Archive for Februari 2015

  • KinGitsune 3

    1



    Kingitsune
    †††
    By : Ayuni Yukinojo
    †††
    Naruto © Masashi Kishimoto
    †††
    Pair : ?/Naruto
    Warning :
    Typo, OOC, EYD berantakan, menjurus Shonen-ai,
    .
    Pagi yang cerah, angin berhembus pelan dengan awan-awan putih tebal yang menghalau terik matahari. Begitu sejuk dan tenng membuat Naruto sang pemuda berparas secerah mentari itu enggan untuk bangkit dari singgasna tidurnya, namun mengingat bahwa hari ini adalah hari ujian kelulusan akademi maka dengan berat hati ia meninggalkan ranjangnya yang nyaman dan aman.
    Setelah besiap-siap, dengn sangat terburuu-buru Naruto melesat menuju arah akademi tentunya setelah mengunci apartemennya. Ia berlari kencang tanpa memperdulikan lirikan aneh dan benci dari para warga. Ia hanya ingin segera sampai di akademi dan menjalani ujian yang telh di katakana Iruka-sensei kemarin.
    Ya, kemarin Iruka-sensei wali kelaas Naruto sudah menjelaskan hal-hal apa saja yang dijukan dalam ujian kali ini. Terdiri dari Bunshin, Henge dan tes Shuriken. Begtu mudah untu calon ninja yang akan menghadapi kekejaman dunia ninja tapi setidaknya Naruto bersyukur karena henge dan bunshin dapat ia lakukan dengn baik walau memiliki aliran chakra yang bisa di katakan sangatlah lemah. Sedangkan shuriken, itu sangatlah mudah baagi Naruto mengingat ia selama ini selalu berlatih fisik, shuriken dan kenjutsu setiap harinya,
    ,
    Naruto tiba paling terakhir di kelas, untung saja Iruka-sensei belum datang sehingga ia tak perlu di hukum. Dengan senyum mentarinya ia berjalan tenang menuju arah bangkunya berada. Barisan kedua paling belakang di samping Shikamaru yang tengah tertidur berada. Sebenarnya hampir setengah dari penghuni kelas tidaklah menyukai Naruto. Hasutan orang tua mereka untuk menjauhi si perang dipenuhi dengan patuh oleh mereka sedangkan sisanya memilih acuh tak perduli contohnya Aburame Shino yang pendiam, Uchiha Sasuke dan kakanya Namikaze Menma. Mereka lebih senang menganggap Naruto taka da di dalam kelas ini. Sedangkan tema-teman yang mau menerima Naruto hanya lah beberapa saja Shikamaru dari klan Nara, Kiba adik dari Inuzuka Hana dan putra kepala kalan Akimichi, Chouji. Mereka adalah empat biang masalh di kelaas yang sering membuat sang wali kelas pusing tujuh keliling.
    Tak selang beberapa lama sang wali kelas akhirnya tiba diikuti para guru penguji, ada kepala Klan Nara berdiri pling dekat dengn Iruka, diikuti yondaime dan Sandaime Hokage dan paling terakhir ada Mizuki-sensei.
    Semua siswa tampak tegang melihat tim penguji yang yang akan menilai kemampuan mereka, siapa yang tak kenal tiga petinggi di jajaran petinggi Konoha no Sato itu? ketua klan Nara merangkap ketua ahli strategi kepercayaan hokage ketiga dan keempat, sang Kiiro no Senko Yondaime Hokage serta sang propesor Sandaime Hokage. Entah mereka harus merasa senang atau sedih karena hal ini. Di satu sisi mereka senang karena bisa bertemu dengan para petnggi yang pasti sulit untuk di temui sedangkan di sasu sisi mereka merasa sial kena yang menilai adalah orang-orang hebat yang tentunya tak sebanding dengan mereka.
    “Baik. Karena semua sudah hadir, kita akan mulia ujiannya. Semua harap keluar kelas dan menuju wilayah prektek.” Ujar Iruka-sensei memerintahkan seluruh murid untuk mengukutinya.
    Tak menunggu waktu lama, ujian pun dimulai. Ada yang semangat menanggapinya ada juga yang malas dan lebih memilih untuk tidur. Seperti yang sudah Iruka –sensei katakana sebelumnya, ujian dimulai dengan Ujian Melempar Shuriken secara individual pada target tak bergerak.


    Ujian telah usai, pengumuman kelulusan akan dilakukan esoh hari bersamaan dengan pembagian kelompok. Para calon ninja bernafas lega sambil berharap cemas mengenai kelulusan mereka besok. Sementara Naruto sendiri tidak begitu perduli. Ia yakin pasti banyak pihak yang akan menetang kelulusannya dari akademi bahkan menghalangi jalannya menjadi ninja.
    Pagi yang cerah, hari yang indah utuk dijalani dengan penuuh semangat. Yah, haruusnya sih begitu namun tampaknya tidak bagi para calon ninja yang kini tengah terselimuti aura tegang didalam kelas mereka. Walau dikatakan terselimuti aura tegang, tak semua siswa yang mengalaminya. Naruto sendiri yang datang paling terakhir terlihat santai, tertidur bersama Shikamaru disampingnya, Chouji yang sibuk memakan kerpik kentangnya, Kiba yang terus berkoar menyuarakan ambisi masa depannya tentang ninja terhebat yang ditanggapi dengan gonggongan dari Akamaru lalu Uchiha Sasuke dan Namikaze Menma dengan ekspresi stoick mereka, entah apa yang tengah mereka pikirkan.
    Setelah menati urang lebih 15 menit akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga, kedatangannya membuat pehatian para siswa terarah kepadanya kecuali yang tengah tertidur tentunya.
    Setelah mengucapkan salam basa-basi yang ditanggapi dengan wajah tak sabaran para siswa, Iruka-sensei akhirnya menyampaikan hal-hal yang ditunggu para siswa.
    “Selamat. Kalian semua lulus menjadi Genin.” Ujar irka membuat kelas menjadi hening untuk sesaat yang beriutnya dipenuuhi dengan teriakan suka cita memekakkan telinga membuat Naruto dan Shikamaru terbangun dari tidurnya, “Lalu untu Rocky of The Year kali ini jatuh pada Uchiha Sasuke dan Namikaze Menma dengan rata-rata nilai 98.’’ Ucap Iruka yang ditanggapi dengan teriakan menggila dari para fans girl Sasuke dan Menma.
    Setelah menunggu hingga kelas kembai tenang, Iruka lali membacakan pembagin Team Gennin. (skip ke Team 7)
    Untuk Tim 7 anggotanya adalah Uchiha Sasuke...” Ujar Iruka-sensei mulai membaca nama anggota Tim 7, sekilas ia melirik sang bungsu Uchiha yang tampak tak perduli akan teriakan para fangirl yang memujanya. “Haruno Sakura...” sebut Iruka berikutnya.
    “YOSSHHAAAAA!!!!! Makan itu Ino Pig!!” seru gadis bersurai musim semi yang duduk disebelah kanan Sasuke, jari tengah tangan kanan gadis itu teracung mengarah pada seorang gadis bersuai pirang pucat yang duduk di dua deret bangku dibelakangnya. Gadis pirang itu tampak sangat kesal dan mulai membalas makian dari teman masa kecilnya. “AWAS KAU JIDAT LEBAR!!”
    “Ehem..” deheman pelan dari Iruka menghentikan acara adu mulut-yang hampir berubah menjadi adu bogem- dari dua fans fanatik si Uchiha bungsu. “Yang ketiga... Namikaze Menma.” Lanjut Iruka yang ditanggapi dengan teriakan protes dari para siswa yang merasa bahwa pembagian kelompok untuk tim 7 sangatlah tidak adil karena ada dua orang brodigy dari masing-masing klan pada tim itu. Sedangkan beberapa gadis memprotes karena menganggap tak adil sakura sekelompok dengan dua pemuda idaman mereka.
    “TENANG! Ini adalah pembagian yang telah disetujui oleh Hokage-sama.” Seru iruka menenangkan anak didiknya “Selain itu masih ada satu anggota khusus yang diminta secara langsung oleh Sandaime-sama untuk masuk dalam tim 7 ini. Anggota khusus itu adalah...” Kalimat yang Iruka ucapkan membuat kelas seketika hening. Semua menatap penuh tanda tanya kecuali dua pemuda bersurai raven yang duduk di bangku yang sama itu. Mereka berdua hanya menaikan sebelah alis mereka berusaha memasang ekspresi seolah-olah tak perduli.
    “Uzumaki Naruto.” Ucap Iruka adn seketika seluruh pandangan para siswa terarah pada sosok pemuda pirang yang kini tengah tertidur di pojok belakang kelas bersama Shikamaru si bocah jenius klan Nara.
    “Naruto Uzumaki... apa kau mendengar apa yang ku ucapkan!?” tanya iruka penuh emosi  namun tak mendapat tanggapan apapun dari si pemuda pirang. “Uzumaki Naruto!!” seru Iruka lagi namun tetap nihil.
    BRAKK
    Suara gebrakan meja yang keras membuat kelas terdiam dengan ekspresi ketakutan yang terpampang jelas di wajah para siswa. Perlahan sosok pemuda pirang itu mulai terjaga, menunjukkan mata biru indahnya yang menatap seluruh kelas. “Emm... Ada apa?” tanyanya dengan polos mengusap rambut pirangnya yang berantakan.
    “Uzumaki Naruto! Apa kau mendengar perkataanku?” tanya Iruka lagi mentap nyalang si Uzumaki yang tampak cengengesan (?).
    “Eng... yang mana?”
    “Grrr.... Uzumaki Naruto berdiri diluar kelas SEKARANG!!” seru Iruka penuh emosi, sedangkan si pirang hanya menghela nafas dan mulai berjalan keluar kelas tak memperdulikan tatapan benci dari sebagian siswa.
    “Merepotkan.” Ucap Shikamaru malas yang ternyata terjaga akibat dari seruan murak Iruka.
    “Shikamaru Nara! Jika kau tertidur lagi maka kaupun akan bernasib sama seperti Naruto!” ancam Iruka menatap jenius klan Nara berwajah pemalas itu. “Hahh~ Benar-benar merepotkan~”
    .
    “KENAPA SENSEI KITA BELUM MUNCUL JUGA SIH!!” teriakan frustasi meluncur dari satu-satunya gadis didalam kelas tersebut, sementara tiga pemuda lainnya hanya mendengus dan menguap. “NARUTO BODOH! BERHENTI MENGUAP! APA KAU TAK PUAS TIDUR DARI TADII!!” maki gadis itu pada pemuda pirang yang merebahan diri diatas meja dibelakanganya.
    “Apa kau tak lelah berteriak dari tadi Haruno-san?” tanya balik pemuda pirang itu. Mata birunya terpejam dengan kedua tangan terlipat dibelakang kepala dijadikan bantal, kaki kirinya diluruskan sedangkan kaki kananya ditekuk keatas. “DIAM KAU IDIOT!!” teriak gadis itu hendak memukul si pemuda pirang.
    “Sakura.” Seruan tenang dan dingin menghentikan tindakan si gadis musim semi, tubuh gadis itu terlihat sedikit bergetar takut saat matanya bertemu dengan mata obnix kelam Sasuke.
    Setelah melihat gadis itu duduk kembali di bangkunya pandangan Sasuke kini terarah pada satu-satunya pemuda disana, sekias pandangan dimatanya melembut. Hanya sekilas dan selanjutnya menjadi dingin kembali. Tak ada yang sadar akan hal itu kecualipemuda bermarga Namikaze yang tengah pura-pura tidur disebelah kiri bungsu Uchiha.
    Tak selang beberapa lama Naruto bangun dari tidurnya, dengan posisi duduk bersila diatas meja  ia menatap dengan sayu kearah pintu masuk kelas sesekali ia menguap dan mengusap matanya yang agak memerah. Tepat saat Naruto hendak turun dari meja pintu kelas terbuka diikuti oleh seorang peria bersurai abu-abu yang memasuki kelas, satu mata sayunya menatap anak-anak di kelas tersebut. Dari pemuda Uchiha yang menatapnya intens, bocah Namikaze yang membuang muka, gadis Haruno yang tampak kesal dan bocah pirang yang menatapnya tanpa emosi. Kosong.
    “Maaf aku terlambat. Tadi aku sedang menolong nenek-nenek di tengah jalan.” Ucap lelaki itu tersenyum walau yang terlihat hanya mata kanannya saja. “Temui aku diatap sekarang.” lanjutnya dan lelaki itu lenyap dalam kepulan asap.
    .
    Atap akademi di Konoha dipenuhi dengan pohon-pohon rindang serta bangku-bangki yang baerada di bawah bayang-bayang pohon yang teduh. Dengan ketinggian diatas dua puluh meter membuat tempat itu dipenuhi dengan angin sejuk yang meneangkan. Pada jam istirahat tempat itu menjadi tempat favorit untuk mengahabiskan waktu baik untuk makan siang ataupun hanya tidur. Dari atap itu juga dapat terlihat pemandangan rumah-rumah warga Konoha juga taman Konoha yang tepat berada tepat di tengah desa Konoha,
    Namun sesejuk dan serindang apapun tempat itu jika berada dibawah paparan sinar matahari musim kemarau tetap saja panas.itulah yang membuat gadis di tim 7 itu menggerutu kesal, sementara tiga anggota lainnya anya duduk dengan tenang memandang si calon guru yang tengah membaca buku dewasa. Beruntung Naruto berada tepat di bawah bayang-bayang pohon.
    “Sebutkan nama, hobi hal yang kalian suka, hal yang kalian benci dan cita-cita kalian.“ujar lelaki bersurai abu-abu itu, matanya tak teralih sedikitpun dari deretan kata di buku yang dibawanya.
    “Kenapa bukan Sensei saja yang memperkenalkan diri terlebih dahulu? Lagipula Sensei sedikit mencurigakan.” Gadis bersurai merah muda satu-satunya itu menatap sang guru dengan curiga.
    “Hn.. baiklah. Namaku Hatake Kakashi. Hobi... kalian belum cukup umur. Kesukaan... kalian belum dewasa. Yang ku benci... orang yang menghianati temannya sendiri. Cita-cita... kalian tidak perlu tahu.  Kau yang pertama Pinky.” Tunjuk si guru pada sakura yang tampaknya sedang kesal.
    ‘Jadi dia hanya mengenalkan namanya saja.’ Batin empat anak itu
    “Namaku Haruno Sakura. Hobi... #melirik Sasuke# Kyaaaaaa~ Yang ku suka... #melirik Menma# Kyaaaaaa~ yang kubenci Naruto idiot. Cita-cita... #melirik Sasuke dan Menma# Kyaaaa~ Yang-“
    ”Cukup! Berikutnya kau Uchiha.” Sela Kakashi menghentikan fangiling-an Sakura.
    “Uchiha Sasuke. Cita-cita... tidak, ambisiku adalah membunuh seseorang.” Hawa dingin menguar dari tubuh satu-satunya Uchiha di sana membuat suasana menjadi tegang.
    “Selanjutnya Kau” lirik Kakashi pada  Menma yang ada di antara Sasuke dan Sakura.
    “Nama Namikaze Manma. Yang kusuka Berlatih. Yang kubenci Orang bodoh #memandang Natruto penuh benci#  Cita-cita menjadi ninja yang yerkuat di duni.”
    “Kau yang erakhir Pirang.” Mata kakashi menatap Naruto dalam.
    “Naruto. Yang ku suka tidak ada. Yang ku benci tidak ada. Cita-cita... kalian taupun tak ada gunanya. Naruto menjawab datar tak memperdulikan pandangan dari rekan-rekan setimnya.
    Menghela nafas pelan Kakashi memijit keningnya. Merasa tim yang akan dia bimbing ini walau berisi prodigy tapi akan sangat menyusahkan untuk mengaturnya.
    “Kenapa kita harus satu tim dengan anak idit itu sih. Padahal kan satu tim itu harusnya berisi 3 orang genin.” Sakura menggerutu memanyunkan bibirnya berlagak sok imut dihadapan dua pemuda tampan didekatnya.
    “Itu adalah perintah Hokage Ketiga, Haruno. Kita tak bisa menentang bukan.” Menma menanggapi dengan datar, menyilangkan kedua tangannya di belakang kepala.
    “Pasti dia memohon-mohon pada Hokage Ketiga untuk diluluskan daru ujian genin dan masuk tim. Anak tak berguna seperti dia manamungkin bisa menjadi ninja. Iya kan Sasuke-kun~” pandangan mata gadis merah muda itu bersinar-sinar dengan wajah yang di buat seimut mungkin.
    “Sudah. Kali ini hanya itu saja. Besok datang ke training ground tujuh pukul 06.00 jangan telat dan jangan sarapan sebelumnya kalau tidak kalian akan muntah karena kita akan mengadakan ujian Genin.”
    “Kita kan sudah lulus ujian genin. Kenapa malah ujian lagi?” Menma bertanya dengan wajah yang tertekuk-tekuk, kelihatan sekali bahwa ia sedang kesal.
    “Ujian yang kalian lakukan sebelumnya adalah ujian untuk lulus dari akademi. Sedangkan ujian untuk menjadi genin ditentukan oleh guru pendamping kalian masing-masing, cara dan aturannya pun beragam seseuai dengan kebiasaan si guru. Jadi sampai jumpa besok.” Kabut putih muncul tiba-tiba dan keberadaan si guru hilang entah kemana. Naruto hanya memandang dengan bosan. Setelah semua kabut putih itu hilang ia bangkit dan meninggalan atap akademi tanpa memperdulikan sakura yang memanggiilnya dengan kesal ataupun Menma yang mendelik padanya.
    ‘Besok akan jadi hari yang melelahkan. Ia kan Nii-chan?’
    ‘GRRRR~’

    TBC
  • Angel Tears Wasted 17

    0



    †††††
    ††††
    †††
    ††
    H-2
    Sekali lagi tumpukan tanah bersalju menjadi saksi akan peperangan dan pertarungan yang terjadi di atas Kerajaan Leviath ini. Namun yang kali ini berperang bukanlah kumpulan manusia dengan keserakahan, namun sebuah ras tertua di duni ini, iblis dan malaikat. Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, kini di tengah tanah lapang yang dipenhi hamparan salju putih itu terlihat Ciel dan pasukannya tengah menanti sesuatu yang akan turun dari langit. Perlahan namun pasti sosok-sosok yang di nantinya satu-persatu mulai bermunculan. Sosok-sosok bersayap putih dan sehalus sutra, dengan baju perang mereka yang bersinar keemasan dan keperakan. Sosok yang merupakan rasnya beberapa waktu yang lalu namun kini menjadi musuh bersarnya. Malaikat. Ras yang telah membuangnya.

    “Ange Tears Wasted”
    .,.
    By : Ayuni Yukinojo
    .,.
    Black Butler© Yana Toboso

    Pairing : Sebastian/Ciel, Claude/Alois

    OC :
    Tenebris = OC
    Lady ‘D = OC
    Charline & Duzel = Manga Vampire Game
    Warning:
    OOC, MxM a.k.a YAOI, EYD hancur, Typo


    Dengan senyum manis yang terukir diparasnya yang cantik Ciel mulai bangkit dari singgasana berbatu hitam miliknya yang indah. Berdiri dengan tangan terentang ke-kedua sisi tubuhnya menyambut kedatangan mahluk-mahluk dari langit tersebut. “Selamat datang di dunia manusia, wahai para malaikat. Apa gerangan tujuan anda sekalian repot-repot turun ke tanah tempat saya dibuang ini?” ujar ciel dengan suaranya yang selembut dentingan lonceng, senyumnya belum pudar tetap memperhatikan sekumpulan malaikat yang kini mulai mendarat jauh didepannya, dibagian perbatasan antara hutan dan ranah lapang ini.
    “Siapa kau? Bagaimana kau bisa tahu kami akan mendarat ditempat ini?” ujar seorang malaikat bertubuh tinggi besar dengan otot-otot bisep nya yang menonjol, lambang pangkat tersepat dibagian dadanya sedangkan kedua tangannya berkacak pinggang, menatap Ciel dengan angkuh.
    “Saya adalah sosok yang disebut-sebut sebagai Raja Utara. Saya bisa dengan mudah mengetahui keberadaan kalian.” Dengan senyum di wajah Ciel menjawab, tak memperdulikan tatapan angkuh yang merendahkan dari sosok malaikat yang memiliki pangkat tinggi jauh didepannya.
    “Sebutkan namamu sampah!” malaikat itu berujar kesal sekaligus muak. Terlihat jelas ekspresi jijik di wajahnya yang keras itu.
    “Nama saya bukanlah sebuah hal yang penting. Karena sudah cukup lama saya membuang nama saya.” Jawab ciel kini mulai bosan dengan percakapan mereka. Ia kembali duduk di singgasana hitamnya dan mengesap darah yang terdapat pada gelas di atas meja. “Bila anda sudah selesai dengan pertanyaan anda. Kini giliran saya yang bertanya. Apa tujuan anda sekalian datang kemari?” tatapan dingin penuh intimidasi ciel pancarkan, menunjukkan betapa ia sangat kesal akan perilaku sosok yang ada jauh didepannya itu.
    “Bukan urusanmu. Kau dan mahluk-mahluk rendahanmu tak pantas memerintah kami.” Jawab seorang malaikat lain yang berdiri di belakang malaikat besar itu, tubuh malaikat itu terlihat jauh lebih kecil dari malaikat didepannya, namun ia memiliki postur tubuh yang bagus sebagai seorang petarung.
    “Hahahaha… lihat siapa yang mulai angkat suara. Kalian mengira setelah datang ke dunia ini kalian masih akan di hormati? Tak ada satupun yang akan menghormati dan mendengar perintah kalian. Dunia ini netral, baik iblis dan malaikat memiliki kedudukan yang sama dan kalian pun bisa mati dengan mudah di dunia ini” tanggapan sinis Ciel berikan kepada dua malaikat yang menghinanya itu, tak ada lagi perkataan sopan yang terucap.
    “Kami adalah malaikat, dan kami takkan bisa mati selama didunia ini masih ada orang yang berhati murni.” Ucap seorang malaikat bersurai kelabu , terdapat sebuah tanda lahir di bawah sapphire kirinya. Ia dengan bangga maju ke barisan terdepan untuk berdebat dengan Ciel namun setelah melihat sosok yang mengaku sebagai raja Utara malaikat peria itu hanya bisa mematung.
    Senyuman sinis terukir di wajah Ciel memandang sosok yang baru saja maju ke barisan terdepan. Mata sapphire sedalam lautannya memandang sosok itu dengan intens. “Lama tak berjumpa Ayah.” Ucap Ciel dengan senyum manis tanpa dosanya membuat sosok malaikat yang dipanggilnya ayah itu membatu dengan eksprei horror.”Ciel…”
    .
    .                                            
    .
    Istana Ibu Kota
    Para penjaga istana dan palayan terlihat tercengang. Kedatangan sosok yang dikira telah tewas saat peperangan membuat mereka semua terkejut. Setelah sekian lama menghilang tanpa kabar yang pasti akhirnya sang pangeran kembali ke istana. Disambut dengan suka cita oleh pihak-pihak yang mendukungnya juga tatapan kesal dan benci dari pihak-pihak yang menginginkannya kematiannya –yang di sembunyikan dalam topeng sok ramah mereka.
    Claude merupakan salah satunya yang merasa paling terkejut akan hal ini. Seingatnya Alois telah memerintahkan seseorang untuk membunuh pangeran itu namun tampaknya semua itu gagal, apalagi kini keberadaan Alois tak diketahu. Semua rencana yang telah ia susun kini berantakan karena kedatangan Sebastian.
    Ia kini tak bisa mengambil alih tanduk pemerintahan karena bagaimanapun hanya Sebastian yang memiliki darah kerajaan, sedangkan dirinya sendiri hanya anak tiri dari sang raja. Harusnya jika Sebastian benar-benar mati maka kerajaan akan kehilangan calon sah Raja sehingga ia yang merupakan anak satu-satunya yang tersisa, walalu bukan anak kandung sekalipun akan memiliki kesempatan untuk menjadi raja.
    Seharusnya memang ia sendiri yang membunuh Sebastian, bukannya menyerahkan tugas penting seperti itu pada Alois.
    Dengan geram dan amarah yang disembunyikan rapat di lubuk hati Claude mendekati adik tirinya, senyuman ramah terlukis di wajah, berjalan tergesa-gesa menunjukkan kerinduan dimana itu semua hanya topeng belaka.
    “Sebastian! Syukurlah kau baik-baik saja. Dimana saja kau selama ini?” ujar Claude setelah memeluk tubuh Sebastian sekejap. Kedua tangannya masih memegang bagu Sebastian erat dedangkan matanya memandang lurus kearah mata sebatian.
    “Kakak. Maaf aku baru bisa kembali sekarang. Selama ini aku tersesat di wilayah Hutan Utara, butuh waktu lama bagiku untuk keluat dari sana apalagi tanpa kendaraan dan persediaan makanan.” Ucap Sebastian dengan senyum lembut di wajahnya. “Ngomong-ngomong dimana Ayahanda?” lanjut Sebastian memandang sekeliling halaman depan istana.
    “…”
    Hening tak ada jawaban yang terdengar Sebastian memandang sang kakak tiri dengan pandangan heran. “Kakak? Ayahanda dimana?”
    “Sebastian… Ayahhanda telah gugur… Beliau gugur saat mempertahankan Ibu Kota dari serangan kerajaan Filiann.” Ujar Claude lirih, kepalanya tertunduk dalam.
    “Tak mungkin. Lalu Ibunda Ratu?” tanya Sebastian lagi, memandang Calude dengan wajah yang dipenuhi gurat kesedihan.
    “Mengenai Ibunda… Beliau wafat beberapa hari yang lalu.”
    “Bagaimana bisa?”
    “Kita bicarakan ini ruang keluarga saja. Tak baik dan tak sopan membahas masalah keluarga dimuka umum begini.” Ajak Claude yang disetujui oleh Sebastian. Mereka berdua lalu berjalan memasuki bangunan istana. Diikuti beberapa pelayan dan pengawal dibelakang mereka.
    .
    .
    Sekali lagi tanah putih terselimut salju itu terkena noda merah. Banyak tubuh tak bernyawa bergelimpangan, helai-helai bulu sayap putih berserakan juga tubuh-tubuh kehitaman yang mulia menguap menyebarkan bau busuk dan amis. Diantara kumpulan mahlu-mahluk yang tengah bertarung itu tampak sesosok pemuda tengah berdiri memperhatikan jalannya pertarungan. Tak memperdulikan pasukannya yang semakin berkurang, tak memperdulikan para sayap putih yang dengan gegabah menyerangnya, ia hanya menonton.
    Tapi niat menontonnya terhentikan saat sesosok lelaki paruh baya bersurai sama dengan nya tengah berdiri dihadapannya, sayap putih besarnya terbuka indah dengan sedikit noda darah. Senyum masis terulas di wajah cantik itu saat mengetahui siapa sosok yang berdiri didepannya. “Lama tak berjumpa Ayah.” Ujar Ciel lagi dengan senyum yang tak berubah sedikitpun.
    “Kau berubah Ciel.” Ujar sosok yang di panggil ayah tersebut, Vincent. Memandang wajah rupawan anaknya yang tak berubah sejak terakhir kali mereka bertemu. Tapi Vincent dapat merasakan perbedaan yang ada pada anaknya itu. senyum yang menghiasai wajah rupawan anaknya tak pernah sampai di mata biru kelam sang anak.
    “Yah, memang banyak yang berubah Ayah.” Senyum diwajah itu berubah menjadi kesedihan, memandang sang Ayah yang sudah lama tak ia jumpai. “Saking banyanya aku sampai lupa siapa aku sebenarnya.” Lanjut Ciel, tangan kanannya bercahaya hitam kebiruan. Tak menunggu lama cahaya itu mulai memanjang dan berubah menjadi sebuah pedang hitam dengan dua mata pedang. “Harusnya ayah tak usah ikut dalam tugas ini. Lebih baik diam di rumah dan menemani ibu yang tengah bersedih.”
    “Bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri diatas sana sementara kedua anakku tak diketahui keadaannya.” Mata sapphire lelaki itu menatap Ciel dengan sendu, tangan kanannya bersiaga memegang pedang dipinggangnya. “Ayah masih menganggapku sabagai anak.” pertanyaan bernada datar terucap dari bibir mungil itu, wajahnya tampak kosong namun matanya memancarkan pendar kegelapan.
    “Aku tak pernah merasa telah membuangmu nak.” Tangan kanan yang awalnya siaga itu kini perlahan mencoba untuk meraih surai kelabu Ciel, jelas terlihat sorot kesedihan dan penyesalan dalam mata lelaki itu.
    Sorot mata Ciel menyendu, bahunya terkulai lemas dengan tangan kanan yang masih menggenggam pedang dengan lemah. Kepala bersurai kelabu itu kemudian menunduk menyembunyikan ekspresi yang tercetak di wajah manis tersebut. Kedua sosok bersurai identic itu terdiam tak meperdulikan pertarungan disekitar mereka hingga sebuah pedang besar menembus punggung sosok mungil yang tengah tertunduk itu, membuat semua mata tertuju pada pemuda mungil yang kini telah terbaring besimbah darah dan disusul dengan raungan murka kaum vampire di arena pertempuran itu.
    “Mati kau sampah.” Hinaan terucap dari sosok yang telah melukai Ciel, menatap tubuh yang terbaring itu dengan jijik, ia ludahi tubuh itu dan ia injak dengan kasar. Mata perak sosok malaikat itu menatap Vincent dengan bengis. “Sadar Vincent! Anak bungsumu sudah lama mati dalam kandungan istrimu. Mahkuk yang ada di hadapanmu itu hanya sampah menjijikkan yang keberadaanya tak dibutuhkan didunia ini. Atau kau berniat menghianati bangsamu!?”
    Tak ada tanggapan dari Vincent, matanya menatap tubuh Ciel dengan kosong cukup lama hinggs sebuah kekehan kecil meluncur dari bibirnya.”hehe… kau tak perlu bersusah payah membunuhnya jendral. Sejak awal aku memang akan membunuhnya. Aku hanya menunggu ia lengah dan lihat… kau berhasil membunuhnya bukan.” Ucap Vincent sinis memandang tubuh di bawahnya dengan jijik. Dengan perlahan Vincent meninggalkan tubuh Ciel diikuti oleh malaikat yang ia panggil tadi sebagai jendral tersebut.
    Jawaban Vincent membuat para kaum vampire dan sekutunya murka terutama Undertaker yang kini masih bertarung dengan seorang malaikat besurai putih beriris violet, bila tak salah mendengar malaikat itu bernama Ash.
    Semua mata secara bergantian memandang tubuh sang Raja Utara dan dua malaikat yang kini tengah berjalan menjauh. Semua membisu dan pertarungan terhentikan secara sepontan. “KENAPA KALIAN BERHENTI!! CEPAT BINASAKAN MAHLUK-MAHLUK MEJIJIKKAN ITU. RAJANYA KINI SUDAH TEWAS! TAKKAN ADA LAGI HALANGAN!!” ucap sang jendral dengan pedang yang teracung kedepan. Semua pasukan malaikat dengan semangat membara kembali menyerang pasukan Raja Utara membuat pasukan yang didominasi oleh para vampire itu terpukul mundur. Hingga sebuah getaran hebat membuat seluruh pasukan dari dua belah pihak membatu dan Undertaker tertawa senang. “hihihihihihi~”
    Getaran hebat itu berhenti secara beberapa saat tapi kembali muncul, terus menerus sambil menghasilkan suara bergemuruh. “Bahkan detak jantungnya bisa terdengar hingga kepelosok negeri.” Ucapan dengan nada bercanda dari Undertaker menyadarkan semua dari keterkejutannya. “Detak jantung? Apa maksudmu?” Ash bertanya dengan heran. Setaunya bangsa vampire tak memiliki jantung yang berdetak. Jantung mereka mati tak dapat memompa darah, itulah salah satu alasan kenapa bangsa vampire menghisap darah dari para mahluk hidup.
    “Yangmulia adalah sosok yang istimewa, walaupun jiwanya adalah jiwa iblis tapi tubuhnya adalah tubuh malaikat. Dia memiliki kehidupan, kekuatannya yang besar selama ini ia simpan pada jantungnya agar bila suatu saat ada mahluk bodoh yang melukai jantungnya maka dengan otomatis kekuatan besar yang tersimpan disana keluar dengan sendirinya.” Ucap William yang berada tak jauh dari posisi Undertaker dan Ash bertarung. Senjata berupa pisau pemotog rantingnya ia gunakan untuk membetulkan kacamatanya yang terasa melorot.
    “Hihihihi~ Yangmulia akan mengamuk~” Undertaker tampak sangat senang, ia memeluk sabit death scythe nya dengan erat sambil mengelus mata tajam senjatanya beberapa kali, Membersihkan darah yang menempel.

    TBC
  • Copyright © 2013 - Hyperdimension Neptunia

    My Fanfiction - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan