatang dan di bagian punggung pisau terdapat ukiran sulur mawar dan tulisan ‘Pengabdian Kepada Raja Utara’ . jujur saja Sebastian merasa familiar dengan pisau itu namun ia lupa diaman pernah melihatnya.
    “Lalu ini adalah barang bukti yang dapat membawa kita pada si pelaku.” Ujar Claude lagi  memberikan sebuah botol kecil dengan beberapa helai serat benang didalamnya. “Benang?” gumam sebastian yang dapat didengar oleh Claude dengan sangat jelas.
    “Bukan benang. Lebih tepatnya helaian rambut. Benda itu di temukan tepat terlilit di gagang pisau perak itu.” Sebastian menatap dengan teliti helaian rambut merah itu, hanya ada satu orang di kerajaan ini yang memiliki rambut semerah ini. “Apakah 
    pelakunya Madam Red?” sebastian kembali menyerahkan botol kecil itu, namun pandangannya lagi-lagi teralih pada pisau perah yang masih berada di atas meja.
    “Madam Red mungkin memiliki rambut semerah itu namun rambutnya tidaklah panjang. Rambut Madam Red hanya sebahu, sedangkan  rambut ini panjangnya bisa mencapai pinggul. Jadi Madam Red bukan pelakunya.” Claude kemali meletakkan botol kecil itu kedalam laci mejanya setelahnya ia kembali membungkus pisau yang ada di atas meja dengan kain putih dan meletakkannya di laci terbawah mejanya. “Sampai saat ini kami masih mencari pelakunya hingga kepenjuru negeri.”
    “Apa mungkin pelakunya adalah orang yang sama yang telah menyerangku?” sebastian berdiri dari duduknya. Berjalan menuju jendela yang ada di belakang meja kerja Claude. Bibirnya menyeringai tanpa sepengetahuan Claude.
    “Ma-maksudmu A-apa?” Claude tergagap medengar pertanyaan Sebastian. ‘Orang yang menyerang Sebastian adalah suruhan dari Alois. Apa mungkin suruhannya itu berkhianat?’
    “Tapi tidak mungkin ya, soalnya orang itu tubuhnya sudah aku buang ke sungai yang dipenuhi buaya.“ lanjut Sebastian sambil berjalan menuju arah pintu keluar tak memperdulikan ekspresi Claude yang tengah menatapnya dengan gugup. “Oh ya, katakan pada penasehat untuk segera mempersiapkan upacara kenaikan tahta.” Lanjut sebastian sebelum meninggalkan ruangan.
    Pintu tertutup secara perlahan menghalangi pandangan Claude pada punggung Sebastian. Kedua tangannya terkepal kuat hingga menimbulkan luka matanya menyorot tajam penuh amarah. “AAARRRGGGHHHH!!!” barang-barang yang awalnya tertata rapi di atas meja kini berserakan di lantai, tinta hitamnya tercecer menghasilkan bau yang menyengat. Tak sampai itu saja, gorden yang menutupi jendela ditarik oleh Claude dengan kencang hingga robek dan terlepas dari pengaitnya. “SEBASTIAN! AKAN KU BUNUH KAU!” geram Claude benci.
    Sementara Sebastian yang tengah berjalan di lorong istana menuju istana barat hanya menyeringai senang. ‘Satu langkah lagi dan kau akan hancur Claude’ batin Sebastian.
    .
    Tubuh mungil bersimbah darah itu bangkit perlahan seiring dengan asap kehitaman yang menyelimuti tubuhnya. Kuku hitamnya memanjang dan taringnya meruncing. Telinganya menajam bak kelelawar dan mata yang awalnya sewarna birunya lautan itu kini membara seperti api neraka. Tanah di tempat itu masih terus bergetar, hewan-hewan mulai panik dan dengan insting alaminya mereka berlari menuju arah yang aman. Di tanah tempat sang Raja Utara mulai tumbuh tunas-tunas bunga mawar yang berwarna hitam pekat.
    “khukhukhukhu~ sudah lama sekali sejak aku terakhir kali menggunakan kekuatan penuhku.” Darah yang masih menetes di bibir mungil itu di jilat dengan sensual. Bibir yang awalnya memucat itu mulai benunjukkan rona kemerahannya yang sangat manis. Asap hitam yang mengelilingi tubuhnya bergerak perlahan menuju tangan kanannya sedangkan pedang hitam yang tergeletak di atas tanah kembali menjadi asap dan menuju tempat yang sama.
    Asap-asap itu berkumpul menjadi satu dan membentuk sabit besar mirip dengan milik Undertacker, yang membedakannya hanyalah corak ukiran sulur mawar keperakan yang menyelimuti seluruh sabit dan kilatan kebiruan di mata pedangnya. “Ayo anak-anak. Waktunya bersenang-senang~ khikhikhi”
    ‘Ayo keluar Alois~ aku tahu kau belum mati. Khukhukhu~’
    Para vampire yang awalnya terpukul mundur itu kembali bersemangat, raja mereka tidaklah gugur dan lagi pertarungan baru saja dimulai. Pedang-pedang tergenggam erat, carat-cakar meruncing dan bibir melukiskan seringai mengerikan menunjukkan tarig tajam mereka. Para vampire mulai menyerang balik, kekuatan spiritual mereka meningkat seiring dengan kembalinya kekuatan penuh sang raja. Malaikat-malaikat mulai terpukul mundur mereka tak bisa mengatasi ledakan kekuatan dari para vampire di tambah dengan beberapa vampire yang memiliki kekuatan elemen es tampak sangat unggul di medan pertempuran ini. Berbagai lubang-lubang terbentuk di tanah, bebatuan mencuat dari permukaan dan sulur-sulur berduri berukuran besar merambat ke segala penjuru arah.
    Ciel tampak menari dengan tenang di tengah belitan batang-batang mawar berduri. Sabit di tangannya terayun mengarahkan gerakan sulur bunga yang menyebar bahkan hingga ke dalam hutan. Pohon-pohon mulai layu dan tanah menghitam, binatang yang terlambat menyelamatkan diri mati perlahan dan mengkerut meninggalkan tulang-belulang saja. Tanah berselimut salju itu kini menjadi tanah kematian.
    “khukhukhukhu~ Grell menari~ di tengah genangan darah merah~ malaikat kehilangan sayap~ jatuh dalam kubangan dosa~” vampire maniak merah itu berputar-putar dalam kubangan darah merah, gergaji pohonnya berdengung berlumuran darah, tubuh-tubuh malaikat yang terpotong tergeletak di bawah kakinya.
    “Yangmulai, ku rasa anda tak perlu khawatir mengenai situasi disini. Anda bisa pergi ke ibu kota. Hamba rasa anda pasti memiliki urusan tersendiri di sana.” Pelayan setia Ciel, Undertacker berlutut dengan homat dihadapan Ciel yang kini telah terangkat keudara akibat sulur-sulur yang mulai tumbuh itu.
    “Hmm~ Kau benar. Baiklah, aku akan pergi, akan ku sisakan mawar cantikku di sini untuk membantu kalian.” Dua pasang sayap hitam berbentuk kelelawar dan malaikat milik Ciel terbentang bebas diudara. Sulur-sulur yang awalnya membelit tubuhnya dengan perlahan menyingkit dan berkumpul dibawahnya membentuk wujud sosok manusia. Dua mawar hitam dengan titik cahayang merah di tengahnya berfungsi sebagai mata. Diatas sosok yang baru terbentuk itu tampak Ciel yang tengah melayang dengan indahnya.
    Dengan sekali kepakan dari dua pasang sayapnya Ciel terbang ke langit dan melesat menuju arah selatan, namun sebelum ia menghilang dari pandangan anak buah dan lawannya sesosok malaikat yang tak asing dimatanya telah menghalanginya. Ia dapat melihat raut terkejuut dan cemas dari mata biru malaikat itu. “Cara yang sama takkan bisa membunuhku Ayah.” Suara lembut namun datar itu terasa sangat dingin di telinga sang ayah.
    “Ciel. Ayah mohon, hentikanlah semua ini. Kau tak seharusnya berpihak kepada mahluk rendahan seperti mereka.” Dengan suara yang lembut dan pelan Vincent berusaha membujuk sang putra bungsu.
    “Mahluk rendahan eh? Tidakkah ayah sadar bahwa sejak aku lahir di dunia ini aku adalah mahluk yang selalu ayah bilang menjijikkan itu. Jangan ayah kira aku tak tahu bagaimana nasib yang dialami sepasang janin kembar didalam perut ibunya. Aku tahu dan aku sadar apa yang telah terjadi sejak aku masih ada di dalam perut ibu hingga aku ada disini. Jadi jangan pernah bersikap seolah-olah tengah mengasihaniku. Aku tak mebutuhkan itu.” Dengan kecepatan kilat sabit hitam ditangan Ciel terayun dan menebas sayap sebelah kiri Vincent hingga putus. Darah merah terciprat keudara dan jatuh perlahan ke tanah bersamaan dengan tubuh terluka dan bagian sayap yang terputus. “Mungkin bila ayah ingin membawaku kembali, belajarlah untuk merasakan penderiataan yang kurasakan di dunia ini.” Dengan mata yang dingin Ciel memandang ayahnya yang perlahan jatuh ke tengah hutan yang mulai mati. Setelah sang ayah hilang dari pendangannya barulah ia melanjutkan perjalannya menuju arah selatan.
    .
    Acara penobatan Sebastian akan dilakukan tiga hari lagi, seluruh istana gempar akan berita mendadak itu dan membuat seluruh pelayan harus bekerja ekstra guna menyiapkan acara besar tersebut. Dekorasi disusun sedemikian indah di aula istana, kursi-kursi cantik berukir emas dan perak berderat rapi, karpet merah dengan sulaman benang emas membentang dari pintu masuk utama aula menuju arah singgasana raja yang tampak elegan. Lapu-lampu kristal yang menggantung menyala terang memancarkan keindahan. Penjahit khusus istana membuat pakaian terbaik dan terindah mereka yang nantinya akan dikenakan oleh Sebastian.
    Sementara semua orang tampak sibuk, pangeran kedua kerajaan Leviath tampak tengah sibuk mondar mandir di kamarnya yang gelap sorang diri.“Apa yang harus ku lakukan? Di saat seperti ini dimana Alois? dimana sekutuku yang lain.”
    “Aku tampak sangat berantakan Pangeran~” suara menggema di kamar yang kosong itu menghentikan langkah Claude. Dia menyusuri seluruh isi ruangan itu menghentikan langkah Claude. Dia menyusuri seluruh isi ruangan berharap menemukan seseorang. “kau takkan bisa menemukanku Pangeran. Kau haru datang padaku dan aku akan memeberikanmu kekuatan. Datanglah ke Tanah Kematian. Aku menunggumu.” Suara wanita seperti bisikan itu mulai mengilang. Calude tak dapat menjawab namun dia bisa mempercayai suara itu karena ia sebelumnya pernah mendengar suara itu tengah berbicara dengan Alois. siapapun atau apapun mahluk itu, pasti dia bisa membantunya.
    Dengan seringai keji terukir diwajah Claude dengan segera mengambil mantel hitam panjangnya, dengan penuh hati-hati ia melewati lorong istana menuju kandang kuda agar tak diketahui oleh siapapun. Setelah menemukan kudanya dan melewati jalan rahasia di sebelah timur Istana, ia segera memacu kudanya menuju arah selatan. Menuju Tanah Kematian.
    Claude melaju kudanya dengan terburu-buru. Ia ingin segera sampai di tempat Hannah dan kembali ke istana sebelum penobatan Sebastian. Sebastian harus mati sebelum ia di nobatkan. Ia tidak terima bila nama Sebastian tertulis dalam daftar nama para raja.
    Menyeberangi sungai kematian ia tiba disebuah htan yang gelap dengan kabut yang menutupi seluruh hutan. Hutan itu memiliki pepohonan berbatang hitam dengan daun yang telah berguguran di lantai hutan. Setiap pohon dan semak di penuhi oleh sarang laba-laba beraneka ukuran. Dari yang paling kecil hanya sebesar kepala tangan hingga yang paling besar menggantung di cabang pohon. terdapat sebuah tubuh manusia yang telah menjadi tengkorak terjebak di sarang besar itu.
    Claude tidak memperdulikan semua itu. Ia tetap melajukan kudanya kedalam hutan. Walau terlihat dengan jelas kuda itu tampak ketakutan. Beberapa sosok bayangan hitam tampak sesekali melintas didekatnya. Ia tak tahu mahluk apa itu. Entah itu hewan buas, pemburu atau hantu sekalipun. Hutan dibagian dalam lebih berkabut dari bagian luar. Sarang laba-labanya pun lebih banyak lengkap dengan keberadaan si tuan rumah yang menatap Claude dengan mata hitam besarnya.
    Tiba-tiba dua sosok lelaki berwajah sama muncul dihadapan Claude. Lelaki dengan rambut ungu dan wajah datar tanpa ekspresi. “Master Hannah sudah menunggu Anda.” Ujar keadua lelaki itu bersamaan. Tanpa menunggu jawaban dari Claude, mereka berjalan menuju bagian hutan yang lebih dalam. Hingga tiba disebah mansion besar nan hitam yang dipenuhi jaring laba-laba. Turun dari kudanya. Kedua lelaki identik itu telah menunggu Claude di depan pintu masuk mansion.
    Menyusuri lorong yang ber-background keunguan dengan corak laba-laba lengkap dengan jaringnya yang berwarna hitam. Mereka tiba disebuah ruangan besar dengan sorang wanita mengenakan pakaian minim tengah berbaring-baring santai di sofa yang panjang. Mata merah wanita itu menatap Claude dengat tertarik sementara mulutnya sibuk menikmata segelas anggur merah yang di tuangkan oleh seorang lelaki yang berwajah sama dengan dua lelaki yang menjemputnya. “Jadi mereka kembar tiga?” batin Claude. Baru pertama kali ia melihat anak kembar terutama kembar tiga.
    “Claude Faustus. Aku sudah sangat lama menanti kedatanganmu. Duduklah. Tidak perlu tegang ataupun terburu-buru.” Seorang wanita berpakaian minim terlihat bersanati di atas sofa ungu panjang. Rambut putih panjangnya tergerai menyentuh lantai marmer gelap. Mata merah wanita itu memandang Calude dengan lapar. Bibir bergincu ungu terang itu tersenyum menggoda, wanita itu bengkit dari posisi tidurannya dengan gerakan yang terlihat sedang mencoba untuk menggoda iman Claude. “Aku tau apa yang kau inginkan. Kau ingin membunuh saudara tirimu itu kan? Bukakah sudah ada malaikat yang membantumu?”
    “Alois-Malaikat itu tidak berguna. Aku menyuruhnya untuk membunuh Sebastian tapi dia gagal dan kini menghilang netah kemana. Aku ingin kau membantuku untuk membunuh Sebastian sebelum acara penobatan.” Mata emas Claude menatap Hannah dengan tajam, pemuda itu tampak tidak tergoda sedikitpun dengan tubuh molek minim busana milik Hannah.
    “Apa… imbalan yang dapat kau berikan?” merasa bosan karena rayuannya gagal, Hannah kembali merebahkan dirinya, namun maat violetnya tak pernah lepas dari Claude.
    “Apa yang kau inginkan?”
    “Jantung. Berikan aku jantung dari Ciel. Kau tahu Ciel kan?” 
    “Tentu. Kau bisa mengambil Ciel setelah kau berhasil membunuh Sebastian.” Menyeringai licik, akhirnya ia menemukan orang yang bisa ia perintah untuk membunuh Sebastian.
    “Tidak. Kau yang harus memberikan jantung Ciel padaku. Dengan tanganmu sendiri.”
    “CK, baiklah.”
    “Kalau begitu kita sepakat. Aku akan membunuh Sebastian untukmu. Dan kau harus menyerahkan jantung Ciel padaku.”
    “YA!.”
    TBC
    AN:
    Maaf update lama. Tapi fict ini memang akan update lama. Walau udah hampir selesai. Terimakasih yang sudah berkenan untuk membaca dan menunggu kelanjutannya.
    Salam, Denpasar.

    10/8/16
  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan